Pemerintah Pastikan Kejar OPM Pelaku Kejahatan Guru di Yahukimo
Jakarta – Pemerintah melalui aparat keamanan memastikan akan mengejar pelaku kekerasan yang dilakukan oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.
Kejadian tersebut terjadi pada Jumat, 21 Maret 2025, yang mengakibatkan satu guru meninggal dunia dan enam lainnya terluka, serta fasilitas pendidikan dibakar oleh kelompok OPM.
Sementara itu, Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah mengevakuasi 42 tenaga pendidik dan kesehatan ke Jayapura untuk memastikan keselamatan mereka.
Kapuspen TNI, Brigjen TNI Kristomei Sianturi menyatakan, TNI berkomitmen untuk melindungi tenaga pendidik dan tenaga kesehatan di daerah terpencil dan tidak akan tinggal diam atas tindakan kekerasan ini.
”TNI telah mengerahkan personel untuk mengevakuasi korban, mengamankan wilayah, dan mendukung pemulihan situasi pasca tindakan biadab dan pengecut dari OPM,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pihaknya mengungkapkan bahwa serangan tersebut diduga dilakukan oleh kelompok OPM pimpinan Elkius Kobak, yang sebelumnya meminta sejumlah uang kepada para tenaga pengajar.
”Karena permintaan tersebut tidak dipenuhi, kelompok ini melakukan aksi kekerasan pembunuhan, dan menganiaya enam orang guru, membakar gedung sekolah dan rumah guru, serta menimbulkan ketakutan di masyarakat”, Ujarnya.
Pemerintah memastikan, perlindungan terhadap tenaga pendidik dan tenaga kesehatan akan terus dilakukan guna menjaga kemajuan masyarakat Papua. TNI akan tetap berkomitmen untuk memulihkan keamanan dan stabilitas di wilayah tersebut.
TNI juga akan terus mendukung perlindungan mereka serta memastikan keamanan di wilayah yang berpotensi mengalami gangguan keamanan.
Kapuspen TNI menegaskan, TNI tidak akan tinggal diam terhadap aksi-aksi biadab dan pengecut yang mengancam keselamatan warga sipil dan stabilitas keamanan di Papua.
Sebelumnya, Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro mengatakan pihaknya mengecam tindakan yang dilakukan Kelompok OPM atas peristiwa ini, yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
”Segala bentuk serangan terhadap warga sipil dalam situasi perang maupun selain perang yang dilakukan oleh aktor negara maupun non-negara merupakan bentuk pelanggaran hukum HAM dan hukum humaniter internasional,” ungkapnya.