RUU Penyiaran Harus Segera Dituntaskan Jawab Tantangan Perang Digital

RUU Penyiaran Harus Segera Dituntaskan Jawab Tantangan Perang Digital

Jakarta – Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran menjadi langkah strategis yang mendesak untuk segera diselesaikan guna menjawab tantangan penyiaran digital yang semakin kompleks. Di tengah gelombang disrupsi informasi dan pertumbuhan pesat platform digital, Indonesia memerlukan regulasi yang adaptif, terintegrasi, dan kuat secara hukum.

 

Anggota Komisi I DPR RI, Andina Thresia Narang, menegaskan pentingnya percepatan pembahasan Revisi UU Penyiaran sebagai jawaban atas kebutuhan akan regulasi yang mampu mengimbangi perkembangan teknologi komunikasi saat ini. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama para pakar dan akademisi, ia menekankan bahwa revisi ini sangat penting tidak hanya secara hukum, tetapi juga dari aspek sosial dan kultural.

 

“Urgensi Revisi Undang-Undang Penyiaran ini sangat penting di zaman sekarang. Generasi muda kini hidup dalam arus disrupsi informasi, konten digital yang tidak memiliki batasan seperti televisi konvensional,” ujar Andina.

 

Menurutnya, regulasi yang ada saat ini belum cukup kuat dalam melindungi masyarakat, terutama anak-anak, dari konten yang tidak sesuai. Penguatan lembaga pengawasan dan pembentukan regulasi yang lebih spesifik terhadap penyiaran digital, agar mampu membentengi generasi muda dari paparan informasi yang tidak terkendali.

 

Sejalan dengan hal tersebut, revisi UU Penyiaran juga diharapkan menjadi momentum untuk menghadirkan kepastian hukum yang inklusif dan progresif. Konvergensi media yang menyatukan penyiaran konvensional dengan platform digital seperti YouTube, TikTok, dan layanan OTT menjadi realitas yang tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, pembaruan regulasi sangat diperlukan agar seluruh bentuk penyiaran dapat diatur secara setara dan adil.

 

Pengamatan komunikasi dan media dari Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo, mengatakan bahwa pentingnya pasal-pasal konvergensi media dalam revisi tersebut. Menurutnya, penyiaran digital harus diposisikan sejajar dengan penyiaran konvensional dalam kerangka hukum nasional.

 

“Platform digital tidak bisa terus dipisahkan dari penyiaran konvensional. Konvergensi sudah menjadi realitas, sehingga perlu diatur secara setara namun adil,” ujar Suko Widodo.

 

Sebagai contoh praktik baik, Suko menyinggung sistem regulasi di Amerika Serikat melalui Federal Communications Commission (FCC), yang mengatur semua bentuk penyiaran dalam satu regulasi terpadu dan adaptif terhadap perkembangan teknologi.

 

“Amerika Serikat sejak lama menerapkan satu regulasi menyeluruh, yang mengakomodasi penyiaran televisi, radio, hingga platform digital berbasis internet. Hal ini memudahkan pengawasan, perizinan, hingga perlindungan konsumen,” kata Suko.

 

Melalui revisi UU Penyiaran, Indonesia diharapkan mampu menghadirkan regulasi yang relevan dengan zaman, mampu melindungi kepentingan publik, serta menjamin hak atas informasi yang sehat dan bertanggung jawab. Penyelesaian RUU ini menjadi bagian penting dari strategi nasional dalam memenangkan perang digital melalui sistem penyiaran yang berdaulat, inklusif, dan berkelanjutan.