spot_img
BerandaUncategorizedKunjungan Paus Wujud Kepercayaan Terhadap Kerukunan Beragama di Indonesia

Kunjungan Paus Wujud Kepercayaan Terhadap Kerukunan Beragama di Indonesia

Kunjungan Paus Wujud Kepercayaan Terhadap Kerukunan Beragama di Indonesia

Oleh : Andika Pratama

Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia pada awal September 2024 menjadi momen bersejarah yang mencerminkan kepercayaan dunia internasional terhadap kerukunan beragama di Indonesia.

Sebagai negara mayoritas penduduk beragama Islam, Indonesia memiliki reputasi yang kuat dalam menjaga harmoni antarumat beragama. Kehadiran Paus Fransiskus tidak hanya sebagai tamu kenegaraan, tetapi juga sebagai pengakuan terhadap keberhasilan Indonesia dalam memelihara hubungan yang harmonis di antara berbagai komunitas agama.

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keberagaman agama. Meskipun mayoritas penduduknya adalah Muslim, Indonesia bukanlah negara agama, melainkan sebuah negara demokratis yang menghargai pluralisme. Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignasius Suharyo, menegaskan bahwa kerukunan beragama di Indonesia telah lama menjadi perhatian dunia, khususnya Vatikan. Suharyo menyebut bahwa Islam yang dianut di Indonesia berbeda dengan Islam di Timur Tengah, di mana pengaruh Timur Tengah terhadap Islam Indonesia relatif kecil. Ini menunjukkan bahwa Islam di Indonesia telah berkembang dengan cara yang unik dan harmonis dengan keberagaman yang ada.
Pada kunjungannya ke Indonesia, Paus Fransiskus ingin melihat langsung bagaimana umat beragama di Indonesia hidup berdampingan dalam damai dan harmoni. Hal ini sejalan dengan pandangan Vatikan yang mengakui pentingnya dialog antaragama dan penghormatan terhadap keyakinan yang berbeda. Rencana kehadiran Paus Fransiskus ke Indonesia menjadi bukti bahwa Indonesia dianggap sebagai model kerukunan beragama yang patut dicontoh oleh negara-negara lain.
Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Vatikan telah terjalin sejak lama, bahkan sejak masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Vatikan merupakan salah satu negara yang paling awal mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1947. Hal ini menegaskan bahwa hubungan antara kedua negara telah lama dibangun di atas dasar saling menghormati dan kerja sama yang erat.
Selain itu, gereja Katolik di Indonesia telah aktif mengirimkan misionaris ke berbagai penjuru dunia, yang semakin memperkuat hubungan antara Indonesia dan Vatikan. Laporan-laporan dari Kedutaan Besar Vatikan di Indonesia kepada Paus menunjukkan bahwa gereja Katolik di Indonesia berkembang dengan baik, dan hal ini turut menjadi salah satu alasan Paus untuk mengunjungi Indonesia. Paus ingin melihat langsung bagaimana komunitas Katolik di Indonesia berkontribusi dalam membangun kehidupan beragama yang harmonis di tengah masyarakat yang mayoritas Muslim.
Salah satu momen penting menjelang kedatangan Paus Fransiskus adalah pertemuan antara pimpinan organisasi kepemudaan lintas agama di Indonesia dengan Duta Besar RI untuk Vatikan. Pertemuan ini dipimpin oleh Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Addin Jauharudin, bersama PP Muhammadiyah, Pemuda Katolik, GAMKI, dan Peradah Indonesia, menunjukkan komitmen mereka dalam mempromosikan perdamaian dan kerukunan beragama. Ketua Umum GP Ansor Addin Jauharudin mengatakan bahwa Paus Fransiskus sangat menghormati Indonesia, Pancasila, bahkan berkenan untuk menandatangani Deklarasi Jakarta-Vatikan yang digagas anak-anak muda lintas agama Indonesia
Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin organisasi kepemudaan lintas agama ini menyampaikan suka cita atas rencana kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia. Mereka juga menegaskan pentingnya ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariah, yang berarti persaudaraan kebangsaan dan persaudaraan kemanusiaan, yang menjadi landasan kuat dalam membangun perdamaian di Indonesia. Pertemuan ini tidak hanya sekadar seremonial, tetapi juga menjadi bukti konkret bahwa pemuda Indonesia dari berbagai latar belakang agama mampu bekerja sama untuk mewujudkan perdamaian dunia.
Nantinya, salah satu hasil penting dari kunjungan Paus Fransiskus ke Vatikan oleh organisasi kepemudaan lintas agama adalah penandatanganan ‘Deklarasi Jakarta-Vatikan’. Deklarasi ini ditandatangani oleh para pemimpin organisasi kepemudaan lintas agama Indonesia di Paul VI Audience Hall, Vatikan, Roma. Tema deklarasi ini adalah “Keadilan dan Perdamaian untuk Dunia”, yang menekankan pentingnya nilai-nilai Pancasila sebagai energi positif bagi peradaban dunia.
Deklarasi ini juga menggarisbawahi pentingnya mendukung dan menyebarluaskan pandangan dan nilai-nilai yang tertuang dalam Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Kehidupan Bersama, yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb di Abu Dhabi pada tahun 2019. Dengan penandatanganan deklarasi ini, para pemimpin pemuda lintas agama Indonesia menunjukkan komitmen mereka untuk menjadi duta perdamaian dan keadilan di dunia.
Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia merupakan simbol kepercayaan dunia terhadap kemampuan Indonesia dalam menjaga kerukunan beragama. Indonesia telah membuktikan bahwa keberagaman agama bukanlah penghalang, tetapi justru menjadi kekuatan dalam membangun masyarakat yang harmonis dan damai. Melalui dialog, toleransi, dan kerja sama, Indonesia telah menciptakan sebuah model yang dapat diikuti oleh negara-negara lain.
Pertemuan Paus Fransiskus dengan berbagai tokoh agama di Indonesia, termasuk pertemuan antaragama di Masjid Istiqlal, Jakarta, adalah bukti nyata bahwa Indonesia diakui sebagai salah satu negara yang berhasil dalam mempromosikan dialog antaragama. Kehadiran Paus Fransiskus juga mengirimkan pesan kuat kepada dunia bahwa perdamaian dan kerukunan hanya dapat terwujud melalui penghormatan terhadap perbedaan dan kerja sama yang tulus antarumat beragama.
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bukan hanya sekadar kunjungan kenegaraan, tetapi juga merupakan pengakuan terhadap prestasi Indonesia dalam memelihara kerukunan beragama. Ini adalah momen yang membanggakan bagi seluruh rakyat Indonesia dan menjadi pengingat bahwa keberagaman adalah kekayaan yang harus dijaga dan dirayakan.

)* Penulis adalah Kontributor Indonesia Damai Institue