Keberadaan OPM Ganggu Stabilitas Keamanan di Papua
Oleh: Marcus Wonda
Pemerintah selama bertahun-tahun telah berusaha mengedepankan pendekatan damai melalui berbagai kebijakan, termasuk dialog dengan berbagai pihak dan pembangunan infrastruktur di Papua. Namun, upaya-upaya ini kerap terhalang oleh aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM). Tindakan separatisme ini tidak hanya merugikan secara fisik, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap proses perdamaian yang tengah dijalankan.
Namun, OPM terus menunjukkan aksi-aksi yang mengganggu stabilitas keamanan di Papua, salah satunya yang mendapat sorotan dunia internasional adalah penembakan pilot helikopter asal Selandia Baru, Glen Malcolm Conning. Serangan yang terjadi di Distrik Alama, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, dilakukan dengan kekerasan menggunakan senjata api dan senjata tajam, yang mengakibatkan Glen tewas di tempat.
Kapen Kogabwilhan III, Kolonel Inf Winaryo menyatakan bahwa tindakan OPM ini tidak hanya menghambat upaya pembangunan di Papua, tetapi juga merusak perdamaian yang selama ini coba diwujudkan. Distrik Alama, yang sebelumnya relatif aman meski tidak memiliki kehadiran TNI atau Polri secara permanen, kini terguncang oleh insiden ini. Ketidakstabilan akibat serangan tersebut memperburuk kenyamanan hidup masyarakat setempat.
Helikopter yang diterbangkan Glen adalah penerbangan resmi, terdaftar dalam jadwal sipil, dan berangkat dari Timika menuju Alama sebagai bagian dari misi kemanusiaan yang disewa oleh Dinas Kesehatan Mimika. Namun, OPM tetap menganggap penerbangan tersebut sebagai pelanggaran terhadap klaim teritorial mereka dan melakukan tindakan brutal yang melanggar hak asasi manusia (HAM).
Selain serangan langsung terhadap masyarakat, OPM juga kerap menyebarkan hoaks untuk memainkan pikiran masyarakat untuk menciptakan ketakutan dan intimidasi. Bahkan tidak jarang OPM menyebarkan berita palsu untuk menyerang pemerintah.
Penggunaan media sosial oleh OPM dan simpatisannya sebagai platform penyebaran informasi palsu semakin memperumit upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas di Papua. Hoaks dan provokasi ini tidak hanya mengganggu keamanan, tetapi juga mencoreng citra Papua di tingkat nasional dan internasional, yang berdampak negatif pada pembangunan dan investasi di wilayah tersebut. Oleh karena itu, hoaks yang disebarkan OPM menjadi ancaman yang harus diwaspadai, agar tidak memicu konflik sosial yang lebih besar.
Tindakan OPM yang sering mengabaikan HAM, terutama terhadap warga sipil, telah menjadi pola kekerasan yang berulang. Situasi ini memicu kebutuhan mendesak bagi aparat keamanan, baik TNI maupun Polri, untuk mengambil tindakan tegas dalam menegakkan hukum demi memastikan stabilitas dan perdamaian di wilayah Papua. Tanggung jawab untuk menjaga kedaulatan negara dan melindungi warga sipil harus tetap menjadi prioritas utama, meski tantangan dari kelompok-kelompok separatis seperti OPM terus mengintai.
Frits Ramandey, Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, menegaskan bahwa pembunuhan dan pembakaran warga sipil yang tidak bersalah adalah bentuk kekejaman yang tidak dapat dibenarkan dalam situasi apa pun. Aksi semacam ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menciptakan ketakutan dan ketidakamanan yang mendalam di kalangan masyarakat Papua.
Respons cepat dari Satgas Damai Cartenz dan Brimob Batalyon C Polda Papua patut diapresiasi dalam menangani situasi yang genting ini. Ramandey berharap penegakan hukum yang cepat, tepat, jujur, dan adil diutamakan untuk memastikan bahwa para pelaku kejahatan ini dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini penting untuk memulihkan rasa keadilan di kalangan masyarakat dan memberikan perlindungan yang layak bagi keluarga korban.
Tindakan tegas diharapkan dapat mengembalikan stabilitas dan keamanan di Papua, yang selama ini terganggu oleh kekerasan yang dilakukan OPM. Salah satu upaya yang dilakukan adalah operasi militer dan patroli intensif, seperti yang dilakukan Satuan Tugas (Satgas) Operasi Damai Cartenz 2024. Patroli ini bertujuan menjaga keamanan dan memberikan rasa aman kepada masyarakat dari gangguan kelompok separatis. Selain operasi di lapangan, pemerintah juga memberikan ultimatum kepada OPM untuk menghentikan serangkaian aksi kekerasan.
Tindakan OPM tidak hanya dikecam oleh aparat keamanan, tetapi juga oleh berbagai elemen masyarakat. Ketua Forum Mahasiswa dan Pemuda Tanah Papua (Formapa), Charles Kossay, menegaskan dukungan penuhnya kepada aparat keamanan dalam menindak kelompok separatis ini. Dukungan masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa proses pembangunan di Papua tidak terhambat oleh kekerasan OPM.
Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Syafuan Rozi juga menekankan bahwa operasi militer terhadap OPM menjadi langkah yang diperlukan, mengingat eskalasi konflik yang terus meningkat di Papua. Syafuan menggambarkan operasi militer ini sebagai “syok terapi” yang diharapkan dapat membawa OPM ke meja perundingan, yang selama ini mereka tolak. Menurutnya, seperti kelompok militan lain di berbagai belahan dunia, OPM memiliki persenjataan dan logistik yang memadai, sehingga pendekatan militer mungkin menjadi satu-satunya jalan untuk memaksa mereka berdialog.
Dukungan terhadap aparat keamanan dalam menindak OPM menjadi kunci penting untuk memastikan Papua berkembang menuju masa depan yang lebih baik, damai, dan sejahtera. Kombinasi antara langkah tegas pemerintah, dukungan masyarakat, serta pembangunan yang berkelanjutan akan membantu Papua menjadi wilayah yang aman dan makmur bagi seluruh masyarakatnya, sehingga perdamaian bisa sepenuhnya terwujud di Bumi Cenderawasih.
*) Pemerhati Sosial asal Papua