spot_img
BerandaEkonomiMewujudkan Ekonomi Berbasis Sumber Daya Alam: Prabowo-Gibran dan Transformasi...

Mewujudkan Ekonomi Berbasis Sumber Daya Alam: Prabowo-Gibran dan Transformasi Industri Nasional

Mewujudkan Ekonomi Berbasis Sumber Daya Alam: Prabowo-Gibran dan Transformasi Industri Nasional

Oleh: Rani Harianja

Dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengelola sumber daya alam (SDA) secara berkelanjutan. Presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mengusung visi untuk mewujudkan ekonomi berbasis SDA yang tidak hanya mengutamakan eksploitasi, tetapi juga berorientasi pada keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.

Prabowo, yang dikenal sebagai sosok militer yang telah berkiprah selama bertahun-tahun, memiliki komitmen kuat untuk mengoptimalkan potensi SDA Indonesia. Ia menyadari bahwa kekayaan alam yang melimpah harus dikelola dengan bijaksana untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dalam kampanyenya, Prabowo menekankan pentingnya pengembangan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah dari SDA, sehingga tidak hanya menjadi bahan mentah yang diekspor, tetapi juga diolah menjadi produk bernilai tinggi.

Gibran, sebagai generasi muda dan Wali Kota Solo, membawa perspektif segar dalam memimpin transformasi industri nasional. Ia percaya bahwa teknologi dan inovasi adalah kunci untuk mengubah cara Indonesia mengelola dan memanfaatkan SDA. Gibran berkomitmen untuk mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam industri, agar proses pengolahan SDA tidak merusak lingkungan. Dalam berbagai forum, ia menyampaikan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam menciptakan ekosistem industri yang berkelanjutan.

Pernyataan Menteri Perindustrian (Menperin) RI, Agus Gumiwang Sasmita, mengenai pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen di bawah pemerintahan Prabowo-Gibran menunjukkan ambisi yang sangat tinggi. Dalam konteks ini, transformasi digital menjadi kunci utama untuk membawa industri dalam negeri menuju era industri 4.0. Langkah ini bukan hanya strategis, tetapi juga krusial untuk meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia di pasar global.

Di era digital ini, banyak negara telah mengadopsi teknologi canggih untuk mempercepat proses produksi, mengurangi biaya, dan meningkatkan efisiensi. Untuk mencapai target pertumbuhan yang ambisius tersebut, industri Indonesia harus bertransformasi dengan cepat dan adaptif terhadap perkembangan teknologi.

Transformasi ini juga berpotensi membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah ringan. Banyak industri di Indonesia, terutama yang berskala kecil dan menengah, masih tergolong konvensional dan belum siap untuk beralih ke sistem digital. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan dan program pelatihan yang sistematis untuk mempersiapkan tenaga kerja dalam menghadapi era industri 4.0.

Namun, ambisi pertumbuhan ekonomi 8 persen ini harus diimbangi dengan kebijakan yang mendukung keberlanjutan. Tidak bisa dipungkiri bahwa dengan peningkatan produksi akan ada dampak pada lingkungan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa transformasi industri yang dijalankan tidak hanya berorientasi pada angka pertumbuhan, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan.

Dalam konteks politik, keberhasilan program ini juga akan menjadi cerminan dari kemampuan pemerintahan Prabowo-Gibran dalam mewujudkan visi untuk membawa Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi. Keberhasilan dalam mencapai target pertumbuhan ini tentu akan meningkatkan kepercayaan publik dan investor terhadap pemerintahan mereka.

Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN), Burhanuddin Abdullah mengatakan bahwa rencana pemerintahan baru Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk langsung fokus pada pembangunan sektor strategis mulai Januari 2025 menjadi angin segar bagi masyarakat. Dengan komitmen yang jelas untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, langkah ini menunjukkan keseriusan dalam menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks.

Sektor pangan menjadi salah satu fokus utama yang disampaikan oleh Burhanuddin. Ketahanan pangan adalah isu krusial yang tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan makanan, tetapi juga dengan stabilitas ekonomi lokal. Dalam konteks Indonesia yang kaya akan potensi pertanian, memperkuat pangan lokal dapat membantu menciptakan ekosistem yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Upaya ini diharapkan tidak hanya meningkatkan pasokan pangan, tetapi juga memperkuat daya saing produk lokal di pasar.

Fokus pada pengembangan koperasi dan usaha kecil juga merupakan langkah yang sangat strategis. Koperasi dan UMKM adalah tulang punggung perekonomian Indonesia, menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB). Dengan memberikan dukungan yang lebih besar kepada sektor ini, pemerintah dapat memperkuat struktur ekonomi lokal, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas.

Dengan visi dan misi yang jelas, Prabowo-Gibran berusaha untuk menciptakan sinergi antara pemanfaatan SDA dan pengembangan industri yang berkelanjutan. Keduanya berharap dapat mengubah paradigma pengelolaan SDA dari sekadar mengeksploitasi menjadi memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat. Dalam konteks ini, penciptaan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan bukan hanya sekadar impian, tetapi menjadi keniscayaan yang harus diwujudkan.

Sebagai pemimpin yang memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda, Prabowo dan Gibran diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi Indonesia. Melalui pendekatan yang holistik dan terintegrasi, pasangan ini berambisi untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah, di mana SDA tidak hanya menjadi sumber kekayaan, tetapi juga menjadi pondasi bagi kesejahteraan rakyat. Transformasi industri nasional yang berkelanjutan, di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran, diharapkan menjadi langkah konkret menuju Indonesia yang lebih sejahtera dan berdaya saing global.

)* Penulis merupakan Peneliti Ekonomi Kerakyatan Institut Ekonomi Sejahtera