spot_img
BerandaUncategorizedAsas Keseimbangan Menjadi Keunggulan Dari KUHP Baru

Asas Keseimbangan Menjadi Keunggulan Dari KUHP Baru

Asas Keseimbangan Menjadi Keunggulan Dari KUHP Baru

Oleh: Rizal Arifin

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan DPR bersama Pemerintah mempunyai keunggulan dari KUHP sebelumnya. Keunggulan tersebut salah satunya tentang muatan keseimbangan. Materi hukum pidana nasional mengatur keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan individu, atau yang disebut dengan keseimbangan monodualistik. Artinya, selain memerhatikan segi objektif dari perbuatan, hukum pidana juga memerhatikan segi subjektif dari pelaku.
Hal tersebut disebutkan oleh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto dalam sosialisasi KUHP baru yang diselenggarakan oleh Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) di Ternate, Maluku Utara pada Senin 30 Januari 2023. Ia mengatakan bahwa pengakuan hukum adat, dan delik adat yang merupakan ciri khas hukum pidana bangsa Indonesia karena delik adat itu sejak merdeka eksistensinya diakui oleh negara. Hukum adat juga menjadi puncak-puncak kebudayaan yang harus diakui jika kita konsisten dengan Bhinneka Tunggal Ika .
Didalam KUHP baru ada dua buku yakni ketentuan umum dan tindak pidana, sedangkan KUHP yang merupakan peninggalan Belanda atau Wvs ada tiga buku. Selama ini percobaan melakukan pelanggaran tidak dipidana. Di dalam KUHP baru bahwa percobaan tersebut hanya diancam dengan denda kategori dua dari delapan kategori denda. Penonjolan keadilan di atas kepastian hukum. Prinsip ini hidup didalam doktrin dan praktik peradilan yang tidak tertulis.
Jika ada benturan antara keadilan dan kepastian hukum, maka harus diutamakan keadilan. Setiap warga negara berhak memperoleh kepastian hukum yang adil. Prinsipnya bukan kepastian hukum menurut UU tetapi kepastian hukum menurut keadilan.
Hal baru yang perlu diketahui masyarakat luas terkait perbuatan corporate crime liability adalah tidak hanya dibebankan oleh mereka yang masuk pada struktur korporasi tapi meliputi juga diluar korporasi yang mendapat keuntungan atau ikut mengendalikan korporasi. Dalam hal ini, korporasi yang sengaja dibentuk untuk melakukan kejahatan. Orang yang membentuknya pasti berada di luar korporasi. Dalam pertanggungjawabannya, mereka yag berada diluar bisa kena sanksi.
Sementara disisi lain, terdapat sejumlah alasan pembenar dan alasan pemaaf yang biasanya dikenal dalam doktrin. Pasal 49 ayat 1 alasan pembenar dan pasal 49 ayat 2 alasan pemaaf. Ketentuan recidive umum, yaitu tidak melihat tindak pidana yang sama atau tidak karena yang terpenting sudah dipidana dan pidana berikutnya bisa dijadikan pembenar.
Sementara itu, Plt Dirjen Peraturan Perundang – Undangan Kemenkumham Dr. Dhahana Putra ikut mendukung keberadaan KUHP Nasional. Menurutnya, pemikiran penggantian KUHP yang bersumber dari produk kolonial telah ada sejak lama. Dalam KUHP kolonial, pendekatannya adalah semua hal dapat dipidanakan, sehingga over capacity di Lapas dan tidak sesuai dengan kemasyarakatan. Menjadi suatu permasalahan karena masing-masing lembaga menganut berbeda-beda, sehingga membutuhkan produk hukum yang mengadopsi restorative justice.
Perjalanan panjang pembentukan KUHP menjadi sesuatu yang berarti bagi kami. Cukup lama Indonesia dijajah belanda, sejak itu Indonesia menggunakan WvS dari Belanda.Keinginan untuk merubah KUHP sudah dilakukan sejak 1958 sejak adanya LPHN. Selama 7 Presiden dan 7 Pemerintahan masa perjuangan untuk merubah KUHP
Ketua Senat Akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dr. Surastini Fitriasih mengatakan inovasi terkait pidana dan pemidanaan dalam KUHP baru. Lebih lanjut dikatakan, landasan berpikir ketentuan KUHP mengenai Pidana dan Pemidanaan memandang bahwa Retributif atau Pembalasan atau Lex Talionis sudah harus ditinggalkan. Selain itu, kearifan lokal perlu mendapat tempat untuk menggali nilai-nilai tradisional.

Dengan demikian, pandangan yang mengedepankan penjara sebagai pidana yang paling tepat dan dominan dalam pemidanaan sudah tidak sesuai lagi. Oleh karenanya, harus ada alternatif sanksi yang sejauh ini terakomodir dalam KUHP nasional.
Surastini mamastikan keunggulan KUHP baru sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan modern yakni bertitik tolak dari asas keseimbangan, rekodifikasi Hukum Pidana yang terbuka dan terbatas, memuat berbagai inovasi terkait pidana dan pemidanaan, pertanggungjawaban pidana korporasi, mengatur pertanggungjawaban mutlak (Strict Liability), dan pertanggungjawaban pengganti (Vicarious Liability).
Perlu diketahui pada tanggal 2 Januari 2023 Pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. KUHP baru ini akan berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan yang akan menggantikan Wetboek van Strafrecht (WvS) atau yang juga disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang telah beberapa kali diubah.
KUHP baru tersebut terdiri dari 37 bab, 624 Pasal dan 345 halaman yang terbagi dalam dua bagian, yakni bagian pasal dan penjelas. KUHP baru terdiri atas 2 (dua) buku yakni Buku Kesatu (Pasal 1 s/d 187) dan Buku Kedua (Pasal 188 s/d 612. Buku Kesatu berisi aturan umum sebagai pedoman bagi penerapan Buku Kedua serta Undang-Undang di luar UU 1/2023, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang sehingga Buku Kesatu juga menjadi dasar bagi Undang-Undang di luar Undang-Undang No. 1 Tahun 2023.

)* Penulis Merupakan Pegiat Lembaga Bantuan Hukum Pembaharuan