spot_img
BerandaEnergiMasyarakat Tidak Perlu Panik Menyikapi Penyesuaian Harga BBM

Masyarakat Tidak Perlu Panik Menyikapi Penyesuaian Harga BBM

Masyarakat Tidak Perlu Panik Menyikapi Penyesuaian Harga BBM

Di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, negara sudah memberikan subsidi hampir Rp 690 triliun, ditambah lagi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang selama ini meleset dari 23 juta kilo liter menjadi 29,06 juta kilo liter. Hal ini menyebabkan Pemerintah harus mengeluarkan Rp 658 triliun untuk subsidi. Dengan demikian secara keseluruhan Pemerintah mengeluarkan hampir sekitar Rp 1.400 triliun untuk subsidi masyarakat, sehingga konstruksi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) negara akan sangat rapuh.

Pengamat Politik Ekonomi, Kapitra Ampera, menjelaskan saat ini Indonesia adalah konsumen besar BBM karena produksi dalam negeri tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.

“Selain itu, perang Rusia-Ukraina yang tidak berkesudahan menambah situasi global menjadi lebih rumit. Rusia dan Ukraina adalah produsen minyak dan pangan energi. Konflik kedua negara ini membuat harga minyak menjadi tidak menentu dan harga produksi minyak juga terganggu. Kondisi ini memperparah inflasi global. Jalan keluarnya adalah bagaimana menekan subsidi BBM seminim mungkin agar bangsa ini bisa bertahan dan problem pengelolaan keuangan bisa termaksimalisasi”, ungkap Kapitra.

Fakta di lapangan, kata Kapitra, 80% subsidi dinikmati oleh orang-orang mampu, bukan masyarakat yang memerlukan. Jika ini terus dipaksakan tanpa ada evakuasi penyesuaian harga, maka negara ini akan mengalami turbulensi ekonomi dan politik. Oleh karena itu, penyesuaian harga BBM menjadi suatu keniscayaan demi menyelamatkan bangsa.

“Masyarakat perlu berpikir rasional. Jika harga BBM tidak disesuaikan, maka Indonesia akan masuk dalam kegelapan dan menuju fase failed state seperti Sri Lanka, karena semua sektor produksi pasti ditutup. Penyesuaian harga BBM diperlukan untuk menjaga kesinambungan perekonomian masyarakat maupun negara”, kata Kapitra dilansir dari Youtube CNN Indonesia.

Kapitra menilai Pemerintah harus menyiapkan strategi agar penyesuaian harga BBM tidak berdampak luas kepada sektor lainnya. Dalam hal ini perlu menyiapkan bantalan sosial, antara lain mengontrol harga barang kebutuhan pokok agar tidak melonjak secara siginifikan. Kedua, pemerintah perlu melakukan penyekatan BBM bersubsidi dan non subsidi, sehingga BBM bersubsidi tidak lagi dinikmati oleh 80 persen orang-orang kaya dan tepat sasaran bagi masyarakat yang membutuhkan.

“Untuk mencegah Indonesia menjadi negara bangkrut, maka kita harus bersikap rasional dengan menyesuaikan harga BBM. Namun demikian, ada kompensasi negara kepada masyarakat, diantaranya jaringan pengaman sosial harus sampai ke masyarakat, seperti halnya BLT, Bansos, dan lain sebagainya”, sebut Kapitra.

Menurut Kapitra, efisiensi menjadi penting dan subsidi yang tepat sasaran harus menjadi prioritas negara. Negara tidak boleh terlalu memanjakan masyarakat dengan subsidi, karena akan membuat daya juang masyarakat menjadi lemah. Harga minyak negara kita jauh lebih rendah dari negara lain. Ada dua hal besar yang tidak dapat dihindari, yaitu pandemi dan perang Rusia-Ukraina. Efisiensi-efisiensi tersebut menjadi faktor penentu untuk bangsa ini agar tetap bertahan dan tidak menjadi bangsa gagal.

“Penyesuaian harga BBM harus dilakukan untuk menyelamatkan masyarakat Indonesia. Jika harga BBM tidak disesuaikan, maka APBN akan jebol dan terjadi resesi ekonomi. Kedepan, Indonesia tidak akan mampu mengembangkan sektor produksi dan perekonomian karena sumber daya ekonomi tersedot inflasi. Bagaimana negara membuka lapangan pekerjaan jika subsidi untuk mengembangkan sektor usaha tersedot dengan subsidi BBM dan Covid-19 yang begitu besar”, ujar Kapitra.

Kapitra mengatakan, pro dan kontra terkait penyesuaian harga BBM selalu terjadi karena masalah ini tidak dilihat secara jernih. Kali ini merupakan periode terakhir Presiden Jokowi, sehingga fokus Presiden adalah bagaimana menjaga negara ini tetap survive.

Sementara itu, ada kelompok petualang politik yang menciptakan dan mencari momen untuk mendiskreditkan pemerintah. Dalam ketatanegaraan itu tidak bisa dielakkan. Tetapi psikologi masyarakat dalam ekonomi itu sederhana. Masyarakat hanya membutuhkan tiga hal saja, yaitu lapangan kerja terbuka, mata uang mempunyai nilai, dan harga barang terjangkau. Jika ini terpenuhi oleh negara, maka propaganda politik dari kelompok-kelompok yang ingin mendiskreditkan pemerintah akan tersingkir.

“Para politisi juga jangan memanfaatkan isu ini untuk memprovokasi masyarakat karena jika tidak ada kepercayaan publik maka akan mengganggu proses pemulihan ekonomi. Politisi diharapkan untuk mengedepankan kedewasaan berpolitik. Masyarakat juga tidak perlu panik karena negara telah melakukan antisipasi berupa operasi pasar, atau subsidi sembako, maupun antisipasi lainnya, sehingga dampaknya akan tertanggulangi dengan baik jika harga BBM jadi disesuaikan”, tutupnya.