spot_img
BerandaUncategorizedIndonesia Peringkat Ke-3 Ekonomi Syariah Dunia, Bukti Miliki Potensi...

Indonesia Peringkat Ke-3 Ekonomi Syariah Dunia, Bukti Miliki Potensi Besar

Indonesia Peringkat Ke-3 Ekonomi Syariah Dunia, Bukti Miliki Potensi Besar

Oleh : Nagita Salwa

Indonesia telah mencapai tonggak penting dalam perekonomian syariah dunia dengan berada di peringkat ke-3, setelah Malaysia dan Arab Saudi, dalam Indeks Ekonomi Syariah Global atau Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023 yang dirilis oleh DinarStandard™ di Dubai, Uni Emirat Arab. Pencapaian ini menunjukkan potensi besar ekonomi syariah Indonesia di kancah internasional.

Prestasi ini juga merupakan bukti nyata bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor ekonomi syariah, baik dari segi kebijakan pemerintah, dukungan lembaga keuangan, maupun partisipasi masyarakat. Salah satu bukti konkret adalah pencapaian Bank Syariah Indonesia (BSI) yang menargetkan posisi tiga besar bank syariah global.

PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menargetkan masuk dalam Top 3 Bank Syariah Global berdasarkan kapitalisasi pasar dalam 10 tahun mendatang. Direktur Utama BSI, Hery Gunardi mengungkapkan rencana strategis BSI mengatakan telah menyusun rencana kerja selama 10 tahun, BSI masuk dalam top 3 bank syariah global dari sisi market cap.
Sejak merger, bank dengan kode saham BRIS ini mencapai return on equity (ROE) di atas 18% dan masuk dalam Top 10 Global Islamic Banks dari sisi kapitalisasi pasar pada Maret lalu, lebih cepat satu tahun dari target awal. Jumlah nasabah BSI meningkat dari 15 juta menjadi 20 juta pada Maret 2024.
BSI adalah bentuk nyata dari aspirasi pemerintah untuk meningkatkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Hery berharap BSI bisa menjadi bank syariah yang modern, universal, dan inklusif, menjangkau lebih banyak masyarakat di tanah air.
Proses merger tiga bank syariah milik Himbara (BRI Syariah, Mandiri Syariah, dan BNI Syariah) yang berlangsung selama 11 bulan di masa pandemi Covid-19, membawa tantangan besar. Transformasi teknologi dan digital menjadi kunci agar BSI mampu bersaing dan kompetitif, memenuhi kebutuhan berbagai segmen konsumen.
Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, telah mencapai pencapaian signifikan dalam sektor ekonomi syariah. Hal itu didorong oleh kenyamanan yang dirasakan masyarakat dalam menjalankan kehidupan ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip syariat.
Menyadari tren ini, pemerintah berkomitmen untuk terus mengakomodir dan mengembangkan sektor ekonomi dan keuangan syariah. Sektor ekonomi dan keuangan syariah diprediksi akan tumbuh pesat dan menjadi penopang utama ekonomi nasional dalam beberapa tahun mendatang.
Pertumbuhan ini ditopang oleh beberapa subsektor unggulan yang masuk kategori Halal Value Chain (HVC), seperti sektor pertanian, makanan dan minuman halal, fesyen muslim, dan pariwisata ramah muslim. Potensi ekonomi dan keuangan syariah, terutama HVC, sangat besar. Sektor itu berkontribusi hampir 23 persen terhadap perekonomian nasional, dengan sektor pertanian dan makanan minuman halal menjadi penyumbang terbesar, diikuti oleh Pariwisata Ramah Muslim (PRM) dan fesyen muslim.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung menyatakan, pembiayaan perbankan syariah di Indonesia tumbuh sebesar 14,07 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Mei 2024. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pembiayaan konvensional yang tumbuh 12,15 persen secara yoy.
Pemerintah telah menerapkan berbagai inovasi untuk terus mengembangkan potensi ekonomi syariah Indonesia, termasuk pengembangan cash waqf linked sukuk yang telah mendapatkan penghargaan dari Islamic Development Bank.
Berkaitan dengan itu, Juda Agung menjelaskan ada tiga strategi utama yang dapat diterapkan untuk memperkuat industri keuangan syariah di Indonesia yakni terkait Inovasi produk dan digitalisasi. Pentingnya inovasi produk yang dibarengi dengan digitalisasi untuk menarik konsumen. Juda mencontohkan, inovasi keuangan syariah di Kanada dengan produk bernama ‘Manzil’ yang menawarkan berbagai layanan keuangan berbasis prinsip syariah.
Kedua, peningkatan inklusi dan literasi keuangan syariah yakni pemerintah menargetkan literasi keuangan syariah agar mencapai 50 persen pada tahun 2025. Ketiga sinergi antar lembaga dalam pengembangan keuangan syariah melalui proyek-proyek bersama antar Kementerian, lembaga, dan industri. Langkah ini mencakup inkubasi bisnis UMKM, penyelenggaraan bisnis matching syariah dalam Festival Ekonomi Syariah (Fesyar) dan Indonesia Sustainability Forum (ISF), serta ekosistem pondok pesantren inklusif keuangan syariah yang akan diselenggarakan oleh OJK.
Dengan komitmen pemerintah dan berbagai strategi pengembangan yang inovatif, ekonomi syariah Indonesia menunjukkan potensi besar untuk terus tumbuh dan menjadi penopang utama perekonomian nasional.
Keberhasilan ini tidak hanya akan membawa manfaat ekonomi, melainkan juga mengukuhkan posisi Indonesia sebagai salah satu negara terdepan dalam ekonomi syariah di dunia.
Pencapaian Indonesia yang berada di peringkat ketiga dalam ekonomi syariah dunia merupakan hasil dari berbagai upaya yang dilakukan untuk mengembangkan sektor ini. Dengan dukungan pemerintah, pertumbuhan pasar keuangan syariah, industri halal yang berkembang, dan peningkatan edukasi dan riset, Indonesia memiliki potensi besar untuk terus maju dalam ekonomi syariah. Pencapaian ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

)* Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Ekonomi dan Bisnis