Mengapresiasi Komitmen Pemerintah Berantas Konten Radikal Selama Pemilu 2024
Oleh: Hidayat Syaiful
Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, dunia maya menjadi arena yang signifikan dalam membentuk opini dan memengaruhi pandangan masyarakat.
Namun, dampak positif ini terkadang disertai oleh tantangan serius, salah satunya adalah penyebaran radikalisme di dunia maya. Pada khususnya, menjelang periode pemilihan umum (Pemilu), perhatian terhadap radikalisme di dunia maya semakin meningkat, mengingat potensi kerentanan masyarakat terhadap pengaruh negatif dari konten-konten radikal.
Masyarakat diharapkan bisa memahami dinamika radikalisme di dunia maya, khususnya dalam konteks jelang Pemilu. Bagaimana ideologi radikal tersebar, bagaimana penggunaan platform digital menjadi alat propagandanya, dan bagaimana dampaknya terhadap stabilitas demokrasi, menjadi pertanyaan-pertanyaan sentral yang memerlukan perhatian bersama.
Pentingnya pemahaman ini tidak hanya bersifat akademis, namun juga bersifat praktis dan strategis dalam rangka menjaga keamanan dan kesejahteraan masyarakat jelang pelaksanaan pemilihan umum.
Ketahanan nasional yang tangguh berperan sangat strategis terutama dalam aspek politik dan keamanan, khususnya pada pelaksanaan Pemilu 2024. Persoalan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu di tahun 2019 menjadi pembelajaran bagi bangsa, bagaimana praktik intoleransi menjadi hal yang sering dipertontonkan ke publik dan menjadi media memperoleh dukungan suara.
Intoleransi yang terjadi di tahun politik menjadi hal yang harus serius diperhatikan oleh Pemerintah dan masyarakat karena dampaknya bukan hanya pada saat pelaksanaan Pemilu saja, tetapi juga dampak jangka panjang, dan jika dibiarkan maka dapat menjadi pola dan modus politik negatif di masa depan.
Terlepas dari siapa pun yang melakukan intoleransi, kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan dan tidak dapat dibenarkan karena dapat merusak rasa kebangsaan sebagai negara yang plural. Tidak hanya terjadi langsung di tengah masyarakat, narasi intoleransi, bahkan yang mengarah kepada radikalisme bertebaran di dunia digital, khususnya di media sosial.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Nasional Penanganan Terorisme (BNPT) intensif memantau platform digital guna mengatasi penyebaran konten radikalisme dan terorisme menjelang Pemilu 2024. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, mengungkapkan bahwa sebanyak 174 akun dan konten internet telah diambil tindakan, mengikuti arahan Presiden Jokowi untuk menciptakan Pemilu yang damai.
Pada bulan Juli hingga Agustus 2023, Kominfo telah melakukan pemutusan akses terhadap akun dan konten yang terindikasi memuat aktivitas indoktrinasi dan penyebaran paham radikalisme. Mayoritas konten tersebar di platform Twitter (116 konten), diikuti Facebook (46 konten), Instagram (11 konten), dan YouTube (1 konten), seperti yang dilaporkan oleh Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika.
Kesigapan Kominfo dalam memutus akses ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Budi Arie menegaskan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan TNI dan BNPT untuk menjelajahi akun-akun yang menyebarkan konten terorisme, radikalisme, dan separatisme.
Masyarakat diimbau untuk berperan aktif dengan menghindari penyebaran konten radikalisme, terorisme, dan separatisme. Melalui aduankonten.id atau akun X@aduankonten yang dikelola Kominfo, masyarakat dapat melaporkan keberadaan situs atau konten yang mencurigakan. Langkah ini menjadi bagian dari upaya pencegahan agar pemilu berlangsung produktif dan sehat bagi masyarakat Indonesia.
Kominfo juga melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, termasuk dengan Kementerian Agama, untuk menanggulangi konten radikalisme. Upaya ini bertujuan menjaga kedamaian di ruang digital menjelang Pemilu 2024. Budi Arie menekankan bahwa netizen harus berhati-hati di media sosial, tempat yang seringkali dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk mempopulerkan paham radikalisme dan intoleransi.
Pemerintah mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam menjaga ruang digital yang aman dan sehat, dengan membagikan konten-konten yang positif. Seiring itu, masyarakat diminta untuk tidak mudah percaya pada hoaks dan propaganda yang beredar di media sosial, serta melaporkan konten mencurigakan kepada aparat keamanan. Dengan demikian, bersama-sama kita dapat mewaspadai dan mencegah potensi ancaman radikalisme menjelang Pemilu 2024.
Dalam menghadapi momen krusial Pemilu 2024, keberhasilan dalam menciptakan atmosfer yang demokratis, damai, dan kondusif menjadi tanggung jawab bersama. Ancaman radikalisme di dunia maya, seperti yang telah dibahas sebelumnya, merupakan tantangan serius yang dapat mengganggu proses demokrasi dan merusak keharmonisan masyarakat.
Pemantauan yang intensif dari Kominfo bersama TNI dan BNPT telah menjadi langkah proaktif dalam menanggulangi penyebaran konten radikal. Pemutusan akses terhadap 174 akun dan konten internet menjadi bukti nyata komitmen untuk menjaga keamanan di ranah digital.
Namun, tanggung jawab ini bukan hanya pada lembaga pemerintah. Setiap individu, sebagai bagian dari masyarakat yang demokratis, memiliki peran dalam mewaspadai dan melaporkan konten yang mencurigakan. Edukasi publik tentang risiko radikalisme di dunia maya perlu ditingkatkan, dan kesadaran akan pentingnya menjaga ruang digital sebagai wadah yang positif harus menjadi bagian integral dari budaya digital kita.
Jelang Pemilu 2024, mari bersama-sama menciptakan lingkungan daring yang sehat, beradab, dan bebas dari ancaman radikalisme. Dengan kewaspadaan dan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat, kita dapat memastikan bahwa proses demokrasi berlangsung tanpa gangguan, menjadikan Pemilu sebagai momentum bersatunya rakyat Indonesia dalam menentukan arah negara ke depan.
)* Penulis merupakan pemerhati sosial dan politi