Kekuatan KST Semakin Melemah, Bukti Ditinggalkan Pengikutnya
Oleh : Viktor Awoitauw
Kekuatan Kelompok Separatis Teroris (KST) semakin melemah setelah kedua kubu KST terlibat baku tembak di Wilayah Puncak, Papua Tengah. Aksi saling serang tersebut menyebabkan sejumlah anggota dari kedua kubu KKB luka-luka hingga meninggal dunia. Hal ini tentu saja menyebabkan kekuatan KST semakin melemah.
Insiden itu bermula saat KKB menembaki pesawat kargo milik Asian One dengan kode penerbangan PK-LTF di Bandara Beoga, Puncak. Pesawat jenis caravan tersebut mengangkut bahan makanan untuk warga sekitar.
Brigjen Sri Widodo selaku Danrem 173/Praja Vira Braja mengatakan, pesawat tersebut dihujani tembaan saat hendak mendarat di Bandara Beoga pada Jumat 14/4 sekitar pukul 06.30 WIT. Sri menuturkan tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.
Dirinya mengatakan bahwa aparat keamanan yang berjaga di lokasi tersebut telah mendengar 9 kali suara tembakan saat pesawat hendak mendarat di Bandara Beoga. Setelah pesawat mendarat dan dilakukan pengecekan ditemukan 2 lubang bekas tembakan di badan pesawat.
Aparat yang bertugas Satgas Pamtas Mobile Yonif R 303/SSM Kostrad yang dipimpin Serda juga langsung mengambil tindakan ketika mendengar suaratembakan dengan melakukan pengamatan perimeter bandara. KST yang melakukan penembakan juga langsung dipukul mundur.
Pesawat milik Asian One tersebut diawaki oleh pilot Capt Jonatan dan Co Pilotnya Jendrik Alomang. Keduanya dipastikan selamat dan tidak terluka akibat serangan KKB tersebut.
Sri mengungkap dua tembakan KST yang mengenai pesawat masing-masing di bagian bagasi tengah dan bodi samping roda depan. Hal tersebut membuat Pilot dan Co pilot tidak terkena tembakan.
Belakangan, dua Kubu KST yakni kubu JB dengan kubu LK dan AK sepakat bertemu di Kampung Julukoma, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua Tengah, Kamis (20/4) lalu. Bupati Puncak Willem Wandik mengungkapkan kedua kubu KKB kubu sepakat bertemu untuk membahas penyerangan pesawat Asian One di Bandara Beoga.
Willem berujar, LK dan AK merupakan kelompok KST lain yang masuk ke Beoga. Bahkan kelompok inilah yang diduga melakukan penembakan terhadap pesawat Asian One, pekan lalu, sehingga kaduanya bertemu di kampung Julokoma untuk mengklarifikasi perbedaan pendapat tersebut.
Belakangan juga tersiar kabar bahwa pertemuan kedua kubu tidak menemui jalan sepakat. Akibatnya, anggota masing-masing kubu saling tembak di lokasi. Aksi tembat tersebut terjadi begitu hebat sehingga menyebabkan jatuhnya korban. Tak sedikit pula anggota KST yang dilaporkan kritis hingga tewas.
Willem juga merasa khawatir karena situasi seperti ini bisa menyebabkan konflik susulan di luar puncak, terutama di wilayah konflik Intan Jaya Yakuhimo, Pegunungan Bintang dan daerah lain di Papua. Kondisi tersebut tentu akan berdampak terhadap kelancaran pembangunan. Ia berharap agar tokoh-tokoh Papua yang memiliki hubungan dengan KKB untuk dapat memberikan kesadaran dalam menghentikan peristiwa ini.
Dia juga meminta kepada pemerintah pusat, provinsi Papua, terutama di wilayah yang saat ini sedang ada konflik bersenjata, tokoh kemanusiaan, tokoh agama untuk serius dalam menangani persoalan konflik bersenjata, karena konflik tersebut juga berdampak pada jatuhnya nyawa rakyat sipil.
Terjadinya perang saudara sesama KST yang berbeda kubu memang meresahkan karena hal tersebut akan mengganggu stabilitas keamanan di Papua. Namun di sisi lain KKB sedang “membuang-buang” peluru dan tenaga sehingga hal tersebut menyebabkan kekuatan KST semakin melemah, sehingga memperbesar kemungkinan bagi Aparat TNI-Polri untuk mengerahkan kemampuan untuk melumpuhkan pergerakan KST.
Sebelumnya, sebagian anggota KST juga telah menyerah dan menyatakan untuk kembali setia kepada NKRI. Hal tersebut terbukti dengan adanya potongan video pendek yang beredar, di mana ratusan anggota KST yang turun gunung menyatakan untuk kembali kepada NKRI. Kembalinya mereka juga disambut oleh Bupati Kabupaten Puncak S Yan Bidana dan Aparat Kemanan.
Salah satu ex anggota KST mengaku bahwa saat bergerilya dirinya dan kawan-kawan kerap kekurangan pangan dan frustrasi karena ketakutan dikejar-kejar oleh aparat, oleh karena itu dirinya menyerah dan turun gunung untuk kembali mencium sang Merah Putih.
Apalagi saat masa pandemi yang berdampak pada kelesuan perekonomian, para pemimpin KST terkena dampaknya, di mana para pemimpin KST bahkan tidakbisa menyuplai kebutuhan anak buahnya sekadar untuk makan layak 3 kali sehari.
Biasanya KST yang sudah kelaparan akan turun gunung dan merampok warung milik rakyat. Namun ada pula yang menahan diri untuk tidak melakukannya. Seperti para ex anggota KST yang memilih untuk turun gunung dan kembali ke NKRI.
Di antara mereka yang turung gunung tersebut mengaku bahwa sebagian yang tergabung dalam KST karena hanya ikut-ikutan dan tergiur dengan tawaran KST yang menjanjikan hidup enak.
Kenyataannya KST tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi anggotanya, mereka hanya bisa membeirkan anggotanya senjata untuk menebar teror, padahal saat ini kondisi mereka telah melemah akibat dari ditutupnya akses distribusi amunisi sampai pada berkurangnya jumlah anggota KST.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Bandung