Sinergi TNI-Polri dan Pemuda, Kunci Stabilitas Nasional di Hari Sumpah Pemuda
Sinergi TNI-Polri dan Pemuda, Kunci Stabilitas Nasional di Hari Sumpah Pemuda
Oleh: Usman Ari Hidayat
Peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober 2025 menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali semangat persatuan, kebersamaan, dan pengabdian bagi bangsa. Di tengah dinamika sosial dan politik yang bergerak cepat, peringatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi panggilan moral bagi seluruh elemen bangsa terutama generasi mudauntuk menjaga harmoni nasional. Dalam konteks itu, kesiapan TNI dan Polri dalam mengamankan jalannya peringatan menjadi simbol bahwa negara hadir dan siaga dalam memastikan ketenangan publik.
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Jenderal TNI (Purn) Djamari Chaniago, menegaskan bahwa aparat keamanan telah berada dalam kondisi siap siaga penuh untuk menjaga stabilitas nasional. Ia memantau langsung kesiapan pasukan cadangan TNI di kawasan Monas, Jakarta, sebagai bentuk keyakinan bahwa seluruh elemen pertahanan negara siap menjalankan tugas. Pesan yang disampaikan Djamari sesungguhnya mencerminkan semangat kepemimpinan yang berorientasi pada ketegasan dan kehadiran negara di tengah masyarakat. Dalam pandangannya, menjaga keamanan bukan sekadar tugas rutin aparat, tetapi panggilan moral yang berkaitan langsung dengan masa depan bangsa.
Ia juga mengingatkan bahwa stabilitas keamanan menjadi pondasi utama bagi pembangunan nasional. Kemajuan di berbagai bidang yang kini dirasakan masyarakat Indonesia, menurutnya, tidak akan mungkin tercapai tanpa situasi politik dan keamanan yang kondusif. Capaian seperti ketahanan pangan, pembangunan sekolah-sekolah baru di berbagai daerah, hingga stabilitas ekonomi dengan pertumbuhan 5,12 persen dan inflasi terjaga antara dua hingga tiga persen, merupakan bukti bahwa negara berada dalam kondisi stabil. Situasi yang damai memungkinkan pemerintah fokus menjalankan program pembangunan tanpa gangguan.
Kesiapsiagaan TNI dan Polri menjelang Sumpah Pemuda bukan hanya sebatas langkah teknis keamanan, tetapi juga bagian dari strategi menjaga kohesi sosial. Di era digital yang sarat dengan informasi dan disinformasi, potensi gesekan sosial bisa muncul sewaktu-waktu. Karena itu, kehadiran aparat di lapangan menjadi sinyal penting bahwa negara tidak membiarkan ruang publik dikuasai oleh provokasi atau narasi pemecah belah.
Namun, tanggung jawab menjaga persatuan tidak hanya menjadi beban aparat keamanan. Generasi muda juga memiliki peran vital dalam memperkuat semangat kebangsaan di tengah perubahan zaman. Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Ali Hanafiah, menekankan pentingnya dukungan pemuda terhadap aparat penegak hukum. Ia menggarisbawahi bahwa langkah-langkah Polri dan TNI dalam menjaga keamanan harus dipahami sebagai bagian dari upaya menjaga keutuhan bangsa.
Ali juga mengajak generasi muda agar tidak terjebak dalam arus provokasi yang dapat memecah belah masyarakat. Pemuda, menurutnya, memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga harmoni sosial serta menjadi pelopor perdamaian di tengah perbedaan pandangan. Ajakan tersebut relevan dengan semangat Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 1928, di mana para pemuda dari berbagai latar belakang suku, agama, dan budaya bersepakat untuk bersatu dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia.
Tantangan masa kini memang berbeda, tetapi substansinya tetap sama: menjaga persatuan di tengah keberagaman. Di era digital saat ini, tantangan justru datang dari ruang maya—tempat di mana informasi dapat dengan mudah disebarluaskan tanpa verifikasi. Karenanya, semangat nasionalisme yang dulu diwujudkan melalui pertemuan fisik, kini perlu diterjemahkan dalam bentuk literasi digital dan tanggung jawab sosial di dunia maya.
Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) juga menegaskan pentingnya menanamkan nilai-nilai nasionalisme di seluruh lini kehidupan, termasuk di ruang digital. Staf Ahli Kemenpora, Suyadi Pawiro, menyampaikan bahwa semangat Sumpah Pemuda harus menjadi refleksi dan cermin bagi generasi muda dalam menumbuhkan nilai persatuan dan kreativitas di masa depan. Pesan ini menggambarkan bahwa nasionalisme tidak hanya hidup dalam seremoni, tetapi juga harus diwujudkan dalam keseharian, termasuk melalui etika bermedia sosial dan kolaborasi kreatif di dunia digital.
Dalam konteks tersebut, figur publik seperti musisi Indra Prasta dari grup The Rain turut menegaskan pentingnya keseimbangan antara semangat dan etika dalam berekspresi di ruang digital. Ia menilai, pemuda adalah cermin bangsa yang seharusnya menggunakan energi dan kreativitas untuk menyebarkan hal-hal positif. Pesan ini relevan dengan situasi saat ini, di mana generasi muda memiliki kekuatan besar untuk memengaruhi opini publik, membentuk narasi, dan menggerakkan solidaritas sosial melalui media digital.
Kesiapan TNI dan Polri dalam mengamankan peringatan Sumpah Pemuda, ditambah komitmen pemerintah dan masyarakat sipil untuk menjaga persatuan, menunjukkan bahwa semangat kebangsaan tidak pernah padam. Justru di tengah berbagai tantangan global, semangat itu semakin menemukan bentuknya: kolaboratif, inklusif, dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Momentum Sumpah Pemuda 2025 hendaknya dijadikan titik tolak untuk memperkuat kesadaran bersama bahwa keamanan dan persatuan adalah syarat utama kemajuan bangsa. Pembangunan ekonomi, pendidikan, dan kesejahteraan tidak akan berarti apa-apa bila negara tidak dalam keadaan aman dan masyarakatnya terpecah belah.
Dalam suasana peringatan yang penuh semangat ini, peran pemuda menjadi kunci. Mereka bukan hanya penerus tongkat estafet bangsa, tetapi juga agen perubahan yang menentukan arah masa depan Indonesia. Dengan sinergi antara aparat keamanan, pemerintah, dan masyarakat, cita-cita “Indonesia Emas” 2045 bukan sekadar impian, melainkan keniscayaan yang sedang diwujudkan langkah demi langkah.
Oleh karena itu, menjaga keamanan, memperkuat solidaritas, serta menanamkan semangat kebangsaan dalam setiap aspek kehidupan harus menjadi prioritas bersama. Sumpah Pemuda bukan hanya kenangan sejarah, tetapi pedoman moral yang terus relevan: bahwa Indonesia akan kuat, selama rakyatnya bersatu.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Khatulistiwa