spot_img
BerandaEkonomiPemerintah Miliki Grand Design Pembangunan Ekonomi Kreatif

Pemerintah Miliki Grand Design Pembangunan Ekonomi Kreatif

Pemerintah Miliki Grand Design Pembangunan Ekonomi Kreatif

 

Oleh: Septa Maharani *)

 

Pemerintah terus berkomitmen dalam memperkuat sektor ekonomi kreatif sebagai salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenekraf/Bekraf), sebuah grand design pembangunan ekonomi kreatif telah disusun untuk memastikan sektor ini berkembang secara berkelanjutan dan memberikan kontribusi signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.

 

Grand design ini dipaparkan dalam rapat kerja antara Kemenekraf dan Komisi VII DPR yang berlangsung di Gedung Nusantara I. Rapat ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya yang telah membahas berbagai aspek pengembangan ekonomi kreatif, termasuk efisiensi anggaran dan strategi implementasi kebijakan. Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, menekankan bahwa ekonomi kreatif bukan sekadar sektor tambahan, tetapi menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru yang memiliki potensi besar dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing nasional.

 

Sebagai bagian dari rencana besar tersebut, framework utama Grand Design Ekonomi Kreatif atau Rencana Induk Ekonomi Kreatif (Rindekraf) terdiri dari tiga lapisan utama. Lapisan pertama berfokus pada core business yang mencakup 17 subsektor ekonomi kreatif yang telah diakui, seperti film, musik, seni rupa, kuliner, dan lainnya. Lapisan kedua mencakup extended enterprises yang terdiri dari industri terkait dan industri pendukung, sedangkan lapisan ketiga adalah business ecosystem yang melibatkan unsur pentahelix atau hexahelix, termasuk pemerintah, pelaku bisnis, komunitas, akademisi, lembaga keuangan, dan media.

 

Sejumlah asosiasi industri kreatif turut memberikan masukan mengenai kemungkinan penambahan subsektor baru yang masih dalam kajian. Selain itu, usulan penguatan kolaborasi antara sektor kreatif dengan dunia bisnis, akademisi, dan pemerintah juga menjadi salah satu aspek yang mendapat perhatian khusus dalam perumusan kebijakan ini. Hal ini selaras dengan rekomendasi yang disampaikan oleh Pimpinan Komisi VII DPR, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, yang menekankan pentingnya pelibatan komunitas dan generasi muda dalam penyusunan grand design ini. Menurut DPR, kebijakan yang disusun harus mencakup aspek sasaran, strategi, program, serta tahapan implementasi yang jelas agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh pemangku kepentingan.

 

Dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi kreatif, Kemenekraf juga menekankan pentingnya sinergi dengan lembaga keuangan, terutama dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi pelaku industri kreatif. DPR turut mendorong pengadaan Dana Abadi sebagai skema pembiayaan untuk pelatihan dan pengembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif. Langkah ini diharapkan dapat membantu menciptakan ekosistem yang lebih kuat, sekaligus meningkatkan daya saing industri kreatif Indonesia di pasar domestik maupun global.

 

Salah satu inisiatif utama yang diusung dalam grand design ini adalah 8 Asta Ekraf, yang merupakan pilar utama pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Pilar-pilar tersebut mencakup penguatan ekosistem kekayaan intelektual, penguatan data ekonomi kreatif, peningkatan pangsa pasar, sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan, penguatan kapabilitas pelaku industri kreatif, pengembangan infrastruktur, perluasan akses pendanaan, serta penyempurnaan regulasi dan kebijakan. Dengan pendekatan yang komprehensif ini, diharapkan sektor ekonomi kreatif dapat menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

 

Dalam jangka waktu lima tahun ke depan, Kemenekraf menargetkan penciptaan 27 juta lapangan kerja, khususnya bagi generasi muda. Langkah ini sejalan dengan visi-misi pemerintahan Prabowo-Gibran, terutama dalam meningkatkan kualitas lapangan kerja dan mendorong kewirausahaan berbasis kreativitas. Dengan demikian, ekonomi kreatif tidak hanya menjadi sektor yang menghasilkan nilai tambah tinggi, tetapi juga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

 

Pentingnya eksekusi yang efektif dalam implementasi grand design ini juga menjadi perhatian utama. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM), terutama dalam menghadapi kesenjangan kapasitas antara daerah perkotaan dan pedesaan. Di kota-kota besar, dukungan infrastruktur dan ekosistem industri kreatif lebih mudah diakses, sementara di daerah pedesaan, masih terdapat keterbatasan yang perlu diatasi. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat untuk memastikan bahwa pelaku industri kreatif di daerah juga mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengembangkan potensi.

 

Pendataan yang akurat terhadap potensi ekonomi kreatif di berbagai daerah menjadi langkah strategis yang perlu diprioritaskan. Data yang valid akan menjadi fondasi utama dalam menyusun kebijakan yang efektif dan berkelanjutan. Dengan adanya pemetaan yang jelas mengenai desa-desa atau wilayah yang memiliki potensi besar di sektor ekonomi kreatif, maka intervensi kebijakan dapat dilakukan secara lebih tepat sasaran. Selain itu, pemanfaatan teknologi digital juga perlu dioptimalkan agar seluruh pelaku industri kreatif, baik di perkotaan maupun pedesaan, dapat terintegrasi dalam ekosistem yang lebih luas.

 

Keterlibatan generasi muda dalam ekonomi kreatif juga menjadi faktor kunci dalam keberhasilan implementasi grand design ini. Dengan daya inovasi yang tinggi serta pemahaman yang lebih baik terhadap tren digitalisasi, anak muda memiliki peran yang sangat penting dalam menggerakkan sektor ini. Oleh karena itu, kebijakan yang disusun harus memberikan ruang yang lebih besar bagi mereka untuk berkontribusi secara aktif, baik sebagai kreator, inovator, maupun wirausahawan di sektor ekonomi kreatif.

 

*) Pegiat Literasi/Pelaku Usaha Ekonomi Kreatif