Mendukung Aparatur Negara Bebas Radikalisme
Oleh: Muhammad Faiq
Salah satu kelompok yang rentan terhadap infiltrasi paham radikal adalah aparatur negara, termasuk aparatur sipil negara (ASN), anggota kepolisian, dan militer. Para aparatur negara tersebut pun diharapkan dapat terus meningkatkan pemahaman mengenai Pancasila dan selalui membentengi diri dari paham radikal.
Sebagai sasaran utama penyebaran paham radikal, kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat posisi strategis ASN yang bekerja di instansi pemerintah dan lingkungan pemerintahan. Keberadaan ASN yang terpapar radikalisme dapat mengancam integritas dan stabilitas lembaga pemerintahan serta memperlemah upaya penanggulangan radikalisme secara keseluruhan.
Terkait hal ini, Badan Pembina Idiologi Pancasila (BPIP) mendapat mandat untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada ASN yang bertugas di Ibu Kota Nusantara (IKN). Direktur Perencanaan, Standarisasi Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan BPIP, Dr. Drs Yakob mengatakan para abdi negara harus bersih dari paparan paham radikal. BPIP mengemban tugas mengubah pola pikir ASN agar sesuai dengan Idiologi Pancasila, yaitu menjalakan tugasnya berdasarkan Pancasila agar tujuan keadian sosial dapat tercapai dan dirasakan seluruh warga IKN.
Kesadaran mengharuskan ASN dan pasangannya untuk saling mengawasi dan mengingatkan satu sama lain agar tidak terjerumus ke dalam paham radikal. Langkah preventif merupakan bagian penting dari upaya pemerintah dalam menjaga integritas dan profesionalisme ASN. Dengan adanya pengawasan yang ketat, diharapkan setiap ASN dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka dengan baik tanpa adanya gangguan dari paham-paham radikal yang dapat merusak tatanan pemerintahan dan masyarakat.
Pemerintah juga terus melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan birokrasi dan ASN yang bebas dari pengaruh radikalisme. Hal ini menjadi semakin penting mengingat para teroris kini menyebarkan paham radikal melalui media daring yang interaktif. Guna menangkal penyebaran paham tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mengambil langkah tegas dengan mengidentifikasi dan memblokir 5.731 konten radikalisme sejak 17 Juli 2023 hingga 2 Maret 2024.
Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan pihaknya telah melakukan penanganan terhadap konten-konten yang mengandung ekstrimisme, radikalisme dan terorisme di berbagai platform digital. Menurutnya, platform media sosial Meta menjadi platform yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan paham-paham atau konten ekstrimisme, radikalisme dan terorisme. Jika tidak dikelola dengan hati-hati akan berpotensi menimbulkan ancaman yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain upaya pemblokiran konten radikal, pemerintah juga meluncurkan portal aduan ASN untuk mengadukan pelanggaran yang mengandung unsur ujaran kebencian dan radikalisme. Portal ini memberikan kesempatan kepada masyarakat dan ASN itu sendiri untuk melaporkan indikasi radikalisme di lingkungan kerja mereka, sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilakukan. Melalui langkah ini, pemerintah berharap dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari pengaruh radikal.
Diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan Untuk mencegah dan memberantas radikalisme di kalangan ASN. Pertama, program pendidikan dan pelatihan yang berfokus pada peningkatan kesadaran akan bahaya radikalisme sangat penting. Materi pelatihan harus mencakup pemahaman ideologi negara, pentingnya toleransi, dan kemampuan mendeteksi tanda-tanda radikalisme. ASN perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan menangkal radikalisme sejak dini.
Kedua, penanaman nilai-nilai Pancasila harus dilakukan dalam setiap aspek pekerjaan ASN. Pancasila sebagai ideologi negara harus menjadi landasan utama dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Selain Dengan langkah-langkah ini, diharapkan ASN dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan profesionalisme dan integritas yang tinggi, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pencegahan radikalisme di kalangan ASN memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Hal ini mencakup beberapa aspek seperti pendidikan, penanaman nilai-nilai, monitoring, dan penerapan sanksi yang jelas, benar, dan moderat agar tidak mudah terpengaruh oleh interpretasi ekstrem yang sering digunakan oleh kelompok radikal.
Ketiga, penerapan nilai-nilai BerAKHLAK (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) dalam pekerjaan ASN dapat menjadi tameng yang kuat terhadap penyebaran paham radikal. Nilai-nilai ini akan membuat ASN lebih fokus pada pelayanan publik yang berkualitas dan bekerja sama dalam menjaga stabilitas negara.
Keempat, monitoring dan evaluasi berkala sangat penting. Membentuk tim khusus untuk memantau dan mengevaluasi potensi radikalisme di kalangan ASN dapat membantu mengidentifikasi dan mengatasi masalah secara efektif. Selain itu, penguatan integritas dan etika kerja melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, seminar, dan workshop akan membantu ASN memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai integritas dan etika kerja.
Terakhir, penerapan sanksi tegas bagi ASN yang terlibat dalam aktivitas radikal adalah langkah krusial. Sanksi yang tegas akan memberikan efek jera dan menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas radikalisme. Dengan adanya sanksi yang jelas, ASN akan lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak.
Pencegahan radikalisme di kalangan aparatur negara memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Melalui pendidikan dan pelatihan, penanaman nilai-nilai Pancasila, penguatan moderasi beragama, penerapan nilai-nilai BerAKHLAK, monitoring dan evaluasi, penguatan integritas, serta penerapan sanksi tegas, ASN dapat menjadi benteng yang kuat dalam melawan radikalisme. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan aparatur negara dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan profesionalisme dan integritas yang tinggi, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
)* Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Semarang