Setahun Prabowo-Gibran Mantapkan Kemandirian Energi dan Hilirisasi Pangan Demi Perluasan Lapangan Kerja
Setahun Prabowo-Gibran Mantapkan Kemandirian Energi dan Hilirisasi Pangan Demi Perluasan Lapangan Kerja
Oleh : Veronia Candra
Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi tonggak penting dalam perjalanan sektor strategis: swasembada energi, hilirisasi pangan, dan penciptaan lapangan kerja. Ketiganya ekonomi nasional. Di tengah dinamika global dan tantangan domestik, pemerintah berhasil menorehkan capaian konkret di tiga menjadi pilar utama menuju kemandirian ekonomi yang selama ini menjadi cita-cita bangsa.
Dalam bidang energi, capaian nyata terlihat dari peningkatan produksi minyak dan percepatan transisi energi bersih. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa lifting minyak nasional meningkat dari 580.000 barel menjadi 605.000 barel per hari sepanjang 2025. Kenaikan ini menandakan efisiensi operasional dan keberhasilan pemerintah dalam menjaga kestabilan pasokan energi nasional. Tak hanya itu, bauran energi baru terbarukan juga meningkat signifikan dari 11 persen menjadi 15,5 persen terhadap total listrik nasional.
Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam membangun kemandirian energi yang berkelanjutan. Bahlil menilai, pencapaian swasembada energi tidak dapat disamakan dengan sektor lain karena memerlukan modal, teknologi, dan waktu panjang untuk melihat hasilnya. Proses eksplorasi dan produksi di sektor energi memang membutuhkan ketekunan, dan keberhasilan dalam setahun terakhir menjadi bukti kerja keras yang terukur.
Kemandirian energi bukan semata soal peningkatan produksi, tetapi juga soal kedaulatan. Dalam konteks ekonomi global yang rentan terhadap gejolak harga minyak, kemampuan Indonesia memperkuat energi nasional menjadi penopang penting bagi stabilitas fiskal dan daya saing industri. Pemerintah menyadari bahwa tanpa energi yang kuat dan mandiri, hilirisasi industri tidak akan berjalan optimal.
Di sektor pangan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menunjukkan arah baru pembangunan pertanian nasional melalui kebijakan hilirisasi. Pemerintah menargetkan agar Indonesia tidak lagi menjadi pengekspor bahan mentah, tetapi menjadi produsen produk bernilai tambah tinggi. Program hilirisasi yang dicanangkan meliputi sektor perkebunan, hortikultura, dan peternakan dengan fokus utama pada komoditas strategis seperti kelapa, gambir, dan sawit.
Amran menjelaskan bahwa potensi ekonomi dari hilirisasi kelapa sangat besar. Indonesia mengekspor sekitar 2,8 juta ton kelapa per tahun dengan nilai Rp24 triliun. Namun, jika diolah menjadi produk turunan seperti santan atau Virgin Coconut Oil (VCO), nilai itu bisa meningkat hingga seratus kali lipat. Artinya, potensi devisa bisa mencapai Rp2.400 triliun, bahkan separuhnya saja mampu menembus Rp1.200 triliun.
Langkah serupa juga diterapkan pada komoditas gambir yang selama ini menyuplai hampir 80 persen kebutuhan dunia. Melalui hilirisasi, produk turunan gambir akan dimanfaatkan untuk industri tinta, farmasi, hingga kosmetik. Program ini tidak hanya menambah nilai ekspor, tetapi juga memperkuat struktur industri dalam negeri agar tidak bergantung pada impor bahan jadi.
Amran juga menyoroti keterkaitan antara hilirisasi pangan dan ketahanan energi. Sebagai produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia, Indonesia kini mengalihkan sebagian produksinya untuk bahan baku biodiesel (B50). Langkah ini secara langsung memperkuat ketahanan energi sekaligus menghemat devisa negara. Menurutnya, jika 5,3 juta ton CPO dialihkan untuk program biodiesel, impor solar bisa dihentikan, dan Indonesia memiliki posisi tawar lebih tinggi di pasar global.
Selain mendorong nilai tambah, program hilirisasi juga menjadi sumber baru penciptaan lapangan kerja. Pemerintah menyiapkan anggaran Rp9,95 triliun dari anggaran belanja tambahan untuk pengembangan perkebunan dan hortikultura, termasuk bantuan benih dan bibit gratis bagi petani di seluruh Indonesia. Dengan cakupan lahan mencapai 800 ribu hektare, program ini diproyeksikan mampu menyerap 1,6 juta tenaga kerja baru dalam dua tahun mendatang.
Capaian di sektor energi dan pangan pada akhirnya bermuara pada hal yang paling penting: kesejahteraan rakyat. Pemerintah tidak hanya berfokus pada angka pertumbuhan, tetapi juga memastikan manfaat pembangunan dapat dirasakan hingga ke tingkat akar rumput. Ketika petani memiliki nilai tambah dari hasil panen, ketika pekerja lokal terserap di industri hilirisasi, dan ketika biaya energi semakin efisien, maka di sanalah makna pembangunan sesungguhnya hadir.
Kebijakan swasembada energi dan hilirisasi pangan yang dijalankan pemerintahan Prabowo-Gibran merupakan bagian dari strategi besar untuk membangun ekonomi berdikari. Dalam jangka panjang, arah kebijakan ini akan memperkuat ketahanan ekonomi nasional sekaligus membuka jalan menuju industrialisasi berbasis sumber daya domestik.
Satu tahun pertama pemerintahan ini dapat dikatakan sebagai periode peletakan fondasi ekonomi baru. Pemerintah menunjukkan keberanian mengambil langkah-langkah strategis yang mungkin belum menghasilkan efek penuh dalam waktu singkat, tetapi akan berdampak besar bagi masa depan bangsa. Kemandirian energi yang mulai terbentuk, hilirisasi pangan yang memperluas rantai nilai, serta terciptanya lapangan kerja di berbagai wilayah merupakan bukti bahwa visi “Indonesia Maju dan Mandiri” tidak berhenti pada slogan.
Pemerintahan Prabowo-Gibran sedang menulis bab baru dalam perjalanan pembangunan nasional. Ketika energi dikelola di dalam negeri, pangan diolah menjadi produk bernilai tinggi, dan rakyat memiliki pekerjaan yang layak, maka Indonesia tidak hanya tumbuh — tetapi berdaulat. Tahun pertama ini menjadi awal yang menjanjikan menuju kemandirian sejati, di mana pembangunan tidak sekadar dinikmati oleh segelintir pihak, tetapi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia.
)* Penulis adalah kontributor Jaringan Muda Indonesia Maju (JMIM)