Pengibaran Bendera Bajak Laut Ancam Persatuan dan Kesatuan NKRI
Pengibaran Bendera Bajak Laut Ancam Persatuan dan Kesatuan NKRI
Oleh : Aneska Fitri Ramadhani
Fenomena pengibaran bendera bajak laut bergambar tengkorak yang dikenal sebagai bendera Jolly Roger dari serial One Piece belakangan ini marak terjadi di berbagai daerah menjelang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Tren ini muncul di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda, sebagai bentuk ekspresi kebebasan dan solidaritas terhadap tokoh-tokoh fiksi yang dianggap memperjuangkan keadilan dan kebebasan. Namun, simbol tersebut dinilai berpotensi menjadi ancaman serius terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan tren pengibaran bendera bajak laut perlu diwaspadai karena mengindikasikan gejala perlawanan simbolik terhadap otoritas negara. Pihaknya menegaskan bahwa penggunaan simbol-simbol non-nasional yang menggantikan posisi atau bahkan disandingkan dengan Bendera Merah Putih merupakan bentuk penyimpangan terhadap nilai-nilai kebangsaan yang telah diperjuangkan para pahlawan kemerdekaan. Simbol asing tersebut bisa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk membangun narasi perpecahan. Dasco mengklaim pihaknya menerima masukan dari sejumlah lembaga intelijen yang menjelaskan bahwa lambang yang terdapat bendera tersebut diduga mengindikasikan adanya gerakan sistematis yang dapat memecah persatuan bangsa.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Budi Gunawan menekankan bahwa pengibaran simbol selain Bendera Merah Putih, terlebih di atas atau sejajar dengannya, merupakan tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Tindakan semacam ini berpotensi memicu instabilitas sosial dan mengganggu ketertiban umum.
Tak hanya berimplikasi hukum, pengibaran bendera bajak laut juga berpotensi memperkeruh suasana nasional yang sedang fokus pada pembangunan dan konsolidasi kebangsaan pasca Pemilu 2024. Isu ini muncul di tengah kondisi masyarakat yang masih sensitif terhadap berbagai perbedaan ideologi dan potensi provokasi politik. Di media sosial, simbol bajak laut itu bahkan digunakan oleh beberapa akun anonim untuk menyebarkan narasi antipemerintah dan menggalang ketidakpuasan publik terhadap kebijakan negara.
Budi Gunawan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menghargai simbol negara dengan tidak menggunakannya secara sembarangan, terutama dalam bentuk bentuk yang bisa dianggap merendahkan.
Di sisi lain, Koordinator Pusat Badan Ekesekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara, Muksin Mahu, mengeluarkan seruan nasional kepada seluruh mahasiswa di Indonesia untuk mengibarkan bendera Merah Putih sepanjang bulan Agustus. Seruan ini mencakup pengibaran di lingkungan kampus, asrama, dan pemukiman, sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai perjuangan dan semangat nasionalisme.
Muksin menegaskan tidak ada simbol lain yang pantas menggantikan kehormatan Sang Saka Merah Putih sebagai lambang negara. Ia menyoroti tren pengibaran bendera bajak laut ala serial One Piece yang dinilai tidak tepat dalam konteks peringatan kemerdekaan.
Sebagai bentuk mitigasi, pemerintah telah menginstruksikan aparat keamanan untuk memantau dan menindaklanjuti kasus-kasus pengibaran bendera bajak laut, terutama jika dilakukan di ruang publik, sekolah, atau instansi pemerintahan. Namun, selain penindakan, pendekatan kultural dan komunikasi publik juga dinilai penting untuk menjelaskan makna dan pentingnya penghormatan terhadap simbol-simbol negara sebagai representasi identitas kolektif bangsa.
Pemerintah juga berencana melibatkan komunitas kreatif dan influencer media sosial untuk menyebarkan narasi positif tentang makna kemerdekaan dan pentingnya menghormati simbol negara secara kreatif namun tetap dalam koridor yang benar. Kampanye ini diharapkan mampu menjangkau generasi muda dengan bahasa yang lebih mereka pahami, sekaligus meredam penyebaran simbol-simbol yang berpotensi menyimpang melalui media digital. Kolaborasi lintas sektor ini menjadi kunci agar edukasi kebangsaan tidak hanya bersifat top-down, tetapi tumbuh secara organik dari dalam komunitas masyarakat itu sendiri
Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya memperkuat ketahanan budaya dan nasionalisme di era digital yang rentan terhadap penyusupan simbol asing. Kemudahan akses terhadap media global membuat masyarakat, khususnya generasi muda, terpapar berbagai nilai dan simbol luar yang belum tentu sesuai dengan konteks sosial-politik Indonesia. Pemerintah dan masyarakat harus bersama sama membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga kehormatan simbol negara sebagai bagian dari integritas nasional.
Pengibaran bendera bajak laut bukan sekadar fenomena viral atau tren budaya populer. Di balik simbol itu, terdapat potensi pergeseran nilai dan ancaman terhadap kedaulatan simbolik negara. Menyikapi ini, diperlukan kolaborasi lintas sektor pemerintah, pendidik, tokoh masyarakat, media, dan orang tua untuk memperkuat jati diri bangsa, menjaga persatuan, dan memastikan generasi muda tumbuh sebagai warga negara yang sadar sejarah dan cinta Tanah Air. Tanpa pemahaman mendalam tentang makna simbol negara, generasi muda rentan terseret dalam euforia budaya asing yang bisa mengikis semangat nasionalisme. Oleh karena itu, penguatan literasi kebangsaan harus menjadi prioritas dalam agenda pendidikan dan kebijakan publik nasional.
)* Penulis merupakan Pegiat Literasi dan Pemerhati Pembangunan