UU Cipta Kerja Mempermudah Pendirian Koperasi
Oleh : Astrid Widia
Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) merupakan aturan yang mampu menyederhanakan tumpang tindih regulasi. Dengan adanya aturan tersebut, perizinan usaha termasuk pendirian koperasi akan lebih mudah dilaksanakan.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menuturkan, bahwa UU Cipta kerja memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendirikan koperasi. Dirinya juga mempersilahkan masyarakat untuk bisa memanfaatkan kemudahan yang disediakan pemerintah untuk mengangkat perekonomian Indonesia.
Berbeda dengan UU Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992, UU Cipta Kerja memberikan kemudahan syarat pendirian. Jika UU 25/1992 mengharuskan koperasi primer didirikan sekurang-kurangnya 20 orang. UU Cipta kerja hanya mensyaratkan minimal 9 orang.
Sementara untuk pendirian koperasi sekunder, hanya dibutuhkan sekurang-kurangnya tiga koperasi. Bahkan, koperasi juga bebas memanfaatkan teknologi untuk menggelar rapat.
Airlangga menilai, selain memudahkan cara kerja koperasi, penggunaan teknologi juga bisa menuntun koperasi dengan perkembangan digital. Bahkan, koperasi harus siap menghadapi digitalisasi yang bakal terjadi di Indonesia. Berdasarkan data dari BPS, jumlah koperasi di Indonesia memang mengalami peningkatan, namun belum signifikan. Pada 2021, jumlah koperasi di Indonesia berada di angka 127.846 unit di seluruh Indonesia. Jumlah ini bertambah sekitar ratusan ribu dari tahun sebelumnya yang hanya 127.124 unit.
Menurut catatan Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) jumlah koperasi aktif meningkat di masa pandemi. Tercatat pada tahun 2019 jumlah koperasi aktif sebanyak 123.048 unit dengan volume usaha Rp 154 triliun dan jumlah anggota sekitar 22 juta orang. Sedangkan pada Desember 2020, jumlah koperasi aktif sebanyak 127.124 unit dengan volume usaha Rp 174 triliun dan jumlah anggota sekitar 25 juta orang.
Airlangga juga berharap, kemudahan pendirian koperasi yang diberikan melalui UU Cipta Kerja bisa mendongkrak peningkatan jumlah koperasi di Indonesia. Sebab, selain UMKM, koperasi juga merupakan soko guru ekonomi Indonesia. Terlebih, UU Cipta Kerja memberikan keleluasaan bagi koperasi untuk menerapkan prinsip syariah dalam ekonomi. Hal ini merujuk pada demografi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Keleluasaan penerapan prinsip syariah tersebut diatur dalam beleid Pasal 86 UU Cipta kerja yang menambahkan Pasal 44A dalam UU perkoperasian. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan koperasi dan UMKM telah resmi diundangkan. PP tersebut ternyata merupakan peraturan turunan dari UU Cipta kerja.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki, menilai adanya UU Cipta Kerja membuat koperasi dan UKM mempunyai kepastian usaha. Teten mengatakan, salah satu prioritas KemenkopUKM yang akan dilakukan melalui PP adalah penyusunan basis data tunggal usaha mikro, kecil dan menengah yang akurat. Dirinya mengatakan penyusunan data tersebut akan menggandeng BPS untuk melakukan sensus, tidak untuk menghitung jumlah tapi untuk mendapatkan data UMKM berdasarkan by the name by address.
Selain itu, Teten juga menjelaskan PP tersebut juga mengatur tentang pengalokasian 30% area infrastruktur publik bagi koperasi dan UMKM. Pihaknya akan bekerja sama lintas kementerian atau lembaga (K/L). Sebab, pengelolaannya di luar KemenkopUKM dan akan dituangkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB)
Pada kesempatan berbeda, Managing Director Institute of Developing Economies And Entrepreneureship, Sutrisno Iwantono menyebutkan bahwa secara keseluruhan UU Cipta Kerja khususnya klaster Koperasi dan UMKM memiliki isi yang bagus. Serta memiliki semangat untuk pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Selama ini sektor Koperasi dan UMKM cukup memberi peluang dalam penciptaan lapangan kerja. Bukan hanya syarat pembentukan, namun pemberdayaan koperasi juga harus diutamakan.
Dalam UU Cipta Kerja telah diatur bahwa buku daftar anggota dapat berbentuk dokumen tertulis atau elektronik dengan tujuan untuk memudahkan pengadministrasian daftar anggota lebih cepat dan akurat. Rapat anggota dapat dilakukan secara daring atau luring, usaha koperasi dapat dilaksanakan secara tunggal atau serba usaha, sementara untuk koperasi syariah wajib memiliki dewan pengawas syariah.
Dengan beragam kemudahan dalam pendirian koperasi, tentu saja akan terbuka kesempatan bagi kalangan milenial untuk mengembangkan koperasi. Bentuknya pun bisa disesuaikan dengan tren kalangan muda, misalnya dengan transformasi ekonomi digital dan koperasi digital. Dengan adanya kemudahan ini, semakin banyak koperasi yang akan tumbuh dan memperkuat perekonomian nasional.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini