Revisi UU Penyiaran Bukti Nyata Pemerintah Beradaptasi dengan Era Digital
Jakarta – Pemerintah menunjukkan kepemimpinan yang visioner dan progresif dengan menggulirkan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Bersama Komisi I DPR RI dan sejumlah lembaga penyiaran nasional, langkah ini menjadi strategi jangka panjang untuk menyelaraskan regulasi dengan dinamika teknologi digital yang berkembang pesat.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan revisi UU Penyiaran merupakan kebutuhan mutlak demi memastikan sistem hukum yang relevan hingga 50 tahun ke depan. Menurutnya, pemerintah tidak hanya menyusun regulasi formalitas, tetapi benar-benar merancang kerangka hukum yang responsif dan solutif.
“RUU ini penting karena UU Penyiaran yang sekarang masih mengatur sistem analog, padahal dunia penyiaran telah masuk ke era digital. Kita juga perlu memastikan perlindungan bagi anak-anak dari paparan konten yang merusak,” ujar Dave.
Ia menambahkan, pemerintah hadir secara konkret dalam menjaga moral generasi muda melalui penyiaran yang sehat dan berbudaya. Komitmen tersebut dibuktikan dengan penguatan unsur perlindungan anak dalam revisi undang-undang ini.
“Undang-undang ini harus bisa beri perlindungan dan pengamanan kepada anak-anak agar generasi ke depan tidak tergerus akhlaknya,” terangnya.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP), sejumlah lembaga penyiaran memberikan masukan positif dan mendukung langkah pemerintah secara menyeluruh.
Direktur Utama TVRI, Iman Brotoseno mengapresiasi perhatian pemerintah terhadap pengaturan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam industri media. Ia menilai bahwa langkah ini akan membawa penyiaran nasional lebih kompetitif dan berdaya saing global, seiring dengan kebutuhan produksi konten yang semakin canggih.
“Saat ini, penggunaan AI dalam proses penyiaran sudah tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, regulasi yang mengatur AI akan memberikan kepastian dan arah yang jelas bagi pelaku industri media, termasuk TVRI,” jelas Iman.
Sementara itu, Direktur Utama Perum LKBN Antara, Akhmad Munir menegaskan bahwa revisi UU Penyiaran adalah bukti kehadiran negara dalam menjaga kedaulatan informasi dan memperkuat stabilitas nasional. Ia juga menyampaikan bahwa kebebasan pers tetap menjadi prinsip utama yang dijaga pemerintah dalam regulasi ini.
“RUU ini harus tetap menjamin kebebasan pers sesuai amanat UU Nomor 40 Tahun 1999. Di sisi lain, penting juga untuk mengatur distribusi konten asing yang bisa berdampak pada stabilitas nasional,” terang Akhmad.
Revisi UU Penyiaran ini juga merupakan bagian dari Program Legislasi Nasional Prioritas, yang menunjukkan bahwa pemerintah secara aktif menjadikan sektor penyiaran sebagai elemen strategis dalam pembangunan nasional.
Melalui kerja kolaboratif antara pemerintah dan DPR, regulasi ini diharapkan mampu mendorong kemajuan industri penyiaran nasional, memperkuat posisi lembaga penyiaran publik, serta menjaga nilai-nilai kebangsaan di tengah derasnya arus globalisasi digital.
Dengan arah yang jelas, inklusif, dan berpihak pada kepentingan rakyat, pemerintah menegaskan komitmennya menjadikan penyiaran sebagai tulang punggung informasi publik yang sehat, berkualitas, dan berorientasi pada masa depan Indonesia yang maju. [