spot_img
BerandaEkonomiLarangan Ekspor Minyak Goreng dan Sawit Demi Wujudkan Stabilitas...

Larangan Ekspor Minyak Goreng dan Sawit Demi Wujudkan Stabilitas Harga

Larangan Ekspor Minyak Goreng dan Sawit Demi Wujudkan Stabilitas Harga


Oleh : Deka Prawira 


Presiden Jokowi bersikap tegas dengan melarang ekspor sawit dan minyak goreng. Hal itu ditempuh untuk mewujudkan stabilitas harga komoditas tersebut di pasar.


Pemerintah bergerak cepat untuk menyelesaikan gejolak minyak goreng di pasaran. Setelah menetapkan tersangka mafia minyak goreng, kini Presiden Joko Widodo langsung mengambil langkah berani yakni melakukan pelarangan ekspor sawit serta minyak goreng ke luar negeri.


Pelarangan ekspor kelapa sawit dan minyak goreng tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi ketika melakukan konferensi pers.

Beliau menyatakan bahwa sejak tanggal 28 April 2022, seluruh aktivitas pengeksporan bahan baku minyak goreng serta minyak goreng akan dilarang hingga batas waktu yang belum ditentukan.


Tentunya harapan besar dari kita semua semenjak diberlakukannya kebijakan ini adalah ketersediaan minyak goreng di Indonesia menjadi kembali stabil lagi sehingga berpengaruh pula pada harga yang menjadi stabil.

Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga mengatakan kalau dirinya akan terus melakukan pemantauan terhadap ketersediaan minyak goreng beserta bagaimana perkembangan harganya.
Kebijakan tegas yang ditetapkan oleh Presiden sontak membuat sejumlah pihak memberikan apresiasi mereka, salah satunya datang dari Wakil Ketua Komisi VI DPR Sarmuji yang menyatakan bahwa dirinya sangat mendukung pelarangan ekspor yang telah dikeluarkan oleh Presiden tersebut.
Sarmuji mengatakan bahwa sejatinya Indonesia ini merupakan negara produsen minyak terbesar di dunia, namun apabila justru terjadi kelangkaan minyak goreng di wilayah sendiri, maka alangkah malunya. Lebih lanjut, dirinya juga berpesan kepada Pemerintah bahwa untuk menerapkan sanksi tegas bagi para pelanggar ketentuan mengenai minyak goreng.
Senada dengan saran dari Wakil Ketua Komisi VI DPR tersebut, salah satu peneliti Institue for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyatakan bahwa Pemerintah juga harus bisa tegas kepada perusahaan yang diduga menahan stok minyak gorengnya dan bisa memastikan ada distribusi merata di pasaran sehingga harga bisa langsung dikontrol.
Tidak bisa di pungkiri jika semisal sudah ada aturan mengenai pelarangan ekspor namun semisal tidak diimbangi dengan sanksi yang tegas dan nyata, maka hal tersebut akan menjadi percuma menurut Sarmuji. Maka dari itu untuk bisa memastikan supaya seluruh aturan ini benar-benar dipatuhi, butuh sekali yang namanya pengawasan ketat.
Apresiasi juga berasal dari Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam yang menyatakan bahwa keputusan tegas dari Presiden selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan membuktikan bagaimana negara memang hadir untuk menjawab seluruh kebutuhan rakyat. Selain itu, negara juga turut hadir demi bisa melawan kepentingan para pengusaha atau oligarki sawit yang saat ini terus merongrong bahkan hingga di pasar global.
Dengan memberlakukan ketentuan untuk langsung melarang ekspor sawit dan minyak goreng ini, maka sama saja Presiden Jokowi telah menunjukkan bagaimana kedaulatan serta kemampuan kita selaku pemasok minyak sawit terbesar di dunia. Selain itu, seperti dikatakan oleh Yusuf Rendi selaku Ekonom Centre of Reform on Economic bahwa pelarangan ekspor minyak ini menjadi langkah awal yang baik untuk segera bisa membuat harga minyak goreng turun di masyarakat.
Kebijakan larangan ekspor diharapkan menjadi anti klimaks dari krisis kelangkaan minyak goreng. Masyarakat pun mengapresiasi keputusan tersebut yang dianggap telah mendahulukan kepentingan pasar domestik dibandingkan internasional. Kebijakan ini pun semakin mempertegas komitmen Pemerintah membenahi sengkarut minyak goreng setelah sebelumnya menangkap salah satu mafia minyak goreng.
Apresiasi pantas diberikan kepada Pemerintah yang telah berusaha maksimal menyeimbangkan harga minyak goreng, termasuk melalui kebijakan larangan ekspor sawit maupun minyak goreng. Kebijakan tersebut diharapkan dapat segera berproses dan memberikan hasil maksimal agar titik keseimbangan baru minyak goreng dapat segera terwujud.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute