spot_img
BerandaEkonomiPemerintah Berupaya Tekan Laju Inflasi dan Defisit APBN

Pemerintah Berupaya Tekan Laju Inflasi dan Defisit APBN

Pemerintah Berupaya Tekan Laju Inflasi dan Defisit APBN


Oleh : Dian Ahadi


Pemerintah terus berupaya dalam menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan mengurangi kerawanan terhadap utang. Upaya tersebut dilakukan demi menekan laju Inflasi.


Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan bahwa dirinya akan menurunkan defisit sebagai respons terhadap bank sentral AS The Fred yang akan menaikkan suku bunga hingga 75 basis poin. Sri Mulyani mengatakan, Defisit turun, pembiayaannya menjadi turun.

Itu cara pemerintah untuk mengamankan. Dirinya mengungkapkan, saat ini Kementerian Keuangan akan fokus menjaga APBN dan mengurangi kerawanan negara terhadap utang. Hal ini dilakukan dengan menurunkan tingkat defisit hingga lebih kecil dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sri Mulyani selaku Bendahara Negara tersebut cukup meyakini dengan pendanaan yang cukup kuat dan sisa perhitungan negara yang cukup kuat, pemerintah mampu mengurangi penerbitan surat berharga negara (SBN).

Sehingga dengan kenaikan suku bunga, namun kemudian issuance lebih sedikit, pihaknya berharap debt to GDP ratio bisa diturunkan.


Saat ini, perekonomian Indonesia masih berada dalam posisi yang jauh lebih baik dibandingkan dengan negara lain. Hal ini ditopang oleh ekspor negara yang semakin baik, pertumbuhan ekonomi yang semakin kuat dan inflasi yang stabil.
Sri Mulyani juga menuturkan, Kementerian Keuangan akan tetap menjaga supaya fundamental ekonomi Indonesia juga makin kuat, seperti tadi ekspor yang membaik, kemudian foreign direct investment (FDI) bisa masuk, pertumbuhan ekonomi juga menguat, stabilitas dan inflasi juga tetap baik.
Sedangkan, negara-negara lain pertumbuhan ekonominya sedang menurun, nilai tukarnya merosot dan inflasinya tinggi. Sehingga masuk akal jika suku bunga di sejumlah negara melonjak sangat tinggi dan menimbulkan perubahan risiko yang semakin besar bagi perekonomian negara tersebut.
Indonesia saat ini pertumbuhannya masih kuat, dan diharapkan di kuartal II juga akan tetap kuat, inflasi tetap terjaga, meskipun kita lihat tekanan memang terus-menerus dari harga komoditas.
Sebelumnya, The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 0,75 persen ke kisaran 1,5 persen hingga 1,75 persen demi menekan laju inflasi. Kenaikan suku bunga AS ini menjadi yang paling tinggi sejak November 1994.
Pada kesempatan berbeda, Bank Indonesia (BI) menyatakan siap untuk menaikkan suku bunga acuan apabila inflasi inti mengalami peningkatan. Inflasi inti Indonesia pada akhir Juni 2022 tercatat 2,63 persen (year on year/yoy). Inflasi inti sendiri menggambarkan pergerakan daya beli masyarakat.
Sementara itu, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi umum tercatat sebesar 4,35 persen. Realisasi ini di atas target pemerintah dalam APBN 2022 di kisaran 2-4 persen. Sampai pada bulan Juni 2022 lalu, Bank Indonesia memutuskan untuk tetap menahan suku bunga di level 3,5 persen. Pasalnya, BI melihat inflasi masih terjaga aman meski ada kenaikan.
Analis Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan kenaikan suku bunga akan dilakukan BI saat inflasi menembus angkan 3 persen. Dengan kondisi inflasi inti yang masih di bawah 3 persen, ia meyakini bahwa BI masih akan tetap mempertahankan suku bunga di level 3,5 persen. Inflasi inti melambangkan pemulihan akan permintaan.
Adapun beberapa negara yang telah menaikkan suku bunga untuk menahan inflasi, yakni ; Sri Lanka, Brazil, Meksiko, Amerika Serikat, Kanada, Filiphina, Rusia, Inggris, India, Korea Selatan.
Pada Juni 2022, Inflasi Amerika Serikat (AS) tembus 9,1 persen. Lonjakan indeks harga konsumen tersebut lompat karena kebijakan suku bunga The Fed. Tingkat inflasi AS itu melampaui ekspektasi para ekonom dan tercatat menjadi yang tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Padahal, para ekonom memperkirakan tingkat inflasi AS bisa turun sedikit dibanding Mei 2022 lalu yang sebesar 8,6 persen. Alih-alih turun, inflasi justru semakin liar menanjak.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS melansir bahwa biaya hidup naik 1,3 persen selama Juni 2022, disumbang oleh kenaikan harga bensin, tempat tinggal dan makanan. Harga energi meroket 41,6 persen pada tahun lalu, sedangkan harga makanan melesat 10,4 persen. Belum lagi, biaya tempat tinggal di AS naik 5,6 persen.
Royce Mendes, Ekonom Desjardins mengatakan tingkat inflasi saat ini sangat panas dan kemungkinan akan memaksa bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga pinjamannya. Bahkan, kenaikan suku bunga bisa lebih agresif dalam beberapa bulan mendatang.
Dengan segala cara pemerintah harus terus berupaya menekan laju inflasi serta defisit APBN. Indonesia masih termasuk negara yang aman terhadap terpaan badai inflasi, sehingga kondisi ini harus dijaga agar suku bunga di Indonesia tidak mengalami kenaikan. Kebijakan ini tentunya perlu mendapat apresiasi dan dukungan luas masyarakat agar stabilitas perekonomian nasional dapat terus terjaga.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute