spot_img
BerandaUncategorizedPenyesuaian UMP Berdasarkan Kajian, Buruh Diimbau Tidak Terprovokasi

Penyesuaian UMP Berdasarkan Kajian, Buruh Diimbau Tidak Terprovokasi

Penyesuaian UMP Berdasarkan Kajian, Buruh Diimbau Tidak Terprovokasi

Oleh : Gema Iva Kirana

Pemerintah Republik Indonesia (RI) melakukan penyesuaian terkait dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) berdasarkan dengan banyak kajian secara komprehensif. Selain itu, kondisi perekonomian tiap provinsi juga menentukan besaran UMP di setiap daerah. Maka dari itu, para buruh diimbau untuk tidak sampai mudah terprovokasi dengan adanya penyebarluasan berbagai macam pemberitaan di media sosial yang belum bisa dipastikan akan kebenarannya.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia, Indah Anggoro Putri menjelaskan mengenai apa sebenarnya alasan di balik bagaimana penghitungan akan upah minimum provinsi (UMP) pada tahun 2024 mendatang yang tidak bisa mengikuti sebagaimana keinginan dari para buruh untuk bisa dinaikkan hingga 15 persen.

Perlu diketahui bahwa formulasi terkait kenaikan UMP 2024 sendiri telah mengacu pada adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023. Dalam regulasi tersebut, penghitungan kenaikan upah minimum diatur berdasarkan dengan nilai penyesuaian UMP, dengan cara menambahkan inflasi dengan hasil perkalian pertumbuhan ekonomi plus indeks tertentu.

Indeks tertentu itu disimbolkan sebagai alpha, yang mana berkisar antara 0,1 hingga 0,3. Sebagai informasi, bahwa adanya indeks tersebut didapatkan dari adanya kesesuaian kontribusi para tenaga kerja terhadap bagaimana pertumbuhan ekonomi di wilayah yang mereka tempati. Pasalnya, terjadinya pertumbuhan ekonomi sendiri memang tidak hanya ditopang dari ketenagakerjaan saja.

Beberapa sektor lain yang juga mampu untuk dipertimbangkan sebagai penunjang akan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah adalah sektor energi, pertambangan, pariwisata, belanja pemerintah, pajak dan ekspor-impor.

Kemudian, sesuai dengan hasil diskusi yang dilakukan bersama pihak Dewan Pengupahan unsur pakar yang terdiri dari akademisi di bidang ekonomi, demografi hingga statistik, nyatanya kontribusi maksimal dari sektor ketenagakerjaan pada suatu wilayah adalah berkisar pada angka sekitar 30 persen.

Bahkan, terdapat dua provinsi di Indonesia, yang mana di dalamnya kontribusi akan sektor tenaga kerja sendiri terhadap bagaimana pertumbuhan ekonomi di wilayah sana justru tercatat minus. Lantaran ada beberapa wilayah yang kontribusi ketenagakerjaannya di sana justru tercatat minus, maka kemudian pihak Pemerintah mengambil sebuah jarak perhitungan ideal, yakni pada 0,1 hingga 0,3.

Sehinga, besaran indeks tertentu yang tertuang ke dalam PP nomor 51 tahun 2023 itu sudah jelas sekali telah sangat sesuai dengan adanya kajian ekonomis dan demografis, apabila dihitung berdasarkan dengan rumus dari total kompensasi tenaga kerja terhadap produk domestik regional bruto (PDRB).

Jika masih saja ada beberapa pihak yang menilai bahwa penghitungan akan UMP berada pada angka yang terlalu kecil, namun sebenarnya memang demikian fakta yang terjadi di lapangan. Memang seperti itulah sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 tersebut, yakni nyatanya kontribusi ketenagakerjaan hanya mencapai di angka sekitar 30 persen.

Maka dari itu, pemerintah kemudian memberikan otoritas bagi Dewan Pengupahan suatu provinsi dalam memberikan keputusan, antara triparit di Dewan Pengupahan. Di dalam pihak yang merumuskan dan mengambil kebijakan tersebut juga bukan hanya pemerintah saja, melainkan juga telah terdapat serikat pekerja sendiri dan juga para pakar atau akademisi, hingga para pengusaha.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) juga telah menetapkan besaran upah minimum provinsi (UMP) pada tahun 2024 mendatang. Melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.768-Kesra/2023, UMP di Jawa Barat sendiri pada tahun depan ditetapkan sebesar Rp 2.057.495 atau naik hingga sebesar 3,5 persen dari tahun sebelumnya.

Dalam penghitungan besaran UMP tersebut, pihak Pemprov Jabar sendiri juga telah mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan sebagai pengganti PP Nomor 36 Tahun 2021. Aturan tersebut juga mengatur bagaimana formula dalam perhitungan upah minimum.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar, Teppy Wawan Dharmawan menjelaskan bahwa Pemprov Jawa Barat dan Dewan Pengupahan telah menyepakati akan nilai alpha yang digunakan untuk menentukan besaran UMP pada tahun 2024 adalah senilai 0,25. Penetapan angka indeks tersebut sebagaimana membagi kuadran diantara 0,1 sampai 0,3.

Selanjutnya, pihak Pemprov Jabar juga menentukan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang digunakan untuk menghitung besaran upah minimum. Nilai inflasi yang digunakan sendiri yakni 2,35 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,86 persen. Dengan seluruh formulasi tersebut, sehingga penyesuaian nilai UMP adalah inflasi ditambah dalam kurung pertumbuhan ekonomi kali alpha.

Adanya demo buruh untuk menuntut terjadinya kenaikan upah minimum hendaknya juga sesuai dengan bagaimana fakta serta data kajian ataupun hitungan formulasi yang lengkap. Pasalnya, sejatinya seluruh perhitungan akan penentuan UMP yang ditetapkan oleh pemerintah sendiri sudah sesuai berdasarkan dengan kajian yang sangat komprehensif dengan memperhatikan banyak hal lain.

Dengan adanya berbagai macam data serta fakta yang ada, bahwa ternyata kontribusi ketenagakerjaan dalam pertumbuhan ekonomi adalah sekitar 30 persen, maka bagaimana perhitungan atau formulasi akan kenaikan UMP sudah dipertimbangkan dengan sangat matang. Untuk itu, para buruh jangan sampai mudah untuk terprovokasi dengan berbagai ajakan ataupun seruan hingga terjadinya penyebaran berita hoaks dan informasi bohong yang justru akan menghasut.

)* Penulis adalah kontributor Persada Institut