Perppu Cipta Kerja Sudah Sesuai Prosedur
Oleh : Bimo Ariyan Beeran
Penerbitan Perppu Cipta Kerja sejatinya sudah sangat sesuai dengan prosedur dan sama sekali tidak menyalahi aturan secara formil, lantaran justru hal tersebut merupakan jawaban atas putusan MK yang menyatakan bahwa UU Ciptaker sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Belum lagi adanya urgensitas untuk segera mengantisipasi banyaknya risiko ancaman akan ketidakpastian global yang tengah terjadi.
Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo telah secara resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) untuk menggantikan dan mengisi adanya kekosongan hukum, sebab UU Cipta Kerja sebelumnya telah dinyatakan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat inkonstitusional bersyarat.
Langkah strategis yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dengan menerbitkan Perppu Cipta Kerja tersebut kemudian dinilai sudah menjadi sebuah langkah yang memang sesuai dengan prosedur yang berlaku. Mengenai hal itu, Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menayatakan bahwa memang dari segi proseduralnya, sama sekali tidak ada yang salah dari produk hukum Perppu Cipta Kerja itu karena memang sudah sesuai dengan perintah dari MK untuk melakukan perbaikan akan UU Cipta Kerja sebelumnya.
Dirinya kemudian menjelaskan bahwa sebenarnya dalam hal untuk memperbaiki suatu produk hukum atau Undang-Undang (UU), maka bisa saja melalui mekanisme dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) atau juga langsung dengan Presiden RI yang mengambil inisiatif langkah tersebut, atau dengan Presiden yang mengeluarkan Perppu.
Pasalnya, nanti Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi ini nantinya juga masih akan dipertimbangkan oleh DPR RI, apakah memang akan disahkan untuk menjadi Undang-Undang secara resmi atau tidak.
Sebelumnya, diketahui bahwa Mahmakah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai produk hukum yang cacat formil. Hal itu telah tertuang dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada tanggal 25 November 2021 lalu.
Pihak Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa UU Cipta Kerja sebelumnya bersifat inkonstitusional bersyarat dan meminta kepada Pemerintah RI untuk melakukan perbaikan dengan tenggat waktu paling lama adalah dalam dua tahun setelah putusan tersebut diterbitkan. Meski dinyatakan cacat formil, namun posisi UU Cipta Kerja sendiri masih belum dibatalkan secara resmi dan Pemerintah bersama dengan DPR RI masih diberikan kesempatan waktu untuk memperbaiki segala prosedurnya.
Yusril Ihza Mahendra kemudian menambahkan bahwa sebenarnya pemerintah sendiri masih punya waktu dan kesempatan hingga setidaknya pada bulan Novemver 2023 nanti. Namun, menurutnya tentu terdapat pertimbangan yang spesifik dari Pemerintah untuk sesegera mungkin melakukan penerbitan Perppu.
Justru melihat dari bagaimana kepentingan pemerintah dalam melasanakan suatu kebijakan dan dalam rangka mengantisipasi suatu perkembangan tertentu, maka memang mau tidak mau menurut Pakar Hukum Tata Negara tersebut pemerintah sendiri harus bertindak secara cepat dan tepat sehingga memang penerbitan Perppu adalah solusi yang paling tepat dilakukan.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa menurut Presiden RI, Joko Widodo sendiri bahwa kondisi dan keadaan dunia saat ini sedang tidak dalam situasi yang baik-baik saja. Justru menurutnya bahwa Indonesia kini masih diliputi oleh berbagai ancaman akan ketidakpastian global.
Dengan adanya banyak ancaman dari risiko ketidakpastian global tersebut, maka menyebabkan pemerintah langsung mengeluarkan Perppu Cipta Kerja untuk bisa memberikan adanya kepastian hukum dan juga mampu mengisi kekosongan hukum yang ditinggalkan oleh UU Ciptaker yang lama, bukan hanya itu, namun penerbitan Perppu Cipta Kerja ini juga dinilai pada persepsi para investor baik itu mereka yang berasal dari dalam maupun luar negeri adalah hal yang penting. Terlebih, memang ekonomi di Indonesia pada tahun 2023 ini menurut Presiden Jokoei akan sangat bergantung pada aktivitas investasi dan eskpor.
Maka, Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang berisi 1.117 halaman dengan sebanyak 186 pasal itu sangat penting untuk diterbitkan. Salah satu urgensitasnya adalah menjawab bagaimana dinamika global yang disebabkan oleh terjadinya kenaikan harga energi dan harga pangan, perubahan iklim (climate change), dan juga terganggunya rantai pasokan (supply chain) yang seluruhnya telah menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi dunia dan berpengaruh pada terjadinya kenaikan tingkat inflasi.
Dengan naiknya tingkat inflasi tersebut, maka juga akan berdampak secara signifikan pada perekonomian nasional yang harus segera direspon dengan standar bauran kebijakan untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik nasional bagi investasi melalui adanya transformasi ekonomi. Seluruh hal tersebut mampu dijawab oleh Perppu Cipta Kerja.
Sejatinya memang sama sekali tidak ada kesalahan prosedur secara formil dalam pembentukan Perppu Cipta Kerja ini. Lantaran hal tersebut merupakan upaya dan langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjawab putusan MK mengenai UU Ciptaker sebelumnya, selain itu juga mampu segera menjawab banyaknya tantangan akan ketidakpastian global.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara