Penggunaan Bendera Bajak Laut di HUT RI Ke-80 Bagian dari Ekspresi Budaya Pop

Penggunaan Bendera Bajak Laut di HUT RI Ke-80 Bagian dari Ekspresi Budaya Pop

 

Jakarta – Fenomena pengibaran bendera One Piece di berbagai wilayah Indonesia menjelang HUT ke-80 Republik Indonesia menuai beragam tanggapan.

 

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyatakan bahwa simbol-simbol budaya populer seperti bendera One Piece memang merupakan bagian dari ekspresi kreatif. Namun, ia mengingatkan pentingnya menjaga kesakralan momen kemerdekaan.

 

“Tolonglah ini jangan dimanfaatkan untuk hal-hal yang mengganggu kesakralan. Hari ini kita berharap di 80 tahun Indonesia merdeka, apapun kondisinya sebagai bangsa kita harus bersatu padu, kita harus optimis sebagai anak-anak bangsa,” ujar Prasetyo.

 

Prasetyo juga menambahkan, jika ada kekecewaan, bukan berarti harus diekspresikan dengan mengibarkan bendera lain di luar Merah Putih.

 

Regulasi tentang bendera negara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. Pasal 21 mewajibkan bendera Merah Putih dikibarkan pada posisi tertinggi jika disandingkan dengan lambang lain.

 

Pasal 66 menegaskan, pelanggaran terhadap kehormatan bendera negara dapat dikenai hukuman pidana penjara hingga lima tahun atau denda maksimal Rp500 juta.

 

Wakil Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), turut menanggapi fenomena ini. Ia memahami semangat ekspresi anak muda, namun menekankan pentingnya menaati aturan yang telah ditetapkan.

 

“Kita semua bertanggung jawab untuk menjaga kehormatan simbol negara, sekaligus tetap membuka ruang dialog yang sehat dan membangun,” katanya.

 

Ibas mengajak masyarakat memaknai kemerdekaan dengan penuh semangat kebangsaan dan menjunjung tinggi Merah Putih sebagai lambang pemersatu bangsa.

 

Menurutnya, Merah Putih bukan sekadar kain, tetapi simbol perjuangan dan nilai-nilai Pancasila.

 

“Menjelang peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2025, mari kita utamakan Merah Putih sebagai wujud cinta tanah air dan penghormatan kepada para pahlawan,” tegasnya.

 

Di sisi lain, Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menilai pendekatan persuasif lebih tepat dalam merespons fenomena ini.

 

“Nikmati saja. Kadang cuma perlu didekati dan didengar. Nanti akan kembali. Kadang anak itu berulah karena kurang perhatian,” ujarnya.

 

Ia menambahkan, kreativitas masyarakat perlu dipahami sebagai bagian dari dinamika zaman, asalkan tidak disertai tindakan anarkis.