Apresiasi Menggema, Gelar Pahlawan Soeharto Jadi Simbol Rekonsiliasi
Apresiasi Menggema, Gelar Pahlawan Soeharto Jadi Simbol Rekonsiliasi
leh : Nazriel Kurnia
Peringatan Hari Pahlawan tahun ini bukan hanya ditandai oleh upacara kenegaraan yang khidmat dan berlangsung kondusif di seluruh Indonesia, tetapi juga oleh satu keputusan penting yang memberi warna baru bagi perjalanan sejarah bangsa. Presiden Prabowo Subianto secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. Keputusan tersebut mendapat sambutan luas dari berbagai kalangan, mulai dari pemuda, politisi, hingga tokoh agama. Banyak yang menilai kebijakan ini sebagai langkah maju dalam upaya rekonsiliasi sejarah sekaligus memperkuat persatuan nasional yang menjadi fondasi kehidupan berbangsa.
Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pertama, menjadi salah satu tokoh yang memberikan apresiasi tertinggi. Ia menilai bahwa pemberian gelar tersebut merupakan bentuk penghormatan negara terhadap seorang pemimpin yang telah mengabdikan hidupnya bagi republik. Bagi Haris, keputusan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan keberanian moral dan sikap kenegarawanan karena menempatkan sejarah dalam perspektif yang adil, tidak terjebak pada fragmentasi politik masa lalu yang kerap memecah belah. Ia memandang gelar ini sebagai pengingat bagi generasi muda bahwa nilai pengabdian dan disiplin merupakan komponen penting dalam menjaga kedaulatan negara.
Dari lingkar politik nasional, dukungan juga datang dari Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia. Bahlil menilai bahwa Soeharto memiliki jasa besar yang sudah sewajarnya diakui negara. Menurutnya, selama lebih dari tiga dekade kepemimpinan Soeharto, Indonesia mampu menjaga stabilitas politik dan ekonomi meskipun dunia tengah mengalami dinamika global yang tidak mudah. Ia mengingatkan kembali bahwa pencapaian swasembada pangan, kemampuan mengendalikan inflasi, hingga pertumbuhan ekonomi pesat adalah bukti nyata bagaimana kebijakan Soeharto memberi dampak besar bagi perkembangan bangsa. Bahlil menegaskan bahwa pondasi ekonomi modern Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kebijakan-kebijakan yang dibangun pada masa Orde Baru.
Dari kalangan keagamaan, apresiasi tidak kalah kuat disampaikan oleh tokoh muda Nahdliyin Jawa Timur, KH Achmad Syamsul Askandar atau Gus Aan. Ia menilai keputusan pemerintah ini menunjukkan kedewasaan bangsa dalam membaca sejarah secara objektif. Gus Aan menyampaikan bahwa setiap pemimpin memiliki kelebihan dan kekurangan, namun jasa besar seorang tokoh terhadap negara tidak dapat dikesampingkan. Baginya, langkah pemerintah ini adalah wujud semangat rekonsiliasi yang sangat penting untuk kelangsungan persatuan bangsa. Ia juga menekankan bahwa menghormati jasa para pemimpin terdahulu merupakan bagian dari etika kebangsaan yang perlu dijaga oleh generasi kini.
Gus Aan mengingatkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu belajar dari sejarah, bukan yang terus terjebak pada trauma masa lalu. Ia memandang bahwa pengakuan terhadap jasa Soeharto menunjukkan kematangan bangsa Indonesia dalam menyikapi perjalanan politiknya sendiri dan menempatkan peristiwa sejarah pada konteks yang lebih utuh dan objektif.
Di sisi lain, pemerintah, melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, menegaskan bahwa pemberian gelar ini merupakan pengakuan resmi terhadap kontribusi besar Soeharto dalam menjaga stabilitas nasional dan memperkuat fondasi ekonomi. Menurutnya, keputusan tersebut telah melalui proses dan mekanisme hukum yang ketat, melibatkan pertimbangan banyak pihak dan unsur masyarakat. Dalam pandangan pemerintah, gelar ini adalah penghormatan negara terhadap dedikasi seorang pemimpin yang telah mendedikasikan hidupnya untuk kemajuan Indonesia dan kelangsungan pembangunan nasional.
Keputusan ini sekaligus menjadi pengingat bagi masyarakat agar tetap menjaga ketertiban sosial dan menghormati hukum. Perbedaan pendapat mengenai sosok Soeharto bisa saja muncul, namun penyikapan terhadap hal tersebut harus dilakukan secara dewasa dan dalam koridor demokrasi. Pemerintah mengajak masyarakat untuk menghargai keputusan negara sebagai bagian dari kedewasaan berdemokrasi dan sebagai wujud penghormatan terhadap mekanisme hukum yang berlaku.
Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto memiliki makna yang jauh lebih luas daripada sekadar penghargaan simbolik. Penganugerahan ini menegaskan bahwa pembangunan dan kemajuan bangsa hanya dapat dicapai melalui semangat persatuan dan penghormatan terhadap sejarah. Soeharto, dengan segala dinamika kepemimpinannya, tetap merupakan bagian penting dari kisah panjang perjalanan Indonesia. Menghargai jasanya berarti menghargai fase penting dalam pembangunan bangsa.
Penganugerahan ini pada akhirnya bukan hanya bentuk penghormatan kepada seorang tokoh, tetapi juga refleksi kedewasaan bangsa Indonesia dalam menilai sejarahnya secara utuh. Dengan keputusan ini, negara menunjukkan komitmen kuat untuk menjaga kesinambungan nilai perjuangan serta menegaskan bahwa pengabdian kepada bangsa adalah warisan yang harus dihormati. Kebijakan ini juga mengajak seluruh masyarakat untuk tetap menjaga persatuan, menghormati hukum, dan memastikan kondusivitas nasional tetap terjaga di tengah dinamika sosial-politik yang terus berkembang.
Di tengah perubahan zaman, keputusan ini menjadi pengingat penting bahwa bangsa Indonesia hanya dapat melangkah maju jika mampu menghadapi masa lalu dengan bijaksana, bersatu dalam keberagaman, dan terus membangun negeri dengan semangat para pendahulu yang telah lebih dahulu mengorbankan segalanya demi merah putih.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute