spot_img
BerandaUncategorizedWaspada Keterlibatan Kekuatan Eksternal dalam Penolakan UU TNI

Waspada Keterlibatan Kekuatan Eksternal dalam Penolakan UU TNI

Waspada Keterlibatan Kekuatan Eksternal dalam Penolakan UU TNI

 

Jakarta – Kepala Staf Resimen Mahasiswa Indonesia, M. Arwani Deni, menilai terdapat indikasi keterlibatan kekuatan eksternal dalam polemik penolakan UU TNI belakangan ini.

 

Arwani menyebut isu yang berkembang saat ini tidak hanya berkaitan dengan dinamika politik domestik, tetapi juga berpotensi terkait dengan konflik geopolitik di kawasan Pasifik.

 

“Kita tidak bisa menutup mata bahwa Indonesia sebagai negara besar memiliki peran strategis, dan ada pihak-pihak yang tidak menginginkan Indonesia semakin kuat, baik secara militer maupun ekonomi,” ujar Arwani.

 

Arwani menekankan bahwa posisi Indonesia di tengah rivalitas global semakin signifikan, terutama setelah masuknya Indonesia dalam BRICS. Blok ekonomi ini beranggotakan negara-negara besar seperti China, Rusia, Brasil, India, dan Afrika Selatan, yang selama ini dianggap sebagai kekuatan penyeimbang dominasi Barat.

 

“Kita harus sadar, masuknya Indonesia ke BRICS bukan sekadar langkah ekonomi, tetapi juga mencerminkan keberpihakan pada multipolaritas dunia. Ini tentu tidak diinginkan oleh negara-negara yang selama ini ingin mempertahankan hegemoni mereka,” ungkapnya.

 

 

 

 

Keberadaan Indonesia dalam BRICS dan revisi UU TNI, imbuhnya, akan memberikan dampak signifikan bagi ketahanan nasional, termasuk dalam bidang pertahanan.

 

 

 

 

“Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS dan Revisi UU TNI justru menjadi bagian dari upaya meningkatkan profesionalisme dan kesiapan militer Indonesia dalam menghadapi ancaman global. Penolakan yang tidak berdasar ini harus kita curigai apakah ada intervensi dari pihak asing,” jelas Arwani.

 

 

 

 

Lebih lanjut, Arwani menekankan bahwa narasi yang dibangun dalam menolak revisi UU TNI sering kali tidak berdasarkan fakta yang akurat, melainkan lebih banyak didorong oleh opini yang menggiring persepsi negatif terhadap militer.

 

 

 

 

“Kalau kita telaah, banyak argumen yang digunakan untuk menolak UU ini lebih bersifat emosional dibandingkan substansial. Ini pola klasik yang sering digunakan untuk melemahkan institusi pertahanan negara,” tambahnya.

 

 

 

 

Ia pun berharap seluruh masyarakat dapat lebih memahami konteks besar dari revisi UU TNI ini.

 

 

 

 

Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, telah menegaskan bahwa semangat di balik revisi UU TNI adalah penguatan profesionalisme militer yang tetap dalam koridor reformasi.

 

 

 

 

Menurutnya, penyesuaian usia pensiun perwira tinggi misalnya, bukan dimaksudkan untuk memperpanjang kekuasaan personal, melainkan untuk menjamin kesinambungan kepemimpinan strategis di tubuh TNI.

 

 

 

 

“Kebijakan ini justru merupakan langkah preventif agar stabilitas komando tidak mudah terganggu oleh faktor administratif. Seluruh proses yang dijalankan tetap menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan tidak membuka ruang kembalinya peran militer dalam ranah sipil,” tutur Menhan.

 

 

 

 

Sjafrie menilai bahwa tuduhan tentang kebangkitan dwifungsi militer adalah kekeliruan yang tidak mencerminkan isi dari regulasi yang tengah dibahas.