Iklim Investasi di Indonesia Tak Terganggu Larangan Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng
Oleh : Aldia Putra
Investasi merupakan daya penggerak perekonomian di Indonesia, sehingga penting bagi pemerintah untuk menjaga agar iklim investasi di Indonesia tidak mengalami gangguan.
Di sisi lain pemerintah telah menetapkan larangan ekspor bahan baku minyak goreng, hal ini diyakini tidak akan mengganggu iklim investasi di Indonesia.
Pemerintah telah memutuskan untuk menyetop ekspor Refined Bleached, deodorized (RBD) Palm Olein yang merupakan bahan baku untuk dijadikan minyak goreng.
Larangan ini telah ditetapkan pada 28 April 2022 hingga tercapainya harga minyak goreng curah seharga Rp. 14.000 per liter di pasar tradisional.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia secara tegas mengatakan bahwa larangan ekspor RBD Palm Olein tidak akan mengganggu iklim investasi di Indonesia.
Dirinya menuturkan, bahwa sebenarnya keputusan pemerintah untuk melarang ekspor sementara bahan baku minyak goreng merupakan pilihan yang terbaik dari yang terburuk. Menurutnya kebijakan ini tidak perlu terjadi apabila pengusaha dan pemerintah bersedia untuk bersama-sama bergotong-royong untuk memprioritaskan kebutuhan minyak goreng di dalam negeri.
Bahlil juga memohon kepada para pengusaha agar tertib dan senantiasa mengikuti saran dari pemerintah. Bahlil juga menyayangkan akan adanya sejumlah pihak yang mengatakan bahwa kelangkaan minyak goreng di Indonesia, dikaitkan dengan adanya usaha dalam mengumpulkan dana untuk dijadikan sebagai logistik politik.
Dirinya juga menambahkan, bahwa sejauh ini Kementerian Investasi belum mendapatkan laporan terkait dengan komplain dari pengusaha asing dari negara manapun yang memprotes akibat kebijakan larangan ekspor ini. Dirinya juga menegaskan bahwa pengusaha harus taat kepada peraturan hukum Indonesia.
Tentu saja kebijakan ini diharapkan bisa menjadi solusi terhadap permasalahan minyak goreng selama ini. Kebijakan larangan ekspor tersebut tertuang dalam peraturan menteri perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2022 yang sifatnya sementara. Larangan ekspor tersebut mencakup minyak sawit mentah, RBD Palm Oil, RBP Palm Olein dan Used Cooking Oil.
Pada kesempatan berbeda KADIN (Kamar Dagang Indonesia) menilai bahwa larangan ekspor crude palm oil (CPO) dan minyak goreng bukan merupakan sentimen negatif yang berdampak pada investasi.
Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin bidang Maritim Investasi dan Luar Negeri, Shinta W. Kamdani mengatakan, imbas dari kebijakan tersebut tidaklah terlalu signifikan karena sifatnya yang sementara. Selain itu ada isu lain yang lebih dominan sebagai sentimen negatif terhadap iklim investasi di Indonesia dalam jangka pendek.
Dirinya juga mengatakan adanya sentimen negatif lain seperti risiko inflasi yang berlebihan, faktor ketidakpastian penyebaran pandemi pasca Lebaran atau ketidakpastian terkait keabsahan undang-undang Cipta Kerja. Faktor-faktor tersebut lebih dominan menciptakan sentimen negatif terhadap iklim investasi di Indonesia daripada kebijakan larangan ekspor minyak goreng. Pihaknya tetap merasa optimis terhadap realisasi investasi pada tahun ini bisa terus meningkat. Yang penting adalah fokus dan konsisten dalam memastikan stabilitas ekonomi makro sepanjang tahun.
Peneliti di Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi (Indef), Ahmad Heri Firdaus mengatakan simpang siur terkait dengan larangan ekspor crude palm oil (CPO) hingga polemik minyak goreng belakangan ini berpeluang dalam memengaruhi trust dari investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dirinya juga mendorong perbaikan UU Cipta Kerja dan upaya dalam memanfaatkan momentum Presidensi G20 dengan kesiapan proyek-proyek investasi nasional sambil melakukan promosi dan fasilitasi realisasi.
Tentu saja kebijakan ini harus dikawal hingga tuntas agar tidak terjadi kemunduran dalam bentuk kembalinya pandemi di tingkat nasional. Di sisi lain komitmen dari pelaku industri minyak sawit untuk mematuhi kebijakan larangan CPO juga amat diperlukan. Apalagi kebijakan ekstrem ini tidak mengganggu iklim investasi di Indonesia, sehingga larangan ini perlu dipatuhi agar masyarakat di Indonesia bisa mendapatkan minyak goreng dengan harga yang terjangkau.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute