Presidensi G20 Indonesia Dorong Upaya Pembangunan Kolaboratif Global
Oleh : Ahmad Dzul Ilmi Muis
Presidensi G20 Indonesia terus mendorong agar semua negara anggota mampu meningkatkan upaya pembangunan yang kolaboratif di dunia. Hal tersebut bertujuan untuk pemulihan dan bangkit bersama bisa segera tercapai demi menghadapi banyaknya krisis global yang belakangan terus mengancam.
Krisis keuangan global tahun 1997–1999 memicu berbagai negara maju untuk bergerak cepat mencari solusi untuk memulihkan perekonomian dunia.
Negara-negara yang tergabung didalam G7 (Group of Seven); Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada dan Prancis, menyimpulkan cara paling cepat untuk memulihkan perekonomian dunia adalah dengan cara berkolaborasi dengan banyak negara-negara maju lain dan negara-negara berkembang.
Berawal dari ide dan kesadaran para anggota negara G7, bahwa memang sangat penting untuk melakukan pembangunan secara kolaboratif di tingkat dunia, bahkan dengan melibatkan dan merangkul negara-negara berkembang.
Ide awalnya, negara-negara menengah dan memiliki pengaruh ekonomi secara sistemik dalam perundingan global dirangkul di dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral.
Di sinilah cikal bakal G20 lahir, di mana di dalam pertemuan itu melibatkan 12 negara tambahan (Meksiko, Argentina, Rusia, Afrika Selatan, Arab Saudi, Turki, Tiongkok, Korea Selatan, Indonesia dan Australia, Brazil, dan India) diluar G7 plus satu Kawasan ekonomi Uni Eropa.
Kemudian sejak 2008, G20 menghadirkan Kepala Negara dalam KTT dan pada 2010 dibentuk pula pembahasan di sektor pembangunan. Sejak saat itu G20 terdiri atas Jalur Keuangan (Finance Track) dan Jalur Sherpa (Sherpa Track). Sherpa diambil dari istilah untuk pemandu di Nepal, menggambarkan bagaimana para Sherpa G20 membuka jalan menuju KTT (Summit).
Tidak tanggung-tanggung, bahkan seluruh negara dari G20 tersebut memiliki peranan yang bisa dikatakan sangatlah penting, khususnya pada bidang perekonomian. Pasalnya secara kumulatif, negara-negara yang tergabung dalam G20 diperkirakan menguasai sekitar 90 persen produk domestik bruto (PDB) ekonomi dunia, 80 persen volume perdagangan dunia, dan merepresentasikan dua pertiga populasi penduduk dunia.
Maka jelas sekali, bahkan bisa dikatakan juga bahwa kekuatan ekonomi dari negara-negara G20 bisa merepresentasikan bagaimana kekuatan pasar dan juga arus lalu lintas perdagangan bahkan di dunia. Karena jika ditotal, memang seluruh negara G20 sendiri telah dapat mencerminkan lebih dari sekitar 60 persen populasi penduduk bumi, dengan 75 persen perdagangan global dan juga 80 perse PDB dunia.
Nampaknya G20 telah diberikan peranan penting dengan diambil alihnya tugas untuk penyelesaian masalah ekonomi dan semakin berperannya negara-negara berkembang disamping negara-negara maju dalam pengambilan kebijakan di G20 yakni diperbesarnya peran negara-negara berkembang dalam badan multilateral berpengaruh seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank).
Kesempatan dialog yang saling terbuka secara dua arah, antara negara maju dan juga negara berkembang tanpa memandang status dan menganggap seluruh setara ini memang menjadi upaya terbaik untuk bisa sesegera mungkin melakukan pemulihan global setelah dunia dihantam dengan pandemi COVID-19 hingga dampak panjangnya adalah banyak bermunculan ancaman krisis multidimensional seperti sekarang ini.
Negara-negara maju sekarang sedang mendistribusikan persoalan ke negara-negara lain. Beban akibat krisis keuangan global ingin juga ditanggung oleh negara-negara lain lewat perubahan peran G20. Kredibilitas peran baru G20 memang tidak bisa dilihat sekarang. Reformasi di tubuh lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia menjadi taruhan komitmen negara maju untuk melakukan sharing power.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa peranan negara-negara maju anggota G20 juga menjadi sangatlah penting karena kekuatan mereka sangat dibutuhkan untuk bisa saling membantu negara-negara berkembang, khususnya menyelesaikan permasalahan dunia secara bersama-sama dan kolaboratif, bahkan turut membantu pengembangan negara-negara rentan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mejelaskan bahwa Forum G20 juga telah memfasilitasi transfer ilmu pengetahuan dan kompetensi untuk meningkatkan pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon terhadap pandemi. Dirinya berharap agar kolaborasi antar satu negara dengan negara lainnya ini dapat menghasilkan exit strategy dari persoalan pandemi.
Selaku Presidensi G20, Indonesia sendiri akan terus mendorong adanya upaya kerja sama kelompok negara-negara besar dagar dapat menciptakan suatu hasil yang konkret dalam mengatasi banyak permasalahan dunia, termasuk diantaranya adalah dengan melakukan reformasi arsitektur kesehatan global, pembentukan Joint Finance and Health Task Force hingga transfer teknologi produksi vaksin.
Pada kesempatan lain, Menteri Keuangan, Sri Mulyani meyakini bahwa memang seluruh negara anggota G20 harus terus meningkatkan kerja samanya secara inklusif dan kolaboratif demi tercapainya pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan bagi dunia. Menurutnya, untuk menunjang hal tersebut terjadi harus disertai dengan mekanisme keuangan berkelanjutan, sehingga jelas sekali jika peran dari semua negara secara kontributif sama sekali tidak bisa dihindarkan.
Sebagai tuan rumah atau Presidensi dalam KTT G20, Indonesia terus mendorong seluruh negara anggota untuk bisa mengupayakan bagaimana caranya agar pembangunan kolaboratif global bisa dilaksanakan sebaik mungkin. Pasalnya memang hanya dengan saling membantu saja, dunia mampu melawan berbagai macam krisis yang menanti di depan mata. Karena tidak mungkin satu negara melawannya sendirian.
)* Penulis adalah Alumni Unair Surabaya