spot_img
BerandaEkonomiPresidensi G20 Indonesia Kunci Sukses Pemulihan Ekonomi di Masa...

Presidensi G20 Indonesia Kunci Sukses Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Covid-19

Presidensi G20 Indonesia Kunci Sukses Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Covid-19

Oleh : Aditya Akbar 


Indonesia terpilih menjadi presidensi G20 . Posisi ini menguntungkan karena dengan menjadi tuan rumah, maka akan berdampak positif pada kehidupan masyarakat. Pemulihan ekonomi di masa pandemi akan terjadi karena ada jalinan kerja sama yang erat antar anggota G20.


Indonesia adalah negara di Asia Tenggara tetapi sangat dihormati di Eropa, Amerika, dan benua lain. Dalam pergaulan internasional, para pemimpin negara lain menyanjung Presiden Jokowi yang berhasil mengatasi dampak pandemi.

Tak heran, kekaguman dan kepercayaan ini menjadikan Indonesia diberi tugas sebagai presidensi G20 yang berarti jadi tuan rumah forum internasional ini, tahun 2022.


Rencananya KTT G20 akan diadakan akhir tahun ini di Bali. Namun untuk forum pra KTT G20 yakni Sherpa meeting, diadakan di DKI Jakarta. Sedangkan untuk forum Woman of Twenty (W20) merupakan acara bagi istri delegasi G20 yang rencananya diadakan di Papua.

Lokasi forum memang sengaja berbeda-beda, untuk memperkenalkan budaya Indonesia dan sekaligus membangkitkan perekonomian di masing-masing daerah tersebut.


Jika peserta G20 tahu keindahan metropolitan Jakarta maka mereka akan tertarik untuk investasi, karena melihat betapa ibukota Indonesia aman, serta sangat dinamis perekonomiannya. Sedangkan ketika mereka meeting di Bali maka akan terpesona pada eksotisme alam, dan KTT juga sekalian ‘menjual’ pariwisata dan meningkatkan perekonomian rakyat, setelah dua tahun dihantam pandemi.
Sedangkan untuk KTT W20 di Papua, diharap akan bisa memulai kerja sama bilateral dan menjadi pintu pembuka bagi bisnis ekspor. Pasalnya, masih banyak sumber daya alam di Bumi Cendrawasih yang potensial. Sehingga masyarakat di Bumi Cendrawasih bisa mengekspornya dan meningkatkan perekonomian, serta bangkit di masa pandemi.
Amalia Adininggar Widyasanti, Deputi Bidang Perekonomian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional -PPN- (yang mewakili Menteri PPN Suharso Monoarfa) menyatakan bahwa KTT G20 akan fokus pada perspektif global, dan kebijakan global akan mendorong perbaikan ekonomi saat pandemi. Sekaranglah saatnya untuk Indonesia, tidak hanya memulihkan ekonomi, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Amalia menambahkan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maka perlu ada transformasi ekonomi digital. Dalam artian, kita sudah masuk ke era globalisasi dan informasi teknologi. Sehingga perdagangan internasional makin mudah, dan akan dipermudah pula dengan KTT G20 karena ada perjanjian bilateral di bidang ekonomi yang jelas saling menguntungkan.
Dalam mengekspor barang, maka para pengusaha memang harus melek teknologi. Pertama-tama mereka wajib memajang barang jualan di website maupun media sosial, sehingga pembeli akan berdatangan, baik dari Indonesia maupun luar negeri.
Selain itu, transformasi ekonomi juga dipraktikkan dengan menggunakan mata uang digital. Seiring dengan lancarnya belanja online, maka pembayarannya juga online. Baik via M-Banking/ internet banking, dompet digital, maupun sistem pembayaran lain. Jika seorang pebisnis masuk ke dalam perdagangan global, maka harus punya akun Paypal sebagai rekening internasional.
Presidensi G20 membawa banyak manfaat, tak hanya di bidang pariwisata tetapi juga ekonomi. Dengan begitu, maka perekonomian Indonesia akan terus tumbuh dan bisa bangkit lagi pasca dihantam badai pandemi selama dua tahun. Bahkan diprediksi, pertumbuhannya akan melebihi saat masa pra pandemi alias memiliki keuntungan yang lebih besar.
Jika ingin untung besar maka para pedagang tentu harus melakukan beberapa hal, misalnya datang langsung ke sekitar lokasi G20 atau W20 untuk memperkenalkan diri ke delegasi dari negara anggota. Selain itu, mereka juga bisa mengekspor barang jualannya, karena setelah KTT G20 dan W20, akan ada pembukaan pintu ekspor sebesar-besarnya, untuk pemulihan ekonomi.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute