Pemerintah Terus Lakukan Mitigasi Resiko Kenaikan Inflasi Selama Libur Idul Fitri
Oleh: Maruf Sidiq
Pada setiap momen Idul Fitri, masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia, seringkali mengalami lonjakan belanja yang signifikan. Fenomena ini dapat memicu kenaikan inflasi yang berpotensi memberikan tekanan pada stabilitas ekonomi.
Setiap tahun, menjelang Idul Fitri, permintaan akan barang konsumsi meningkat tajam. Ini biasanya disertai dengan peningkatan belanja masyarakat untuk keperluan seperti pakaian baru, bahan makanan untuk persiapan lebaran, serta barang-barang konsumsi lainnya. Lonjakan permintaan ini secara alami dapat menimbulkan tekanan pada harga barang dan jasa, yang pada gilirannya dapat meningkatkan tingkat inflasi. Namun, menyadari potensi risiko ini, pemerintah Indonesia telah secara proaktif mengambil langkah-langkah untuk memitigasi dampak kenaikan inflasi selama libur Idul Fitri.
Gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh Tanah Air diminta untuk memperhatikan dan mengantisipasi potensi inflasi yang mungkin terjadi menjelang Bulan Suci Ramadhan 1445 Hijriah. Permintaan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Republik Indonesia, Tito Karnavian.
Wilayah-wilayah dengan tingkat inflasi yang tinggi dan terdata di Badan Pusat Statistik maupun di Kemendagri diminta untuk segera ditangani oleh kepala daerah. Mendagri Tito menegaskan bahwa terdapat dua masalah utama yang menjadi penyebab inflasi di suatu daerah, yaitu kurangnya suplai barang dan lonjakan permintaan di masyarakat.
Pada Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, beberapa harga kebutuhan pokok cenderung meningkat, seperti beras, daging ayam, telur, dan lainnya. Oleh karena itu, setiap kepala daerah diminta untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap hal ini.
Selain itu, kelompok lainnya yang ikut menyumbang inflasi termasuk pakaian dan alas kaki, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, serta kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga. Tingginya inflasi di beberapa sektor menunjukkan pentingnya langkah-langkah preventif yang diambil oleh pemerintah daerah dan instansi terkait guna mencegah dampak buruk inflasi, khususnya di momen sensitif seperti menjelang Bulan Suci Ramadhan.
Sementara itu, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Mukhtarudin, menegaskan bahwa kelancaran distribusi komoditas pangan juga menjadi fokus utama dalam menjaga stabilitas harga dan mencegah inflasi menjelang perayaan Idul Fitri 2024.
Mukhtarudin menekankan pentingnya peran Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional, dan Satuan Tugas (Satgas Pangan) dalam memantau komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga di pasaran. Komoditas seperti bawang merah, beras, gula pasir, dan minyak goreng menjadi sorotan utama. Diperlukan langkah-langkah, baik melalui operasi pasar maupun upaya lainnya, untuk memastikan harga-harga bahan pangan tersebut tetap stabil sesuai dengan kisaran harga eceran tertinggi yang berlaku.
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) memiliki peran sentral dalam memantau alur distribusi dan permintaan barang menjelang Lebaran 2024. Hal ini penting untuk mencegah potensi inflasi, terutama dengan pertumbuhan inflasi tahunan yang mencapai 2,75 persen pada Februari 2024 lalu. Selain itu juga Bank Indonesia dapat mengambil langkah-langkah pengendalian inflasi melalui kebijakan moneter dan fiskal yang konsisten. Langkah-langkah ini diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan imbauan Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Tomsi Tohir, semua pemerintah daerah diminta untuk mengoptimalkan langkah-langkah dalam mengatasi inflasi. Hal ini menjadi penting mengingat hasil monitoring dan evaluasi Kemendagri pada bulan Maret 2024 menunjukkan bahwa masih ada sejumlah daerah yang belum melakukan langkah konkret dalam menangani inflasi.
Dari hasil evaluasi tersebut, terungkap bahwa 214 kabupaten dan kota belum melaksanakan enam langkah konkret yang direkomendasikan. Adapun keenam langkah tersebut meliputi pelaksanaan operasi pasar murah, inspeksi mendadak ke pasar dan distributor, kerja sama dengan daerah penghasil komoditas, gerakan menanam, realisasi belanja tidak terduga (BTT), serta dukungan transportasi dari APBD.
Tentu saja, respons terhadap imbauan ini beragam. Namun, terdapat pula apresiasi terhadap 14 kepala daerah yang telah berhasil mengimplementasikan keenam langkah tersebut dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa dengan keseriusan dan kerja sama yang baik antara pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait, penanganan inflasi dapat dilakukan secara efektif.
Salah satu fokus utama dalam upaya pencegahan inflasi yang bisa dilakukan pemerintah adalah melalui operasi pasar murah. Pelaksanaan operasi pasar murah secara berkelanjutan dan terumuskan, serta mengimbau agar informasi terkait operasi pasar murah perlu disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat. Dengan demikian, masyarakat yang membutuhkan dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memperoleh barang dengan harga yang terjangkau.
Tidak hanya itu, kondisi pasokan komoditas penting seperti beras, jagung, dan bawang merah. Potensi kenaikan harga jagung, misalnya, dapat berdampak pada kenaikan harga ayam dan telur. Oleh karena itu, kepala daerah perlu mewaspadai perkembangan ini dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional, untuk mengantisipasi potensi kenaikan harga dan mengendalikan inflasi.
Dalam konteks penanganan inflasi, kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan berbagai instansi terkait sangat penting. Dengan langkah-langkah yang tepat dan sinergi yang baik antarberbagai pihak, diharapkan inflasi dapat ditekan sehingga masyarakat dapat merayakan perayaan Idul Fitri dengan lebih tenteram.
*Penulis adalah pengamat ekonomi asal Padang