Ganjar – Mahfud MD Pasangan Ideal Perbaiki Penegakan Hukum di Era
Jakarta – Masyarakat merespon negatif hasil Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 90 tentang persyaratan batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden. Salah satu temuan survei tersebut adalah tingginya persentase publik yang tidak setuju dengan putusan MK yang mencapai 51,45 persen. Tingginya penolakan putusan MK tersebut menunjukkan rendahnya tingkat kepuasan publik dalam isu penegakan hukum. Dalam konteks ini, sejumlah pihak menganggap pasangan Ganjar – Mahfud MD merupakan duet ideal untuk memperbaiki penegakan hukum saat ini.
Hal tersebut disampaikan Ketua PBHI Nasional, Julius Ibrani, menyatakan, berdasarkan survei Indopol, untuk menyehatkan kembali hukum dan politik di Indonesia, butuh profil calon presiden-wakil presiden yang berpengalaman.
“Kita sepakat bahwa Pasangan Ganjar-Mahfud memiliki pengalaman dalam reformasi hukum,” Julius.
Menurut Julius, Mahfud MD merupakan satunya satunya calon yang mampu mendobrak kebobrokan hukum. Mahfud yang membuka wacana reformasi hukum di sosmed dan bisa berbicara masalah kebobrokan hukum.
“Mahfud memiliki rekam jejak dan pengalaman. Kita butuh orang yang berani ke depan,” tegas Julus.
Sebagai informasi, Indopol Survey bekerja sama dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya Malang telah melakukan survei pada 6 hingga 12 November 2023 terkait pendapat publik pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 90 tentang persyaratan batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden.
Salah satu temuan survei tersebut adalah tingginya persentase publik yang tidak setuju dengan putusan MK yang mencapai 51,45 persen. Dalam survei ini ada 62,1 persen publik yang mengetahui tentang keputusan MK terkait perubahan syarat capres-cawapres 2024 tersebut, Masyarakat yang menyatakan setuju hanya 19.92 persen.
Direktur Eksekutif Indopol Survey, Ratno Sulistiyanto menyampaikan bahwa alasan publik tidak setuju karena putusan MK tersebut penuh dengan unsur politis, yakni memberikan karpet merah anak presiden. Putusan MK itu juga mencederai rasa keadilan hukum di Indonesia.
Begitu pula tren kepuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mengalami penurunan sejak bulan Juni 2023 sebesar 11,61 persen, di bulan November 2023 (64,68 persen menjadi 53,07 persen).
Dalam kesempatan yang sama, Dekan FH Universitas Brawijaya, Dr. Aan Eko Widiarto menyampaikan bahwa Temuan survei Indopol menunjukan bahwa kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum Indonesia akhir akhir ini sedang tidak baik-baik saja.
“Hal itu terbukti dari 84.67 persen publik hasil survei Indopol yang menyatakan setuju dengan pendapat tersebut,” ujar Aan.
Seharusnya putusan MK dan putusan hakim di lingkungan MA yang diambil dengan proses yang cacat kode etik dan perilaku hakim dan/atau mengandung tindak pidana (tipikor dll) berakibat hukum tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan huku