Pemerintah Mitigasi Dampak Inflasi Akibat Penyesuaian Harga BBM
Oleh : Alfisyah Dianasari )*
Pemerintah telah melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk menyelamatkan APBN, penyesuaian harga tersebut tentu saja berisiko terhadap peningkatan angka inflasi di Indonesia. Meski demikian, pemerintah mengaku bahwa pihaknya telah melakukan penghitungan secara cermat sebagai bentuk upaya mitigasi dari dampak kebijakan penyesuaian harga BBM tersebut.
Perlu diketahui bahwa Inflasi merupakan momok bagi semua negara, tak terkecuali Indonesia. Salah satu alasan lonjakan inflasi disebabkan karena harga pangan dan energi meningkat drastis setelah adanya perang antara Rusia-Ukraina. Di mana harga minyak mentah dunia sempat tembus 100 US Dollar per barel.
Hal tersebut berdampak pada penyesuaian harga BBM dan Avtur. Alhasil harga tiket pesawat menjadi semakin mahal. Di sisi lain harga gandum juga meningkat, sehingga harga tepung juga menjadi semakin mahal, hal ini berdampak pula pada kenaikan harga pangan berbahan dasar tepung seperti mie dan roti.
Prof. Imron Cotan selaku pengamat isu strategis menyampaikan, bahwa saat ini sudah ada lebih dari 20,6 juta masyarakat ditambah dengan sekitar 16 juta pekerja akan mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah sebesar Rp. 600.000 untuk penduduk kelas bawah dan Rp 600 ribu untuk 16 juta pekerja.
Dengan adanya peringanan beban APBN setelah menyesuaikan harga BBM tersebut, maka anggaran juga bisa digunakan untuk memberi subsidi pada sektor transportasi.
Pemerintah juga menyisihkan 2% dari dana transfer umum untuk mensubsidi sektor transportasi termasuk diantaranya ojek karena dianggap sebagai komponen utama dalam sistem perekonomian, termasuk juga ke sektor-sektor lain yang dipandang penting oleh Pemda setempat.
Prof Imron Cotan juga meyakini bahwa pemerintah saat ini pasti sudah memiliki rencana terbaik dan melalui perencanaan yang matang serta detail untuk bisa mengatasi lonjakan-lonjakan harga yang mungkin saja menyusul penyesuaian BBM.
Pasca penyesuaian harga BBM, sejumlah komoditas pangan seperti cabai dan bawang merah memang mengalami kenaikan, walaupun saat ini pergerakan harga komoditas tersebut cenderung menurun dan stabil. Sedangkan, harga komoditas yang perlu mendapat perhatian khusus yakni harga beras yang masih dalam tren meningkat.
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (DRRR) sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen menjadi 3,75 persen.
Dengan demikian, suku bunga deposit facility naik 25 bps menjadi 3 persen dan lending facility naik 25 bps menjadi 3 persen dan lending facility naik 25 bps menjadi 4,5 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, keputusan BI menaikkan suku bunga acuan ini dilakukan sebagai langkah preventif dan forwarf looking untuk memitigasi peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM non-subsidi dan inflasi volatile food.
Selain itu, langkah ini juga diambil agar dapat memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya. Sebab saat ini ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat.
BI juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi nasional. Seperti diketahui, kebijakan BI menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya dilakukan setelah sejak Febrruari 2021 suku bunga dipertahankan di level 3,50 persen.
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga memerintahkan kepada kepala daerah untuk menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menahan laju inflasi akibat penyesuaian harga BBM.
Caranya adalah dengan menggunakan 2 persen dari Dana Transfer UMUM artinya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk penanggulangan dampak inflasi karena kenaikan harga BBM.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri sudah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022, yang mewajibkan pemda untuk menyalurkan 2 persen Dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk bantuan sosial.
Adapun Bantuan sosial tersebut diarahkan kepada pengemudi ojek, pelaku UMKM dan nelayan untuk penciptaan lapangan kerja serta pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
Menkeu Sri Mulyani berharap, agar seluruh Pemda bisa menggunakan APBD secara cepat, tepat dan akuntabel untuk bisa mengatasi potensi kenaikan harga di daerah. Sri juga mengatakan bahwa pemerintah pusat akan memberikan insentif berupa dana sebesar Rp 10 miliar bagi pemerintah daerah yang dapat mengendalikan inflasi.
Tentu saja ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan berkaitan dengan mitigasi dampak inflasi daerah khususnya di pedesaan. Misalnya dengan penyaluran BLT kepada warga miskin dan miskin ekstrem yang belum mendapatkan bantuan sosial.
Selain itu pemerintah juga bisa menyalurkan dana bergulir masyarakat oleh BUMDes bersama LKD kepada warga miskin dan miskin ekstrem.
Pemerintah baik pusat, daerah hingga desa tentu saja perlu melakukan mitigasi inflasi secara terukur, hal ini dirasa perlu demi menyelamatkan perekonomian agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini