spot_img
BerandaUncategorizedPapua Tetap Bagian NKRI Meski Ancaman dan Gangguan OPM...

Papua Tetap Bagian NKRI Meski Ancaman dan Gangguan OPM Tiada Henti

Papua Tetap Bagian NKRI Meski Ancaman dan Gangguan OPM Tiada Henti

Oleh: Brian Heremanu

Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, negara ini telah berjuang mempertahankan persatuan dan kesatuannya dari berbagai ancaman, baik yang datang dari dalam maupun luar negeri.

Salah satu ancaman paling serius saat ini yang terus menerus mengganggu keutuhan NKRI adalah gerakan separatisme yang dipimpin oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Sejak awal, OPM telah melakukan berbagai aksi yang bertujuan untuk mengganggu stabilitas di Papua dan melemahkan kendali pemerintah di wilayah tersebut.

Aksi-aksi ini sering kali melibatkan kekerasan bersenjata, penculikan, penyerangan terhadap aparat keamanan, serta teror terhadap warga sipil. Selain itu, OPM juga berusaha mendapatkan dukungan internasional dengan memanfaatkan isu-isu hak asasi manusia dan menggambarkan pemerintah sebagai penjajah di tanah Papua.

Ancaman yang ditimbulkan oleh OPM terhadap keutuhan NKRI tidak hanya bersifat politik, tetapi juga mencakup ancaman kekerasan dan teror yang nyata. Sepanjang sejarahnya, OPM telah melakukan berbagai serangan bersenjata yang menargetkan baik aparat keamanan maupun warga sipil. Serangan-serangan ini sering kali dilakukan di daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau, yang membuat upaya penanggulangan oleh aparat keamanan menjadi lebih sulit.
Salah satu taktik utama yang digunakan oleh OPM adalah serangan gerilya, yang melibatkan penyergapan mendadak terhadap patroli militer atau serangan terhadap pos-pos polisi. OPM sering kali melakukan aksi penculikan, baik terhadap warga negara Indonesia maupun warga negara asing, sebagai bentuk tekanan terhadap pemerintah dan untuk mendapatkan perhatian internasional.
Selain itu, OPM juga aktif dalam menyebarkan propaganda dan melakukan perang informasi. Mereka menggunakan berbagai saluran, termasuk media sosial, untuk menyebarkan narasi-narasi yang mendiskreditkan pemerintah dan menggambarkan Papua sebagai wilayah yang diduduki secara ilegal. Dalam propaganda mereka, OPM sering kali mengangkat isu-isu hak asasi manusia, menuduh aparat keamanan Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Papua, dan menyebarkan cerita-cerita yang memperkuat pandangan bahwa Papua seharusnya menjadi negara merdeka.
OPM terus berusaha mendapatkan dukungan internasional melalui kampanye-kampanye yang menargetkan organisasi-organisasi internasional, pemerintah asing, dan media global. Dalam konteks ini, OPM mencoba memanfaatkan simpati global terhadap isu-isu hak asasi manusia untuk mendapatkan dukungan bagi perjuangan separatis mereka.
Namun, propaganda dan perang informasi yang dilancarkan oleh OPM tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan dukungan internasional, tetapi juga untuk memperkeruh suasana di dalam negeri. Dengan menyebarkan berita-berita palsu dan narasi yang menyesatkan, OPM berusaha memecah belah masyarakat Indonesia dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Ini adalah salah satu bentuk ancaman yang sering kali diabaikan, tetapi memiliki dampak yang tidak kalah berbahaya dibandingkan dengan ancaman kekerasan fisik.
Menghadapi ancaman dari OPM, pemerintah telah melakukan berbagai upaya penanggulangan, baik melalui pendekatan militer maupun non-militer. Di sisi militer, TNI dan Polri telah dikerahkan untuk menjaga keamanan di Papua dan menumpas gerakan separatis. Operasi-operasi militer sering kali dilakukan di daerah-daerah yang menjadi basis kekuatan OPM, dengan tujuan untuk menghancurkan jaringan mereka dan menangkap para pemimpin gerakan separatis.
Baru-baru ini aparat gabungan TNI-Polri membekuk seorang anggota OPM, Rife Kerebea, alias Erik, alias Trisna Telenggen di Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, pada Sabtu (17/8). Kasatgas Humas Ops Damai Cartenz, Kombes Pol Bayu Suseno mengatakan pelaku sebelumnya terlibat aksi pembunuhan Nduga dan Yahukimo. Pelaku pun kini tengah dilakukan pemeriksaan intensif di Polres Nduga. Bayu mengungkap, Rife Kerebea merupakan salah satu orang kepercayaan Egianus Kogoya. Rife Kerebea bersama kelompok Egianus Kogoya mengatur stretegi perang dan pernah bermarkas di area Kampung Alguru di Distrik Krepkuri, Nduga.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Operasi Damai Cartenz-2024, Brigjen Faizal Ramadhani menyebut, Rife Kerebea merupakan anggota OPM pimpinan Egianus Kogoya. Pelaku masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polres Yahukimo. Rife Kerebea ditangkap berdasarkan laporan polisi tentang pembunuhan masyarakat pendulang emas di Kali EI, Distrik Seradala, Yahukimo. Pelaku kemudian ditetapkan DPO pada 8 November 2023.
Diketahui, Rife Kerebea bersama kelompok Egianus Kogoya terlibat pembantaian terhadap warga pendulang emas di Yahukimo pada 16 Oktober 2023 silam. Berdasarkan catatan detikcom, para pelaku penyerangan saat itu berjumlah 30 orang. Para anggota OPM menyerang warga dengan cara menembak, menebas menggunakan kampak, hingga membakar alat berat di lokasi kejadian. Insiden itu mengakibatkan 13 warga pendulang emas tewas dan 82 orang lainnya dievakuasi dalam kondisi selamat.
Keberhasilan penanganan masalah Papua ini tentunya tidak hanya bergantung pada kekuatan militer, tetapi juga pada bagaimana pemerintah dapat merangkul masyarakat Papua melalui dialog, pembangunan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan publik, dan pelaksanaan Otonomi Khusus Papua adalah langkah-langkah penting yang telah diambil untuk mengurangi ketidakpuasan dan ketertinggalan di wilayah tersebut. Pada akhirnya, komitmen bersama untuk mempertahankan keutuhan NKRI dan kesejahteraan seluruh masyarakat Papua harus menjadi prioritas utama dalam menghadapi tantangan separatisme ini.
.

)* Penulis adalah Redaktur Media Pemuda Papua Berjaya