spot_img
BerandaEkonomiInflasi dan Antisipasi

Inflasi dan Antisipasi

Inflasi dan Antisipasi

Oleh: Muhammad Edhie Purnawan, PhD
Staf Pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM


Di sebuah musim dingin di sekitar awal tahun 1980an ketika inflasi di Amerika mencapai puncaknya 15 persen, Warren Buffett, sang miliarder itu, yakin sekali bahwa kebijakan pemerintah Amerika dan perusahaan-perusahaan domestik adalah penyebab inflasi yang meroket. Sementara itu, Marc Faber investor besar yang lulus magna cum laude PhD dari Universitas Zurich di usia 24 tahun, dan kemudian banyak mengevaluasi strategi investasi Buffet, menyatakan secara lebih apokaliptik, bahwa dia yakin 100% bahwa Amerika akan mengalami hiperinflasi. Lalu dia mengeluarkan mantra, “Belilah obligasi 100 dolar Amerika, dan ajari anak-anak tentang inflasi dan perhatikan nilai obligasi Amerika yang akan turun terus selama 20 tahun ke depan.”

Keduanya salah. Inflasi malah terus menurun.

Toh demikian, di awal-awal kepemimpinannya, di sekitar awal tahun 1981 di Gedung Putih, Ronald Reagan pun sempat berujar, “Inflasi itu sama kejamnya dengan perampok jalanan (a mugger), sama menakutkannya dengan perampok bersenjata (an armed robber), dan sama mematikannya dengan pembunuh bayaran (a hit man).”

Perkembangan Inflasi Global
Tekanan inflasi global yang kita rasakan akhir-akhir ini berawal dari proses pemulihan ekonomi global pada 2021 yang berlanjut sampai 2022. Hal ini ditandai oleh kenaikan permintaan yang meningkat hingga menyebabkan rendahnya kemampuan pasokan produksi global karena mobilitas sosial belum kembali ke kondisi prapandemi.

Masalah gangguan pada rantai pasokan global tersebut meluas hingga distribusi barang produksi dan bahan material antarnegara terganggu. Kelangkaan kontainer, dan menumpuknya barang di pelabuhan telah menyebabkan waktu pengiriman tertunda. Selain itu, biaya pengiriman mengalami kenaikan. Dan, produksi beberapa negara turun.

Gangguan pada rantai pasok ini ditingkahi oleh kelangkaaan energi pada awal kwartal empat 2021 bersamaan dengan kenaikan permintaan karena musim dingin. Tuntutan ekonomi hijau yang datang dari Eropa, Amerika, dan China memerlukan waktu transisi, sedangkan permintaan energi juga naik. Hal ini mendorong kesenjangan antara produksi dan permintaan, lalu meningkatkan harga berbagai komoditas seperti minyak, batubara, logam, dan sawit. Selanjutnya, disrupsi ini tyelah berdampak signifikan pada inflasi Amerika, Eropa, Inggris, dan banyak negara lainnya.

Lalu semua orang terpaku pada tensi geopolitik Rusia-Ukraina. Perang Rusia-Ukraina ini telah meningkatkan harga minyak dan gas, karena terjadi kemandekan jalur migas Rusia, yang merupakan pemasok lebih dari 10 persen produksi minyak dunia dan 20 persen produksi gas dunia. Lamanya ketegangan Rusia-Ukraina ini diduga akan berakibat pada inflasi global, dan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Tekanan inflasi di beberapa negara telah mencapai tingkat yang tinggi, sebagai akibat ketidakpastian ini. Pada Februari 2022, inflasi Amerika meningkat menjadi 7,9 persen (yoy), tertinggi sejak Januari 1982. Kenaikan biaya energi akibat tensi politik adalah sebab terkuat. Sementara itu, inflasi kawasan Eropa juga mengalami peningkatan peningkatan sebesar 7,5 persen (yoy) pada Maret 2022—merupakan tertinggi sepanjang masa. Kenaikan harga-harga ini memicu bank sentral berbagai negara melakukan normalisasi kebijakan, untuk meredam tekanan inflasi.

Berbagai bank sentral, seperti The Fed, telah menaikkan suku bunga 25 basis point, menjadi seperempat hingga setengah persen. Sementara itu, bank Sentral Inggris telah menaikkan dua kali suku bunga kebijakan, masing-masing 25 basis poin, menjadi tiga per empat persen. Lalu, Bank Sentral Eropa telah berencana melakukan normalisasi setelah menyelesaikan program pembelian aset pada kuartal ketiga 2022.


Walaupun Bank Sentral Amerika telah menaikkan suku bunga hingga 25 basis poin, muncul respons pasar bahwa The Fed perlu melakukan kebijakan moneter secara lebih ekstrim dengan menaikkan suku bunga hingga 50 basis pin pada pertemuan berikutnya. Rilis risalah the Fed pada Maret kemarin menyebutkan bahwa, beberapa pejabat the Fed cenderung memilih menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin untuk merespon perang, dan menghambat laju inflasi yang belum terlihat menunjukkan penurunan.

Perkembangan Inflasi Domestik
Inflasi indeks harga konsumen hingga Maret 2022 terlihat tetap rendah dan hanya naik sedikit, seiring dengan mobilitas yang meningkat. Inflasi IHK naik menjadi 2,64 persen (yoy) dari 2,06 persen per Februari 2022. Kenaikan harga-harga ini dipicu oleh naiknya harga beberapa komoditas seperti kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Selain itu, terdapat kenaikan signifikan pada harga minyak goreng setelah pemerintah mencabut aturan harga eceran tertinggi (HET). Namun demikian kita tak perlu khawatir, karena tingkat inflasi ini masih masuk dalam kisaran target Bank Indonesia sebesar 3 ± 1 persen. Dan kita semua tahu bahwa naiknya inflasi ini disebabkan oleh faktor global seperti perang Rusia-Ukraina, pandemi yang belum selesai, dan perubahan iklim yang banyak menimbulkan bencana.

Sebelumnya, telah diterapkan pembatasan mobilitas sosial, namun setelahnya ada relaksasi berbagai ketentuan, sehingga dunia usaha mulai beroperasi kembali. Secara spasial, inflasi telah terjadi di 88 kota, dengan data di Merauke mencapai 1,86 persen dan inflasi terendah tercatat di Kupang sebesar 0,09 persen.

Kenaikan inflasi ini berpotensi menaikkan suku bunga. Sebelumnya, ADB (Asian Development Bank) memprakirakan laju inflasi di Indonesia akan meningkat menjadi 3,6 persen sampai akhir tahun 2022. Indeks harga konsumen akan naik secara lebih lanjut karena diperkirakan terjadi pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan harga komoditas yang naik. Namun, pasar tetap harus tenang, karena perkiraannya inflasi akan tetap berada di dalam target Bank Indonesia, maksimal sedikit di atas perkiraan.

Mitigasi Inflasi
Pola musiman HBKN (Hari Besar Keagamaan dan Nasional) seperti Ramadhan dan lebaran menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah. Karena itu, Pemerintah dan Bank Indonesia tidak hanya mengupayakan menstabilkan harga-harga, tetapi juga berupaya untuk memastikan pasokan barang dan komoditas utama seperti bahan makanan yang selalu tersedia untuk menghadapi tingginya permintaan masyarakat, terutama menjelang Ramadhan. Pemerintah telah sangat serius melakukan beberapa cara untuk menstabilkan harga dan pasokan baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran seperti, operasi pasar, pemberian subsidi dan Bantuan Langsung Tunai (BLT), serta pembentukan satgas gabungan (Polri, Kemenperin, Intelijen, dan Babinkamtibmas).

Dari sisi operasi pasar, Pemerintah melalui kementerian perdagangan telah melakukannya, khususnya pada minyak goreng untuk menyelamatkan pasokan yang terbatas. Di sini diketuk hati dan peran pihak swasta, terutama swasta besar untuk bergotong-royong. Sementara itu, untuk terhadap dampak kenaikan harga minyak goreng, BLT (Bantuan Langsung Tunia) diberikan kepada lebih dari 20 juta penduduk penerima manfaat, dengan anggaran sebesar Rp6,9 triliun. Sedangkan Satgas Gabungan bertugas mengawasi produksi dan distribusi minyak goreng, serta mengawasi pelaksanaan kontrak dengan badan sawit. Kapolri bahkan sangat serius dan memerintahkan personel satgas hingga intelijen ditempatkan di level distributor sampai ke pengecer. Mereka turun mengecek langsung ke pasar.


Pada 8 April lalu, DPR RI meminta agar Pemerintah menyusun skenario jangka pendek, menengah, dan panjang dalam pengendalian harga pangan, agar dapat dipantau kenaikan harga-harga secara lebih detail, sehingga pengendalian inflasi lebih tepat. Di samping itu masalah kebutuhan dan produksi serta distribusi dapat lebih teratasi. Pemerintah juga dapat menyusun roadmap perbaikan sistem produksi, instrumen distribusi, manajemen logistik berupa gudang penyimpanan maupun teknologi pengemasan, serta penentuan harga, terutama administered prices.

Yang tak kalah menantang adalah daran APINDO. Untuk menjaga kestabilan harga, khususnya harga pangan, Pemerintah perlu memastikan kelancaran dan distribusi pasokan pangan, khususnya di daerah yang krisis dari sisi jumlah penduduk. Selanjutnya, memastikan tidak ada manipulasi harga pasar dari oknum-oknum di sepanjang jalur distribusi pangan. Berbagai instrumen juga telah diberikan untuk mengatasi kekhawatiran masyarakat, seperti bantuan sosial maupun subsidi.

Dalam skala daerah, terdapat program unik yang berhasilkan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh barang pangan di tengah tingginya harga, salah satunya program yang telah dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat melalui program Pemirsa Budiman yang merupakan singkatan dari pemesanan minyak goreng curah bersubsidi via aplikasi Sapawarga untuk ibu-ibu di mana-mana. Program ini ditujukan untuk kelompok masyarkat menengah ke bawah untuk membantu dalam mendapatkan minyak goreng dengan mudah. Secara teknis, masyarakat dapat memesan melalui aplikasi yang telah dikoordinasi oleh Ketua RW dengan memprioritaskan wilayah yang memiliki harga minyak goreng yang cenderung lebih tinggi. Dalam proses pemesanan minyak goreng, masyarakat memilih berapa jumlah minyak goreng yang diinginkan beserta memasukkan alamat pengiriman. Kemudian, minyak goreng akan diantar ke alamat pemesan, sehingga pembeli tidak perlu mengantri.

Dukungan Pemerintah Daerah untuk menciptakan ketersediaan bahan pangan dan tentunya membantu dalam menstabilkan harga. Harapannya, program semacam tersebut dapat direplikasi oleh daerah lain, sehingga bahan pangan dapat dikendalikan dengan baik. Ke depan, diperlukan koordinasi antarpemangku kepentingan dengan lebih baik, antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat, serta terutama pengusaha, agar terus-menerus dapat menjaga stabilitas harga yang stabil dan terjangkau, serta meredam kekhawatiran masyarakat yang tidak perlu.

Dan, benar apa yang dikatakan oleh ahli paling masyhur dalam psikoanalisis dari Austria Sigmund Freud, bahwa banyak orang merasa khawatir yang tidak perlu, terutama khawatir terhadap masa depan. Namun, dengan keyakinan Pemerintah bersama-sama dengan organ negara lainnya beserta swasta nasional yang berekontribusi penuh terhadap pasokan komoditas utama yang dikonsumsi oleh masyarakat, maka segala tantangan dan tanggungjawab yang menghadang di depan, termasuk tantangan inflasi, akan dapat dihadapi dengan baik. Karena itu, ketukan terhadap hati yang luhur budi pekertinya, akhlaknya, seperti kata Menteri BUMN Erick Thohir pada Sabtu (9/4/2022) kepada setiap pihak untuk bekerja ekstra keras dalam pengendalian harga, perlu diperhatikan dan direspon dengan sangat serius.