Pemerintah Optimal Jaga Ketersediaan Pangan Jelang Ramadhan
Oleh : Farida Putri
Pemerintah optimal menjaga ketersediaan pangan menjelang bulan suci Ramadhan. Berbagai cara tersebut ditempuh dengan melakukan operasi pasar dan menjual sembako murah, hingga percepatan panen agar stok beras tercukupi.
Jelang Ramadhan, persediaan bahan pangan selalu diperiksa dan dipastikan mencukupi oleh pemerintah. Penyebabnya karena saat bulan puasa, justru pasar menjadi ramai karena ibu-ibu memborong beras (untuk zakat fitrah), lauk, bahan-bahan untuk takjil, dan juga bahan kue lebaran.
Jadi, sembako berupa minyak, gula, dan lain sebagainya harus mencukupi agar mereka tidak kerepotan.
Harga minyak goreng baru saja direvisi oleh pemerintah dan berhasil ditekan menjadi 14.000 rupiah saja per liter. Akan tetapi di beberapa daerah, turunnya harga ini malah membuat minyak jadi langka.
Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah mengadakan operasi pasar di banyak daerah, agar stok mencukupi dan membuat masyarakat tak pusing lagi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilik langsung salah satu operasi pasar di Riau. Menurutnya, operasi ini sangat penting untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan minyak goreng, gula pasir, dan sembako lain. Selain itu, sembako juga dijual dengan harga di bawah pasaran, sehingga akan membuat masyarakat menghemat uang.
Operasi pasar akan dilakukan di daerah lain, terutama jelang bulan puasa. Tujuannya untuk memeratakan penyaluran sembako kepada masyarakat. Jangan sampai saat ramadhan malah gula pasir dan minyak goreng jadi langka, karena mereka akan kesulitan untuk memasak dan membuat minuman untuk berbuka.
Selain itu, Menteri Airlangga Hartarto juga menyelidiki kasus penimbunan minyak goreng. Jika ada yang melakukannya maka akan terancam hukuman lima tahun penjara dan juga ditambah denda. Perusahaan yang menimbun pun langsung diperintahkan untuk menyalurkan minyak ke seluruh warga, karena memang mereka membutuhkannya sebagai persiapan sebelum bulan puasa.
Persediaan sembako juga didukung oleh produksi alias dari bidang pertanian. Indonesia berhasil kembali untuk swasembada beras (seperti pada era orde baru) karena pertanian benar-benar dipercepat. Pasca panen, tidak ada waktu kosong, melainkan sawah dan ladang harus ditanami kembali. Hal ini dinyatakan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Jika panen dipercepat maka kualitas bibit padi dan bahan pangan lain juga harus bagus. Jika dulu sekali panen hanya setahun sekali atau dua kali, maka saat ini bisa sampai tiga atau empat kali. Kementrian Pertanian menggandeng para ahli agraria agar menghasilkan bibit yang berkualitas dan bisa dipanen dalam waktu singkat, sehingga stok beras akan aman selama lebaran.
Menteri Syahrul menambahkan, selain mempercepat dan mempersering panen, maka kualitas beras juga harus dijaga. Dalam artian, jangan sampai beras yang beredar malah dipenuhi kutu dan kerikil kecil, sedangkan yang bagus malah diekspor. Kita harus memprioritaskan kebutuhan nasional terlebih dahulu dan pengusaha jangan hanya mengejar cuan, melainkan mengutamakan rasa nasionalisme.
Persediaan beras di Badan Urusan Logistik (Bulog) juga diperiksa dan dipastikan mencukupi hingga beberapa bulan ke depan, bahkan setelah lebaran. Dengan begitu, maka tidak ada impor beras karena sudah swasembada selama beberapa tahun terakhir. Keran impor memang ditutup karena memprioritaskan petani lokal.
Pemerintah berusaha dengan optimal agar ketersediaan bahan pangan selalu ada sebelum dan ketika bulan ramadhan. Pasalnya, saat itu kebutuhan sembako rakyat malah meningkat, baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk zakat dan sedekah. Stok beras di Bulog selalu diperiksa agar selalu mencukupi untuk beberapa bulan ke depan.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute