Bahaya Judi Online Timbulkan Dampak Buruk Bagi Psikologis dan Ekonomi Nasional
Oleh Sulistya Ambarwati
Judi online saat ini telah menjadi fenomena yang meresahkan di Indonesia. Dampaknya tidak hanya merusak secara individu tetapi juga mengancam perekonomian nasional. Meskipun tampaknya seperti aktivitas yang tidak berbahaya, judi online membawa dampak psikologis dan ekonomi yang sangat serius.
Kecanduan judi online kini pun menjadi masalah yang semakin umum.
Ketika seseorang terjebak dalam lingkaran kecanduan, maka mereka akan sering mengabaikan tanggung jawab keluarga maupun sosial. Penelitian menunjukkan bahwa kecanduan ini dapat menyebabkan tekanan finansial yang berat, yang pada gilirannya dapat mendorong individu untuk melakukan tindakan kriminal guna memenuhi kebutuhan mereka atau mempertahankan kecanduan tersebut. Kondisi ini menyebabkan para pelaku judi online bertindak di luar nalar, yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Kecanduan judi online juga menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan mental. Penjudi sering mengalami stres, kecemasan, dan depresi akibat kerugian finansial dan perasaan malu. Keluarga penjudi sering kali menjadi korban dari perilaku destruktif ini, termasuk kekerasan dalam rumah tangga dan ketidakstabilan keuangan.
Dari perspektif ekonomi, judi online menciptakan dampak yang signifikan dan merugikan. Perputaran uang dalam judi online sangat besar, namun tidak menciptakan pertumbuhan aset nyata. Uang yang digunakan untuk berjudi seharusnya dapat dialokasikan untuk keperluan produktif, seperti jual-beli di sektor riil yang membantu perekonomian lokal.
Ketika uang dialirkan ke judi online, ia keluar dari perputaran ekonomi produktif dan masuk ke sirkulasi yang tidak memberikan nilai tambah bagi masyarakat luas. Hal ini mengganjal pedagang dan pengusaha lokal untuk bertahan dan berkembang. Lebih jauh lagi, judi online juga memperkuat ekonomi bawah tanah yang tidak terdaftar dan tidak dikenai pajak oleh pemerintah. Aktivitas ini meliputi perdagangan ilegal, transaksi tanpa pencatatan resmi, dan kegiatan lain yang tujuannya menghindari regulasi. Ekonomi bawah tanah ini mengurangi transparansi serta akuntabilitas dalam perekonomian negara, menimbulkan risiko besar bagi stabilitas ekonomi nasional.
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Imron Rosyadi, menyebut bahwa perputaran uang dalam judi online tidak pernah menyentuh sektor riil. Perputaran uang yang besar ini tidak menciptakan pertumbuhan aset dan dapat menyebabkan bubble economy atau gelembung ekonomi. Ketika gelembung ekonomi ini pecah, banyak orang akan mengalami kerugian finansial besar. Judi online juga menumbuhkan perasaan malas bekerja, sehingga menciptakan kemiskinan baru bagi keluarga penjudi.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat bahwa sebanyak 3,2 juta warga Indonesia menjadi pemain judi online. Dari jumlah tersebut, sekitar 80 ribu orang atau dua persen diperkirakan berusia di bawah 30 tahun. Mayoritas pemain judi online ini bertaruh di bawah Rp100 ribu, sementara kalangan menengah ke atas bisa bertaruh hingga Rp 40 miliar.
Maraknya judi online juga mendorong peningkatan tindak kriminalitas. Kecenderungan pelaku judi online mencari berbagai cara untuk mendapatkan uang secara instan, termasuk melalui pencurian, perampokan, hingga penjualan narkoba. Produktivitas kerja tentu ikut menurun karena konsentrasi individu terpecah akibat kecanduan judi. Bentuk aplikasi judi online yang mirip dengan game online membuat banyak orang, termasuk pelajar, terjebak dalam permainan judi.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Basri Baco, menegaskan bahwa judi online telah menyebabkan penurunan pendapatan keluarga. Uang yang seharusnya diinvestasikan atau ditabung malah habis untuk berjudi. Maraknya judi online juga meningkatkan praktik pinjaman online (pinjol), khususnya yang ilegal. Ketika utang menumpuk, pelaku judi akan jatuh miskin, yang akhirnya meningkatkan angka kemiskinan di masyarakat.
Untuk memberantas judi online, Presiden Joko Widodo telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring, yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Hadi Tjahjono. Presiden secara tegas menyatakan larangan judi online ke masyarakat dan mengajak masyarakat untuk tidak terlibat dalam perjudian, baik online maupun offline.
Pemberantasan judi online diatur melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024. Satgas Judi Online bertugas untuk mengoptimalkan pencegahan dan penegakan hukum perjudian secara efektif dan efisien. Transaksi judi online yang besar bisa berdampak buruk pada perekonomian negara. Indonesia dianggap darurat judi online, dengan posisi teratas pengguna judi online di dunia.
Anggota Komisi XI DPR RI dan kalangan DPRD DKI Jakarta menyebut bahwa mayoritas pelaku judi online berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah. Mirisnya, uang yang seharusnya bisa ditabung atau dibelanjakan ke Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) malah digunakan untuk berjudi.
Judi online telah terbukti membawa dampak yang merusak secara psikologis dan ekonomi. Untuk itu, pemerintah terus berupaya memberantas judi online. Akan tetapi, masyarakat juga harus lebih waspada terhadap bahaya yang ditimbulkannya. Kolaborasi internasional dengan Financial Action Task Force (FATF) pun diperlukan untuk mengatasi maraknya judi online yang sebagian besar pelakunya berasal dari luar negeri. Dengan tindakan yang tegas dan kerja sama yang kuat, maka negara dapat melindungi masyarakat dan perekonomian nasional dari ancaman judi online.
)* Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik