Waspada Politik Uang Jelang Pemilu 2024
Oleh : Naufal Putra Bratajaya
Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah mulai terasa hangat oleh beberapa deklarasi dari parpol maupun bakal calon presiden yang telah diajukan oleh partai. Tentu saja kehangatan politis ini menjadi pertanda bahwa masyarakat harus berhati-hati dengan beragam manuver politik yang dilakukan oleh politisi, seperti politik uang.
Praktik politik uang memang tidak dibenarkan, apalagi ada sanksi bagi orang yang melakukan politik uang dalam pemilu 2024 tercantum dalam pasal 515 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (Pemilu).
Pasal 515 UU Pemilu bertuliskan, setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000.
Sedangkan ancaman pidana bagi perorangan atau individu yang melakukan politik uang pada hari pemungutan suara tercantum dalam Pasal 532 ayat (3) UU Pemilu.
Pasal 532 tersebut berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000.
Politik uang sendiri belum memiliki definisi yang baku. Istilah yang selama ini dikenal sebagai politik uang digunakan untuk menyatakan praktik korupsi politik, hingga pembelian suara. Politik uang merupakan upaya suap-menyuap pemilih dengan memberikan uang atau jasa supaya preferensi suara pemilih dapat diberikan kepada penyuap.
Jenis politik uang juga beragam. Ada hal-hal yang bisa dikategorikan politik uang, seperti pemanfaatan fasilitas negara untuk keuntungan pribadi kaitannya dengan Pemilu atau Pilkada. Yang lainnya bisa berupa pemberian fasilitas jalan raya maupun pemberian fasilitas jembatan yang menggunakan anggaran negara untuk kepentingan pribadi.
Untuk menanggulangi permasalah yang berkaitan dengan politik uang, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meminta kepada masyarakat untuk melapor ketika menemukan indikasi politik uang jelang pemilu 2024.
Politik uang di Indonesia merupakan hal yang sudah mendasar dan mendarah daging di masyarakat. Hal tersebut dikarenakan karena sudah menjadi kebiasaan yang melekat dalam masyarakat.
Pada kesempatan berbeda Aliansi Peduli Demokrasi menyebut perlu mewaspadai politik uang di mana hal tersebut akan melahirkan pemimpin yang korup. Ketua Aliansi Peduli Demokrasi Ahmad Nur berharap agar masyarakat dapat berperan aktif dalam memantau dan mengawasi proses pelaksanaan pemilu. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari stakholder dinas terkait terutama Bawaslu.
Bawaslu Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, meningkatkan pengawasan terhadap praktik politik uang dengan modus memanfaatkan aplikasi digital pada tahapan pemilu 2024.
Anggota Bawaslu Kabupaten Penajam Paser Utara, Mohammad Khazin menuturkan, Politik uang merupakan masalah setiap pemilu dan pilkada, oleh karena itu pihaknya akan terus meningkatkan pengawasan. Ia menegaskan bahwa Bawaslu akan memproses praktik politik uang yuang dilaporkan masyarakat atau yang langsung ditemukan Bawaslu.
Setiap dugaan praktik politik uang diproses sentra penegakkan hukum terpadu (gakkumdu), selanjutnya apakah terbukti atau tidak tergantung alat bukti yang ditemukan. Seiring perkembangan teknologi, menurutnya modus praktik politik uang di era digital bisa bertransformasi dengan memanfaatkan aplikasi digital.
Di era digitalisasi penyerahan uang atau praktik politik uang pada pemilu dan pilkada tidak dilakukan secara langsung, tetapi bisa dengan cara transfer uang melalui aplikasi yang ada di HP seperti OVO, DANA, Gopay dan aplikasi lain, bahkan bisa juga dengan rekening listrik hingga pulsa.
Khazin berujar bahwa Bawaslu juga mengantisipasi potensi praktik politik uang yang dilakukan melalui aplikasi digital, meski pengungkapan dugaan praktik politik uang melalui aplikasi digital tidaklah mudah.Bawaslu sendiri belum memiliki perangkat teknis yang dapat mendeteksi secara langsung dugaan praktik politik yang yang dilakukan secara digital.
Bawaslu Kabupaten Penajam juga mengingatkan kepada semua pihak untuk menolak segala bentuk politik uang, dan masyarakat diminta untuk melaporkan jika terjadi pelanggaran politik uang dan pelanggaran pemilu lainnya dengan bukti dan saksi kepada petugas Bawaslu di kecamatan, desa/kelurahan atau kepada Bawaslu Kabupaten.
Pada pemilu 2024 ini salah satu tantangan terberat adalah di mana masyarakat telah menormalisasi praktik politik uang, bahkan tidak sedikit masyarakat yang enggan berangkat ke TPS jika tidak ada caleg yang membagikan uang.
Oleh karena itu, kewaspadaan terhadap praktik politik uang tidak bisa selesai dalam sekali membuka buku perkara, karena politik uang masa kini telah melibatkan banyak pihak. Sehingga dibutuhkan pula pengawasan dari masyarakat guna mewaspadai praktik kecurangan ini.
)* Penulis adalah Analis pada Lembaga Inti Media