Peringatan Hari Buruh Sebaiknya Dilaksanakan Tanpa Harus Turun Ke Jalan
Oleh : Deka Prawira
Hari buruh internasional atau Mayday umumnya akan diperingati pada 1 Mei 2022. Pada hari yang disakralkan oleh para pekerja tersebut, para buruh biasanya akan melakukan mogok kerja atau aksi demonstrasi.
Namun situasi tahun 2022 berbeda. Kita masih salam situasi pandemi dan juga bulan puasa sehingga ada imbauan agar aksi tersebut tidak anarkis bahkan sebaiknya dibatalkan.
Sebelumnya, Said Iqbal, Presiden Partai Buruh sekaligus pimpinan KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) menyatakan bahwa demo hari buruh internasional dilakukan tanggal 1 Mei 2022. Kendati demikian, rencana aksi tersebut kemudian diundur menjadi tanggal 14 Mei 2022.
Saat berdemo maka para buruh akan menyuarakan berbagai tuntutan. Topik utamanya dari dulu hingga sekarang selalu sama, yaitu menuntut kenaikan upah/gaji, turunkan harga bahan pokok dan isu lain yang terkait politik, misalnya jelang Pemilu 2024 harus bebas dari politik uang.
Jika melihat ke kalender maka diprediksi Lebaran akan jatuh tanggal 2 Mei 2022, berarti demo sehari sebelumnya. Para buruh memiliki keuntungan karena tidak usah mengajukan cuti atau kabur dari pabrik, karena tanggal itu sedang libur Lebaran.
Namun alangkah baiknya menjelang Lebaran yang sakral, kita mendekatkan diri kepada Tuhan, dengan mengaji dan berbuat amal baik. Bukannya berdemo dan bersumpah-serapah yang mengerikan.
Demo buruh lebih baik diurungkan saja, karena aksi tersebut rentan ditunggangi provokator yang dapat berakhir anarkis. Di sisi lain, saat ini masih masa pandemi sehingga unjuk rasa sudah jelas tidak akan diberi izin oleh pihak kepolisian. Meski Said Iqbal sudah melayangkan surat permohonan izin ke Polda Metro Jaya tetapi mustahil akan dikabulkan. Karena sejak awal pandemi Polri sudah menegaskan untuk tidak memberi izin keramaian event apapun, termasuk unjuk rasa.
Para buruh harus sadar bahwa saat ini masih pandemi, walau kasus Corona makin menurun. Saat mereka berdemo juga tidak tahu siapa yang sehat dan siapa buruh yang berstatus orang tanpa gejala. Jangan sampai malah terbentuk klaster Corona baru sehingga mereka ketularan dan akhirnya jatuh sakit karena virus Covid-19, apalagi saat demo susah untuk jaga jarak dan banyak yang melepas masker karena gerah.
Kedua, masyarakat menolak demo buruh karena masih bulan puasa. Jangan sampai kesucian Ramadhan malah ternodai oleh demo yang berisi emosi negatif. Apakah para buruh tidak takut pahala puasanya berkurang karena marah-marah dan memaki pemerintah? Lagipula di suasana demo yang panas, ada banyak godaan untuk berbuka sebelum waktunya sehingga bisa membatalkan pahala berpuasa.
Daripada sibuk demo maka para buruh bisa melakukan kegiatan lain untuk memperingati hari buruh internasional. Misalnya dengan patungan dan bagi-bagi takjil atau melakukan aksi kemanusiaan lainnya. Kegiatan seperti ini lebih menambah pahala di 10 hari terakhir Ramadhan dan tidak merugikan orang lain.
Peringatan Mayday sebaiknya dilaksanakan secara sederhana tanpa aksi anarkis dan tidak perlu turun ke jalan untuk demonstrasi. Buruh diharapkan tidak terpengaruh dan terprovokasi ajakan pihak-pihak tertentu untuk berdemo. Elemen buruh juga diharapkan bersikap rasional dan memanfaatkan waktu libur untuk berkumpul (silaturahmi) dengan keluarga, karena memang masih dalam suasana Lebaran Idul Fitri.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute