Gen Z Harus Cerdas Menangkal Radikalisme Jelang Pemilu 2024
Oleh: Nana Gunawan
Menjelang Pemilu 2024, potensi kemunculan kelompok-kelompok radikal semakin massif. Penyebaran paham radikal melalui platform media sosial menjadi ancaman serius bagi masyarakat terutama generasi muda yang lebih sering menggunakan gadget sebagai rutinitas mencari informasi.
Seluruh pihak, tak terkecuali generasi Z (Gen Z) agar mewaspadai dan menangkal penyebaran paham tersebut demi mewujudkan dunia internet yang bebas dari konten radikal.
Saat ini kelompok milenial dan Gen Z menjadi kelompok yang mendominasi Pemilu 2024. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), kedua kelompok ini menyumbangkan 56,45 persen terhadap total pemilih pada Pemilu yang akan datang. Dengan begitu, anak-anak muda Indonesia harus cerdas mewaspadai gerakan maupun serangan radikalisme dan terorisme menjelang Pemilu 2024.
Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin mengatakan gerakan radikalisme dan terorisme akan berpotensi tumbuh subur jelang Pemilu 2024. Seluruh elemen masyarakat diminta agar komitmen mengawasi media sosial supaya tidak dijadikan sebagai lahan penyebaran konten-konten radikal oleh oknum-oknum yang menginginkan perpecahan.
Wapres juga meminta agar semua pihak memahami segala bentuk resiko dari radikalisme agar tidak mudah dimanfaatkan dan di brainwash oleh kaum intoleran untuk memengaruhi dna memecah belah bangsa.
Lebih lanjut, Ma’ruf Amin mengatakan bahwa pentingnya memperkuat kolaborasi antar pihak untuk menangkal terorisme secara berjamaah. Ma’ruf Amin mengimbau agar mengedepankan langkah-langkah kontra radikalisme dan deradikalisasi untuk mengembalikan kaum yang sudah terpapar radikalisme. Dengan begitu, upaya penangkalan radikalisme dan terorisme bisa dilakukan secara bersama-sama.
Sejalan dengan Ma’ruf Amin, Banteng Muda Indonesia (BMI) yang merupakan sayap partai PDI Perjuangan terus berupaya meliterasi anak muda agar tidak terdoktrin oleh paham radikal. Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP BMI, Mixil Mina Munir mengatakan bahwa saat ini radikalisme di kalangan anak muda sangat besar. Paham ini memperjuangkan cita-citanya untuk mengganti ideologi Pancasila dengan sistem khilafah.
Mixil juga menambahkan bahwa pola yang sering dipakai oleh kaum intoleran adalah dengan menggunakan politik identitas, memproduksi konten hoaks, menebarkan kebencian, hingga politisasi agama. Kaum radikal tidak segan-segan untuk melakukan propagandanya di media sosial dan mempolitisasi hari-hari besar agama untuk menyerang Pemerintah. Semua itu digunakan sebagai bahan bakar untuk meraih dukungan elektoral.
Meskipun terdapat beberapa kelompok radikal yang sudah dibubarkan Pemerintah, namun masih banyak anggotanya yang aktif melakukan pola gerakan radikal secara tersembunyi dengan cara mengganti nama kelompok organisasinya. Pada Pemilu 2024 ini, seluruh elemen masyarakat patut mencurigai segala bentuk upaya tersembunyi para anggota kelompok tersebut. Tentu saja ini sangat membahayakan penyelenggaraan pesta demokrasi jika kaum radikal bisa berhasil mengambil alih kekuasaan.
Sementara itu, untuk mewujudkan situasi Pemilu 2024 yang damai dan kondusif, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah melakukan upaya memutuskan akses (take down) terhadap 174 akun dan konten di internet yang terindikasi memuat aktivitas indoktrinasi dan penyebaran paham radikalisme.
Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan TNI dan BNPT untuk memantau platform digital yang memuat konten radikalisme dan terorisme. Dari hasil pantauan, menunjukkan bahwa adanya peningkatan signifikan terhadap penyebaran konten radikalisme, dan ditemukan beberapa akun di platform digital tersebut terafiliasi Jemaah Ansharud Daulah (JAD) dan Jamaah Islamiah (JI).
Berdasarkan laporan Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Ditjen Aptika (Aplikasi Informatika) Kemenkominfo, dari 174 konten yang ditemukan, media sosial Twitter mendominasi konten radikal yang disusul Facebook, Instagram, dan kemudian Youtube. Atas dasar tersebut, dengan sigap pihak Kominfo langsung memutus akses konten-konten radikalisme dan terorisme sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Upaya penangkalan konten radikalisme di media sosial dalam rangka memastikan Pemilu 2024 dapat berlangsung dengan sehat dan produktif bagi masyarakat Indonesia. Konten-konten bermuatan negatif hanya bisa merusak kedamaian di ruang digital menjelang pesta demokrasi. Padahal, esensi pelaksanaan Pemilu 2024 adalah menyatukan anak bangsa dan memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas demokrasi.
Maka dari itu, masyarakat Indonesia khususnya para generasi milenial maupun Gen Z harus bisa mengambil peran dalam menjaga ruang digital yang aman dengan menyebarkan konten-konten yang positif. Generasi muda juga diharapkan untuk mewaspadai penyebaran konten radikalisme, terorisme, serta tidak mudah termakan hoaks dan propaganda yang beredar di media sosial. Dengan begitu, akan timbul sinergitas dari seluruh pihak dalam rangka mencegah radikalisme dan terorisme menjelang Pemilu sehingga ancaman radikalisme dapat dicegah dan pelaksanaan Pemilu 2024 dapat berjalan dengan aman dan damai.
*) Penulis merupakan Pengamat Ekonomi, Pershada Institut