Stop Hoax Jelang Pemilu 2024
Oleh : Devi Putri Anjani
Penggunaan media sosial tentu saja harus digunakan secara bijak, mengingat aplikasi tersebut sangatlah mudah diakses oleh siapapun dan setiap penggunanya bisa mengunggah konten apapun, tak terkecuali konten provokasi, hoax dan lain sebagainya.
Salah satu berita hoax yang paling kerap muncul adalah hoax yang berkaitan dengan persiapan pemilu, mengingat pemilu adalah hajat besar nasional yang melibatkan seluruh masyarakat yang telah terdaftar sebagai pemilih. Salah satu hoax yang berhasil diungkap adalah video hoax kebocoran hasil pemilu 2024 yang beredar di media sosial.
Direktur Tindak Pidana Siber (Bareskrim) Polri, Brigadir Jenderal Adi Vivid Agustiadi mengatakan pihaknya tengah berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait video hoax kebocoran hasil pemilu 2024.
Vivid menuturkan, memang sudah ada informasi beredar bahwa data yang ada di KPU terjadi kebocoran. Namun demikian, dari pihak KPU sendiri telah menyanggah informasi tersebut. Oleh karena itu, Bareskrim bersama KPU melakukan penelusuran terhadap siapa yang mengunggah atau mengupload pertama kali kebocoran data tersebut.
Vivid menuturkan, pihaknya sedang melakukan profiling. Jika nanti dalam masa profiling tersebut terdapat unsur pidana, tentunya akan ditindaklanjuti. Di samping itu, dirinya memberikan himbauan kepada masyarakat agar hati-hati dalam menggunakan media sosial apalagi menjelang Pemilu 2024. Menurutnya masyarakat harus bisa menggunakan media sosial untuk hal-hal yang positif.
Dirinya juga mencontohkan seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang Hasanudin yang ditangkap karena ucapannya di media sosial. Untuk itu, ia menyebut Bareskrim akan melakukan patroli siber.
Setelah ditelusuri, pihaknya menemukan sebuah video yang menampilkan data suara Pemilu 2024 yang diduga berasal dari KPU. Video tersebut diunggah oleh akun twitter bernama @Bams27735590 yang menampilkan daya yang diduga hasil Pemilu 2024.
Video berdurasi 2 menit 19 detik tersebut juga diunggah dengan cuitan yang tertulis : INI DATA KPU HASIL PEMILU 2024. Luar biasa, negeri ini memang sakti, pemungutan suara belum dilakukan, hasilnya sudah ditentukan.
Untuk itulah masyarakat perlu membekali diri dengan literasi komunikasi politik yang baik untuk dapat menghentikan penyebaran hoax. Bekal literasi diperlukan agar masyarakat yang akan menjadi pemilih pada pemilu 2024 nanti memiliki pemahaman serta sikap yang bijak dalam menyambut pesta demokrasi yang akan datang.
Perlu diketahui bahwa hoax merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya. Atau juga bisa diartikan sebagai upaya pemutar balikkan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.
Selain itu, ada pula Hoax yang mengabarkan bahwa kartu pemilih pada pemilu 2024 dalam bentuk digital. Dalam gambar yang beredar di media sosial tersebut, terlihat logo KPU dan juga data identitas seperti nama, jenis kelamin serta tempat pemungutan suara.
Faktanya, KPU membantah bahwa pihaknya telah menerbitkan kartu pemilih tersebut. KPU telah menegaskan bahwa pihaknya tidak membuat dan menerbitkan kartu pemilih tersebut. Sesuai dengan undang-undang pemilu, KPU tidak memiliki tugas ataupun wewenang untuk membuat dan menerbitkan kartu pemilih.
Pada kesempatan berbeda, pihak Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) telah melakukan berbagai antisipasi penyebaran berita bohong terkait dengan PEMILU 2024. Apalagi pada 2022, Polri telah menerima 113 laporan terkait kasus tersebut, Jumlah tersebut hampir empat kali lipat lebih banyak ketimbang laporan di 2021 yaitu 33 kasus.
Data di e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri menunjukkan terjadi peningkatan jumlah penindakan, pelapor dan terlapor sejak 2021 sampai 2022. Ini menunjukkan bahwa jumlah penindakan terhadap berita hoax menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.
Adapun dua cara yang dilakukan Polri yaitu preventif dan persuasif. Bentuknya yaitu memberikan edukasi masyarakat agar tidak mudah percaya dengan kabar yang beredar di media sosial. Saat mendapatkan informasi, masyarakat perlu mencermati sumber pengunggah maupun penyebarnya.
Masyarakat tentu saja perlu memahami bahwa pengguna media sosial selalu diawasi oleh kepolisian dan pemerintahan. Bila menyebarkan hoax, politik dan pemerintah akan mengidentifikasi apakah unggahan tersebut berpotensi memecah persatuan dan kesatuan.
UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik mengatur soal pemindaan terhadap kasus penyebaran berita bohong. Pelaku yang menyebarkan informasi bohong terancam hukuman penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Pihak kepolisian sendiri telah menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas sendiri berada di bawah Bareskrim yang mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri.
Pemilu merupakan momen panas yang bisa mendatangkan banyak atensi, hal inilah yang membuat masyarakat harus waspada terhadap beragam berita yang tersiar di berbagai media.
)* Penulis adalah kontributor Duta Media