UU Cipta Kerja Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Oleh : Deka Prawira
Pemerintah terus berupaya mempermudah perizinan melalui penerapan Undang-Undang Cipta Kerja. Dengan kemudahan perizinan tersebut, maka diharapkan akan menarik minat investor dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Perekonomian Indonesia sempat tertekan saat Pandemi Covid-19 melanda. Tekanan ekonomi tersebut ditandai dengan banyaknya Perusahaan yang terpaksa melakukan layoff terhadap beberapa karyawan sehingga membuat daya beli masyarakat menurun.
Hal inilah yang membuat pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, salah satunya adalah melalui pengesahan UU Cipta kerja.
UU Cipta Kerja (Ciptaker) ini diharapkan mampu membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. UU ini adalah terobosan pemerintah untuk mempercepat perizinan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan oleh karenanya perlu dilaksanakan agar dapat mendatangkan banyak investasi serta membuka lapangan kerja di Indonesia.
UU Ciptaker juga mendukung pelaku UMKM untuk semakin mudah dalam menjalankan usahanya, salah satunya adalah adanya kemudahan serta kepastian dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single Submission).
Kehadiran UU Ciptaker ini diyakini akan mendorong pertumbuhan bisnis dan investasi di Tanah Air melalui reformasi regulasi dan kemudahan dalam berusaha. Kehadirannya dapat menjadi akselerasi pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19. UU Ciptaker yang terdiri dari 116 pasal ini ternyata mampu merevisi 77 UU sebelumnya yang ternyata berisi UU yang saling tumpang tindih dan tidak ada kepastian.
Adapun UU Cipta kerja ini menyentuh masalah perizinan dan penanaman modal di mana implementasi dari UU ini sebagai upaya meningkatkan investasi yang akan membuka lapangan kerja lebih luas.
UU Cipta Kerja merupakan bentuk win win solution yang dihadirkan pemerintah atas bermacam permasalahan yang selama ini terjadi dalam bidang usaha dan pengelolaan ketenagakerjaan.
Beragam dampak positif ini tentu saja dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, karena dengan adanya kemudahan regulasi perizinan, maka para penanam modal akan semakin tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, sehingga tidak ada lagi pengurusan yang berbelit-belit ketika ada investor yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia.
Perlu diketahui bahwa peringkat kemudahan berusaha Indonesia pada tahun 2020 cenderung stagnan dibanding tahun sebelumnya yakni posisi ke-73 dari 190 negara. Angka ini masih jauh dari target Presiden Jokowi yang mematok kemudahan berusaha di peringkat 40.
Dalam laporan yang ditulis oleh World Bank tersebut, Indonesia masih tertinggal dari Singapura, Malaysia, Thailand, Ukraina, Armenia dan Vietnam. Sedangkan dari segi daya saing, Indonesia juga masih jauh tertinggal dari Singapura. Berdasarkan data IMD World Competitiveness Ranking 2020, daya saing Indonesia turun peringkat dari 32 menjadi 40 dalam daftar tersebut.
Adapun negara dengan peringkat daya saing tertinggi berdasarkan data tersebut ditempati Singapura, Denmark, Swiss dan Belanda. Empat Indikator penilaian daya saing tersebut berdasarkan kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis serta infrastruktur.
UU Cipta Kerja menjadi salah satu motor bagi pemerintah untuk meningkatkan daya saing ekonomi khususnya di level Asia Tenggara. Kemudahan perizinan berusaha dan berinvestasi menjadi hal yang disorot oleh pemerintah.
Dengan mudahnya pengurusan izin usaha, diharapkan iklim investasi di Indonesia akan membaik. Baik untuk investor lokal maupun investor asing yang tertarik menanamkan modalnya di tanah air. Sehingga hal ini akan berdampak pada terbukanya lapangan kerja dan menurunnya angka pengangguran.
UU Cipta Kerja juga diharapkan dapat menjawab tantangan globalisasi saat ini dan sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia pasca pandemi Covid-19.
Undang-undang cipta kerja menjadi modal utama untuk pertumbuhan ekonomi. Regulasi ini diyakini mampu merampingkan hyperegulasi yang sudah lama menjadi hambatan untuk pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor investasi.
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia bukanlah isapan jempol belaka, asalkan target ini diiringi dengan regulasi yang membuat para pelaku usaha serta investor menjadi bersemangat untuk mengambil peran dalam menggerakkan perekonomian di Indonesia.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi institute