PP 38 Tahun 2025 Dorong Proyek Strategis dan Perekonomian Daerah

PP 38 Tahun 2025 Dorong Proyek Strategis dan Perekonomian Daerah

Oleh: Dhita Karuniawati

Pemerintah Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam memperkuat iklim investasi dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Regulasi ini merupakan penyempurnaan dari sistem perizinan sebelumnya yang diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2021, sekaligus menjadi bagian penting dari reformasi struktural untuk menciptakan tata kelola investasi yang lebih transparan, efisien, dan berorientasi hasil. Regulasi ini menandai pergeseran peran Online Single Submission (OSS) dari sekadar alat fasilitasi menjadi instrumen pengawasan dan pengendalian kepatuhan usaha secara lebih sistemik.

 

 

 

Penerbitan PP 38/2025 menjadi bagian strategi nasional mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Deregulasi ini salah satu tujuan untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif dan meningkatkan kontribusi investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

 

 

 

Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Riyatno mengatakan deregulasi ini akan menumbuhkan minat investasi sebagai salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Kemudian menempati posisi kedua setelah konsumsi domestik. Tujuannya agar tercipta kemudahan dalam berinvestasi, sehingga diharapkan tercipta efek ganda terhadap berbagai sektor usaha lainnya.

 

 

 

Riyatno mengatakan, PP 38/2025 hadir sebagai penyempurna terhadap kebijakan sebelumnya. Tujuannya untuk menjawab tiga tantangan krusial dalam sistem perizinan berusaha. Pertama, memberikan kepastian perizinan melalui penetapan Service Level Agreement (SLA) bagi Perizinan Dasar (PD), Perizinan Berusaha (PB), dan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PBUMKU).

 

 

 

Kepastian ini juga didukung dengan pengaturan batas waktu untuk proses perbaikan serta standarisasi dalam pemeriksaan dokumen. Kedua, fokus pada simplifikasi proses dengan menyederhanakan alur perizinan, menghapus prosedur berlapis, mengurangi syarat-syarat yang redundan, dan menyusun tahapan perizinan secara lebih sistematis.

 

 

 

Ketiga, melakukan restrukturisasi regulasi melalui konsolidasi pengaturan yang lebih terpadu, penyempurnaan lampiran-lampiran regulasi, serta harmonisasi nomenklatur antar sektor agar tidak tumpang tindih dan lebih mudah diterapkan di lapangan.

 

 

 

Riyatno menjelaskan arah kebijakan perizinan berinvestasi ini menyasar kemudahan berusaha, perizinan berbasis risiko, penyederhanaan regulasi, keadilan untuk UMKM, kepastian waktu layanan, dan investasi yang inklusif dan berkelanjutan.

 

 

 

Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus mengatakan para pelaku usaha dan pengambil keputusan strategis diharapkan menyesuaikan pendekatan terhadap kebijakan investasi. PP 38/2025 sebagai harapan baru untuk menciptakan iklim berusaha yang lebih kondusif dan efisien.

 

 

 

Menurut Heri, PP 38/2025 juga memperluas sektor yang tercakup di dalamnya. Jika sebelumnya beberapa sektor belum terakomodasi, PP 38/2025 kini mencakup sektor-sektor baru. Sektor tersebut seperti ekonomi kreatif, informasi geospasial, ketenagakerjaan, koperasi, sistem elektronik, penanaman modal, serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Di sisi pengawasan, cakupan objek juga diperluas, termasuk untuk PBUMKU.

 

 

 

Pemerintah juga menetapkan sanksi administratif baru. Mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara, denda, hingga pencabutan izin dasar atau legalitas usaha. Bahkan, daya paksa kepolisian dapat diterapkan dalam kasus tertentu. PP ini jug ditegaskan sebagai acuan hukum tunggal dalam sistem perizinan berbasis risiko.

 

 

 

Dengan status sebagai single legal reference, PP 38/2025 mencegah seluruh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pengelola kawasan menambahkan syarat-syarat tambahan di luar yang sudah ditentukan dalam peraturan ini. Pendekatan ini diyakini dapat mencegah tumpang tindih kebijakan dan memperkuat kepastian hukum bagi pelaku usaha.

 

 

 

Pemerintah daerah turut mendukung PP 38/2025. Salah satunya yakni Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi (DPMPTSP) Kepulauan Riau (Kepri), Hasfarizal Handra. Hasfarizal mengajak semua pihak agar melaksanakan aturan tersebut.

 

 

 

Kepala DPMPTSP Kepri, Hasfarizal Handra mengatakan bahwa tujuan adanya PP 38/2025 tidak lepas dari tujuan utama untuk perkembangan investasi di Indonesia, termasuk di Kepri. Hal ini mendorong pertumbuhan ekonomi semakin naik terus.

 

 

 

Secara keseluruhan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 menjadi tonggak penting dalam perjalanan reformasi perizinan berusaha di Indonesia. Melalui pendekatan berbasis risiko, pemerintah tidak hanya memberikan kemudahan bagi dunia usaha, tetapi juga memastikan bahwa setiap kegiatan ekonomi tetap memperhatikan prinsip keberlanjutan dan tata kelola yang baik.

 

 

 

Dengan implementasi yang konsisten dan kolaborasi erat antara pemerintah pusat, daerah, serta pelaku usaha, PP ini diharapkan mampu mempercepat pelaksanaan proyek strategis, memperkuat perekonomian daerah, dan membuka lapangan kerja baru. Lebih dari sekadar regulasi teknis, PP 38 Tahun 2025 merupakan simbol transformasi ekonomi Indonesia menuju arah yang lebih inklusif, kompetitif, dan hijau.

 

 

 

*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia