Jakarta – Revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi momentum penting dalam memperkuat prinsip netralitas dan profesionalitas militer di Indonesia.
Dalam pembaruan tersebut, sejumlah aturan ditegaskan kembali untuk memastikan TNI tetap berada dalam koridor supremasi sipil dan demokrasi.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menekankan bahwa prajurit aktif tetap dilarang terlibat dalam bisnis dan politik praktis, sesuai dengan semangat profesionalisme militer.
“Tetap dilarang, tidak boleh berbisnis, tidak boleh menjadi anggota parpol,” tegas Puan.
Ia menjelaskan bahwa aturan ini sejalan dengan kebutuhan menjaga fokus TNI pada tugas pokok pertahanan negara tanpa terjebak pada kepentingan ekonomi dan politik.
Lebih lanjut, Puan menekankan bahwa revisi ini juga membatasi jumlah jabatan publik yang dapat diisi oleh prajurit aktif.
Hanya 14 kementerian dan lembaga yang secara resmi diperbolehkan menerima personel TNI aktif dalam struktur organisasinya.
“Kalau di luar dari pasal 47 bahwa cuma ada 14 kementerian lembaga yang bisa diisi TNI aktif, yang TNI aktif itu harus mundur,” ujarnya.
Ia berharap publik dapat membaca dengan cermat isi UU yang telah diperbarui tersebut agar tidak timbul kesalahpahaman.
Puan juga mengimbau masyarakat untuk menghindari prasangka buruk terhadap kebijakan baru ini.
Sementara itu, Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, menegaskan bahwa pembaruan UU TNI bertujuan untuk mempertahankan profesionalisme prajurit dalam menghadapi tantangan zaman.
Ia menjelaskan bahwa perubahan dalam undang-undang ini tidak hanya sekadar penyesuaian administratif, tetapi juga bagian dari transformasi strategis guna menghadapi ancaman baik konvensional maupun non-konvensional.
“TNI adalah tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional,” ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, menyoroti salah satu poin dalam revisi UU TNI, yaitu rencana penambahan usia pensiun prajurit hingga 60 tahun.
Menurutnya, kebijakan ini masih dalam tahap kajian menyeluruh dengan mempertimbangkan aspek keuangan negara.
“Kita akan melihat dari aspek keuangan, kebutuhan jabatan dalam ketentaraan, dan lainnya. Semua akan dibahas dalam forum yang telah ditentukan,” ujarnya.
Maruli juga menyinggung polemik terkait penempatan prajurit aktif di kementerian dan lembaga negara lainnya.
Ia menegaskan bahwa isu ini tidak perlu dibesar-besarkan karena semua akan berjalan sesuai mekanisme yang berlaku.
“Keputusan akhir akan mengikuti mekanisme yang ada, dan kami akan loyal seratus persen dengan keputusan tersebut,” jelasnya.