PP 38 Tahun 2025 Upaya Pemerintah Dorong Akselerasi Pembangunan Daerah
PP 38 Tahun 2025 Upaya Pemerintah Dorong Akselerasi Pembangunan Daerah
Jakarta – Pemerintah terus memperkuat komitmen dalam menciptakan iklim investasi yang sehat dan efisien melalui terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Kebijakan ini menjadi langkah strategis untuk mempercepat akselerasi pembangunan daerah dan memastikan seluruh proses perizinan berjalan transparan, terukur, dan berorientasi pada pelayanan publik.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu, menjelaskan bahwa PP 38/2025 hadir sebagai solusi nyata dalam penyederhanaan proses perizinan. Salah satu terobosan penting dalam peraturan ini adalah penerapan service-level agreement (SLA) atau perjanjian tingkat layanan yang menjamin kepastian waktu bagi pelaku usaha.
Menurutnya, sistem tersebut telah diimplementasikan di sejumlah sektor strategis, termasuk sektor perhotelan. Dengan kebijakan baru ini, proses perizinan usaha hotel kini dapat diselesaikan hanya dalam waktu 28 hari.
Pemerintah, lanjut Todotua, ingin memastikan tidak ada lagi hambatan birokrasi yang memperlambat tumbuhnya investasi di daerah. “Kita memberikan kepastian izin kepada para pelaku usaha. Misalnya untuk usaha hotel, sekarang izinnya bisa keluar dalam waktu 38 hari,” ujarnya.
Kehadiran PP 38/2025 juga menjadi tindak lanjut dari penyempurnaan sistem Online Single Submission (OSS) yang telah diterapkan sebelumnya. Dengan pendekatan berbasis risiko, pemerintah berupaya memastikan setiap jenis usaha memperoleh perizinan sesuai tingkat risikonya, sehingga regulasi menjadi lebih tepat sasaran.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kepulauan Riau, Hasfarizal Handra, mengajak seluruh pihak untuk aktif menyebarluaskan informasi terkait PP tersebut agar implementasinya dapat berjalan efektif hingga ke tingkat daerah. Ia menegaskan, regulasi ini menjadi acuan hukum tunggal dalam penerbitan izin usaha berbasis risiko di seluruh Indonesia.
“Penyempurnaan berbasis risiko ini merupakan tindak lanjut dari OSS sebelumnya, sekaligus menjadi regulasi tunggal yang menjadi acuan hukum dalam menerbitkan izin usaha,” ujarnya.
Lebih jauh, Hasfarizal menambahkan bahwa penerapan PP 38/2025 membawa dampak positif terhadap perkembangan investasi, termasuk di wilayah Kepulauan Riau. Menurutnya, kemudahan perizinan akan menarik minat investor baru dan memperkuat pertumbuhan ekonomi daerah.
“Tujuan utama dari PP ini adalah mempercepat perkembangan investasi di Indonesia. Di daerah kita, Kepri, pertumbuhan investasi terus meningkat, dan hal ini berdampak langsung pada naiknya pertumbuhan ekonomi daerah,” tegasnya.
Selain memperkuat daya saing ekonomi, sosialisasi dan penerapan PP ini juga diharapkan membangun partisipasi masyarakat dalam peningkatan kualitas layanan publik. “Sosialisasi ini juga bermanfaat untuk mengoptimalkan jejaring data, menampung aspirasi, serta memperbaiki layanan publik berdasarkan masukan masyarakat,” tambah Hasfarizal.
Di sisi lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Selatan, Rahmat Prapto Udoyo, menekankan pentingnya keseragaman pemahaman di kalangan pemangku kepentingan mengenai tata laksana pelayanan persetujuan lingkungan dalam kerangka PP 38/2025.
Menurut Rahmat, melalui sosialisasi yang masif, diharapkan tidak ada lagi kebingungan dalam proses dan kewenangan penerbitan persetujuan lingkungan antara pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. “Melalui sosialisasi ini kita ingin menyamakan persepsi, bahwa tata laksana pelayanan persetujuan lingkungan kini sudah lebih terarah dan tidak serumit yang dibayangkan,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa seluruh proses persetujuan lingkungan kini dilakukan secara digital melalui sistem Amdalnet, yang mengatur secara jelas kewenangan antarlevel pemerintahan. Dengan demikian, potensi tumpang tindih kewenangan dapat diminimalkan.
Rahmat mencontohkan, pada sektor perhotelan, hotel dengan jumlah kamar tertentu kini menjadi kewenangan kabupaten, sementara yang lebih besar menjadi kewenangan provinsi. Aturan ini, menurutnya, memberi kejelasan hukum dan efisiensi dalam pelaksanaan di lapangan.
Lebih lanjut, DLH Kalsel juga berkomitmen menyederhanakan berbagai persyaratan administrasi agar pelaku usaha tidak terbebani oleh birokrasi yang berbelit, tanpa mengabaikan aspek kelayakan lingkungan. “Kami memahami bahwa pelaku usaha sering menganggap proses persetujuan lingkungan terlalu rumit. Karena itu, ke depan kita dorong penyederhanaan syarat tambahan agar prosesnya tidak berbelit namun tetap sesuai ketentuan,” jelasnya.
Melalui penerapan PP 38 Tahun 2025, pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam mempercepat pembangunan daerah dengan pendekatan regulasi yang adaptif, inklusif, dan berbasis pelayanan. Dengan kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, kebijakan ini diharapkan mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif serta memperkuat fondasi pembangunan nasional yang berkelanjutan.
 
								

 
                                     
                                     
                                    