spot_img
BerandaEkonomiUU Cipta Kerja Menjamin Kepastian dan Kemudahan Berusaha UMKM

UU Cipta Kerja Menjamin Kepastian dan Kemudahan Berusaha UMKM

UU Cipta Kerja Menjamin Kepastian dan Kemudahan Berusaha UMKM


Oleh : Deka Prawira 


Pandemi Covid-19 mengharuskan Indonesia untuk tetap kuat baik di sektor kesehatan maupun ekonomi. Sehingga pertumbuhan ekonomi harus tetap berjalan. Untuk itu, UU Cipta Kerja hadir menawarkan beragam manfaat, baik untuk pekerja dan juga para pelaku usaha.


Bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), manfaat yang diperoleh dari UU Cipta Kerja adalah berupa dukungan dalam bentuk kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single Submision).


Pelaku UMKM juga diberikan kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), mendirikan Perseroan Terbuka (PT) perseorangan, hingga persyaratan yang dipermudah dan biaya yang murah.


Contohnya dalam pendirian PT tidak dibutuhkan akta notaris pendirian perusahaan, namun hanya memerlukan pernyataan-pernyataan perseroan yang dilakukan secara elektronik dan disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Hal ini tentu saja dapat mendorong akan adanya kepastian legalitas bagi para pelaku UMKM.


UU Cipta Kerja juga akan memberikan kemudahan dan kepastian kepada para pelaku usaha dalam mendapatkan perizinan berusaha dengan penerapan perizinan berbasis risiko (risk based approach) dan penerapan standar.

Selama ini pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan berbasis izin (license based approach) yang berlapis-lapis, baik level kantor administrasinya maupun tingkat regulasinya, tanpa melihat besar-kecil kompleksitas dampaknya dan dipukul rata untuk semua jenis usaha.
Para pelaku usaha juga akan mendapatkan insentif maupun kemudahan, baik dalam bentuk insentif fiskal maupun kemudahan dan kepastian pelayanan dalam rangka investasi, di samping adanya bidang kegiatan usaha yang lebih luas untuk dapat dimasuki investasi, dengan mengacu kepada bidang usaha yang diprioritaskan pemerintah.
Di sisi lain, UU Cipta Kerja mampu menciptakan peluang baru bagi dunia usaha maupun tenaga kerja terlebih di masa pandemi Covid-19 ini. Banyak sekali stimulus untuk siapapun yang ingin memulai wirausaha. UU Cipta Kerja juga memberikan kepastian misalnya terkait pemberdayaan, perlindungan UMKM dan kemudahan berusaha. Hal ini bisa menjadi solusi bagi pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk memulai usaha.
Pemerintah juga memberikan banyak stimulus bagi UMKM agar bertahan dari dampak pandemi. Salah satunya adalah adanya kemudahan pendirian usaha terutama UMKM.
Di dalam klaster UMKM terdapat banyak perubahan dalam masalah perizinan. Pelaku UMKM diberi kemudahan melalui penyederhanaan jumlah izin usaha yang diperlukan. Hal ini tentunya akan berdampak pada percepatan legalitas usaha dan kepercayaan dari masyarakat. Hal ini berpotensi membuka peluang bagi para pelaku UMKM untuk berekspansi dan mendapatkan modal.
UU Cipta Kerja mempermudah investor asing untuk menanamkan modal pada perusahaan kecil dan menengah. Jika ini bisa dilakukan, bukan mustahil akan ada pertumbuhan devisa dari perusahaan kecil dan menengah yang berkembang. Hal ini juga akan membuka lapangan kerja sehingga bisa mengurangi pengangguran. Efek lebih luasnya tentu saja dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian untuk kembali bergerak ke arah positif.
UU Cipta Kerja merupakan bentuk win win solution yang dihadirkan pemerintah atas bermacam permasalahan yang selama ini terjadi dalam bidang usaha dan pengelolaan ketenagakerjaan. Ini tentu saja dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, karena dengan adanya kemudahan regulasi perizinan, investor akan semakin tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.
UU Cipta Kerja diharapkan dapat menjawab tantangan globalisasi saat ini dan sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama dan pasca pandemi. UU Cipta Kerja juga menjamin adanya kemudahan bagi para pelaku usaha dan menjamin hak pekerja yang terdampak PHK, tentu saja regulasi ini diperlukan demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute