spot_img
BerandaEkonomiAturan Turunan UU Cipta Kerja Percepat Pertumbuhan UMKM

Aturan Turunan UU Cipta Kerja Percepat Pertumbuhan UMKM

Aturan Turunan UU Cipta Kerja Percepat Pertumbuhan UMKM


Oleh : Alfisyah Kumalasari 


Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan sektor yang tak luput dari perhatian pemerintah, keberadaan UMKM telah berhasil menggeliatkan perekonomian di daerah serta mampu menyerap tenaga kerja. Tentu saja para pelaku UMKM harus mendapatkan kemudahan serta perlindungan dalam mengembangkan usahanya.


Dari aspek perizinan, pemerintah telah memfasilitasi 1,3 juta usaha mikro dan kecil untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem layanan perizinan online berbasis risiko (OSS RBA) yang dikembangkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).


Guna memberikan ruang promosi bagi UMKM, Kemenkop UKM juga telah mendorong kemitraan usaha mikro/kecil dengan pengelola terminal melalui rencana penandatanganan MoU dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR dan Kementerian BUMN. Tercatat hingga kini penyediaan promosi UMKM di berbagai fasilitas publik sudah mencapai 30 persen.


Posisi UMKM sangatlah strategis karena dari 133 juta lapangan pekerjaan di Indonesia, sebanyak 120 juta di antaranya merupakan UMKM. Total unit usaha di Indonesia juga 99,6% merupakan UMKM atau setara dengan 54,6 juta unit UMKM. Artinya, posisi UMKM sangat strategis baik dari struktur pertumbuhan ekonomi nasional maupun dalam konteks pemerataan.


Dalam UU Cipta Kerja juga diatur pula kemudahan dalam mengembangkan UMKM, diantaranya, kegiatan usaha UMKM dapat menjadi jaminan untuk mengakses kredit pembiayaan usaha. Tak hanya itu proses pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) juga disebut akan dipermudah dan disederhanakan.
Adapun soal memperluas pasar dan promosi produknya, UMKM juga mendapatkan kesempatan lebih besar di rest area jalan tol dan infrastruktur publik seperti terminal, bandara, pelabuhan, stasiun kereta api dan lainnya. Sebelumnya, Menko perekonomian Airlangga Hartarto memastikan bahwa UU Cipta Kerja tidak hanya mendorong investasi sektor makro, tetapi juga usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia. UU Cipta Kerja rupanya telah mengubah ketentuan mengenai kriteria UMKM dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Menurut Pasal 87 angka 1 UU Cipta Kerja, kriteria UMKM dapat memuat modal usaha, omzet, indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha.
UU Cipta Kerja sendiri juga telah mengubah ketentuan mengenai kriteria UMKM dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Ketentuan mengenai kriteria UMKM dalam UU Cipta Kerja tersebut akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Sehingga mengenai kriteria UMKM harus menunggu aturan pemerintahnya terlebih dahulu.
Dalam ketentuan UU Cipta kerja, terdapat beberapa ketentuan yang memberikan kemudahan bagi UMKM. Salah satunya adalah ketentuan tentang pemberian insentif dan kemudahan bagi Usaha Menengah dan Besar yang bermitra dengan UMK.
Hal tersebut tertulis pada pasal 90 ayat (1) UU Cipta Kerja yang mewajibkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memfasilitasi, mendukung serta menstimulasi kegiatan kemitraan usaha menengah dan besar dengan koperasi, usaha mikro dan usaha kecil yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan level usaha.
Dengan adanya ketentuan tersebut, pelaku usaha mikro dan usaha kecil (UMK) diberikan fasilitas oleh pemerintah untuk bermitra dengan usaha menengah dan usaha Besar. Kemitraan yang dimaksud mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan pemasaran, permodalan, sumber daya manusia dan teknologi.
Kemudian berdasarkan pasal 90 ayat (5) UU Cipta Kerja menyatakan bagi usaha menengah dan usaha besar yang bermitra dengan UMK akan diberikan insentif oleh pemerintah pusat. Sehingga tidak hanya pihak UMK saja yang diuntungkan, pihak usaha menengah dan usaha besar yang bermitra dengan UMK juga mendapatkan keuntungan. Namun, saat ini ketentuan mengenai pemberian insentif tersebut masih perlu diatur dalam peraturan pemerintah.
Sementara itu, dalam pasal 92 UU Cipta Kerja, pelaku usaha UMK akan mendapatkan kemudahan atau penyederhanaan dalam hal administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari pemerintah pusat. Pelaku UMKM yang mengajukan perizinan berusaha akan diberi insentif tidak dikenakan biaya atau keringanan biaya.
Dalam pasal tersebut, para pelaku UMKM tertentu dapat diberi insentif pajak penghasilan (PPh). Selain itu, para pengusaha UMKM di sektor makanan juga akan mendapatkan kemudahan dalam mengurus sertifikasi halal. Hal ini tentu saja dilandasi pada UU Nomor 33 Tahun 2014 pasal 4 tentang Jaminan Produk Halal yang menyatakan, bahwa produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal.
Beragam kemudahan bisa didapatkan oleh para pelaku UMKM dengan adanya UU Cipta Kerja, mulai dari perizinan, fasilitas promosi serta pengurusan perizinan sertifikat halal. Tidak mengherankan bahwa regulasi ini dijuluki UU sapu jagad, karena mampu memangkas aturan yang dirasa berbelit-belit agar UMKM mampu berkembang.

)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini