Para Pemimpin Dunia Menaruh Harapan Besar pada Presidensi G20
Oleh : Dinda Saputri
Presidensi G20 yang dipegang oleh Indonesia tahun ini disambut baik oleh publik. Besar harapan masyarakat agar pemerintah dapat memanfaatkan kesempatan ini demi kepentingan bangsa.
Dukungan sosial dari berbagai kalangan dapat dimanfaatkan sebagai modal pemerintah untuk dapat mendorong agenda nasional di forum bergengsi ini, termasuk dari para pemimpin dunia khususnya yang menjadi anggota dari forum G20 sendiri.
Perdana Menteri Palestina, Mohammad Ibrahim Shtayyeh pada pertemuannya dengan Presiden Indonesia, Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, berharap Indonesia dapat menyampaikan dukungan terhadap negaranya dalam forum KTT G20 yang akan berlangsung di Bali November mendatang.
Shtayyeh mengatakan Palestina mendoakan semoga Indonesia sukses dalam menyelenggarakan KTT G20. Shtayyeh juga menyampaikan terima kasih atas dukungan Indonesia yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas dalam program-program maupun upaya-upaya politik atas kemerdekaan Palestina.
Pada kesempatan tersebut, Indonesia dan Palestina menandatangani sejumlah nota kesepahaman, yang menurut Shtayyeh, menunjukkan dukungan yang nyata dari Indonesia kepada Palestina dalam bentuk bantuan kemanusiaan dan juga capacity building.
Shtayyeh menyambut baik banyaknya wisatawan Indonesia ke Masjid Al-Aqsa. Dia berdoa, manakala Presiden Jokowi berkunjung ke Palestina di masa mendatang, Palestina sudah merdeka dengan Yerusalemnya, dan dapat menunaikan shalat berjamaah di Masjid Al-Aqsa.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, yang turut mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan delegasi Bank Dunia atau World Bank di Istana Merdeka, Jakarta, mengatakan bahwa Bank Dunia mengucapkan selamat atas presidensi G20 Indonesia. Delegasi Bank Dunia juga menaruh banyak harapan pada Indonesia dalam presidensi G20 kali ini.
Delegasi yang hadir dalam pertemuan tersebut yakni Axel van Trotsenburg selaku Managing Director of Operations, Manuela V. Ferro selaku Regional Vice President East Asia and Pacific, serta Satu Kahkonen selaku Country Director Indonesia and Timor-Leste.
Menteri Suharso menambahkan bahwa Bank Dunia juga memberikan penilaian yang positif atas perkembangan ekonomi Indonesia saat ini. Di antara negara-negara yang sekarang sedang menghadapi situasi yang serba sulit, Indonesia relatif bisa menjaga stabilitas perekonomian dengan menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi pada level sekitar lima persen.
Menteri Suharso menjelaskan bahwa Bank Dunia juga menyarankan Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonominya dari sumber-sumber lain, misalnya dari ekspor. Terkait ekspor, Bank Dunia menilai perlu sebuah reformasi struktural yang dapat menekan tarif. Bank Dunia juga menyatakan komitmennya untuk mendukung Indonesia dalam hal keamanan pangan dan transisi energi, termasuk memuji Indonesia yang telah menyiapkan peta jalan untuk ekonomi hijau ke depan.
Dukungan Bank Dunia tersebut telah dilakukan secara bertahap dan telah menyatakan komitmen dalam mendukung pembiayaan pada bidang energi, blue economy, food security, mangrove, dan climate change sekitar USD 1,6 miliar.
Pada kesempatan lain, Presiden Jokowi melayangkan ucapan selamat kepada Perdana Menteri (PM) Inggris yang baru dilantik, Rishi Sunak melalui postingannya di media sosial Twitter. Dalam kicauannya tersebut, Presiden Jokowi berharap hubungan bilateral Indonesia-Inggris dapat semakin erat di era kepemimpinan Sunak termasuk mendorong perdamaian dan kesejahteraan dunia. Ia juga mengundang PM Inggris keturunan India pertama tersebut untuk hadir di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali mendatang.
Sunak merupakan mantan Menteri Keuangan era Boris Johnson yang meraih posisi PM Inggris setelah satu-satunya rival dalam pemilihan tersebut, Penny Mordaunt, mengundurkan diri dari pencalonan. Ia menjadi salah satu politikus Inggris yang populer di media social karena aktivitasnya yang terkenal ramah, Sunak pun mendapat julukan media “Rishi Dishy”.
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menyampaikan harapan dunia pada G20 yang sangat besar agar dapat memimpin pemulihan ekonomi global dan menghasilkan solusi yang konkret. G20 harus menjadi katalis bagi pemulihan global yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan. Inklusifitas menjadi kunci dimana isu inklusifitas ini sangat terefleksi dari tema besar Indonesia sebagai Presidensi G20, yaitu pulih bersama, pulih makin kuat.
Peneliti di Institute of Development on Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan tugas penting Indonesia dalam kapasitas sebagai Presidensi G20 adalah menyatukan ide dan gagasan karena ada beberapa kebijakan di negara anggota G20 yang berlawanan dengan pemulihan ekonomi negara berkembang.
Bhima mencontohkan bagaimana sebagian negara anggota G20 melakukan normalisasi kebijakan moneter lebih cepat dibandingkan perkiraan. Termasuk Amerika yang melakukan tapering off atau kebijakan untuk mengurangi nilai pembelian aset seperti obligasi (surat utang), dengan menaikkan suku bunga pada 2022 dan ini akan diikuti oleh negara maju lainnya.
Bhima menambahkan hal lain yang bisa berimbas negatif terhadap pemulihan ekonomi negara berkembang adalah krisis energi dan krisis komoditas. Indonesia harus bisa memberikan saran agar negara-negara maju anggota G20 memperhatikan kepentingan negara berkembang.
Menurutnya negara maju dan negara berkembang memiliki kepentingan yang sama yaitu pemulihan ekonomi yang merata dan solid. Hal ini penting untuk menghindari krisis lanjutan setelah krisis akibat pandemi Covid-19.
Bhima mengatakan forum G20 dapat dijadikan kesempatan untuk mendorong ekspor-ekspor yang lebih baik lagi di negara-negara anggota G20 dan menggaet investasi yang dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi khususnya di energi terbarukan, dan Bhima optimis bahwa Indonesia dapat melaksanakannya dengan baik.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute