Pemerintah Siapkan Dana Puluhan Triliun untuk Pemulihan Sumatera
Pemerintah Siapkan Dana Puluhan Triliun untuk Pemulihan Sumatera
Oleh: Andik Noor
Komitmen negara dalam melindungi masyarakatnya kembali diuji saat rangkaian bencana alam melanda sejumlah wilayah di Sumatera. Banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan sekadar peristiwa alam, melainkan ujian atas kesiapan kebijakan publik dalam merespons krisis secara cepat, terukur, dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, langkah pemerintah menyiapkan dana hingga Rp60 triliun untuk pemulihan Sumatera menunjukkan keseriusan negara hadir sejak fase tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi jangka panjang.
Kesiapan anggaran dalam jumlah besar tersebut bukan keputusan reaktif yang diambil secara tergesa-gesa. Pemerintah telah mengamankan ruang fiskal melalui efisiensi dan penghematan belanja negara, sehingga dana pemulihan dapat dimasukkan secara solid dalam postur APBN 2026. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa kebutuhan riil pemulihan di tiga provinsi terdampak diperkirakan mencapai Rp51 triliun. Dengan menyiapkan anggaran di atas estimasi kebutuhan, pemerintah tidak hanya menutup kekurangan pembiayaan, tetapi juga menciptakan bantalan fiskal agar proses pemulihan tidak terhambat dinamika keuangan negara.
Pendekatan ini mencerminkan pembelajaran dari pengalaman penanganan bencana sebelumnya, di mana keterbatasan anggaran kerap memperlambat pembangunan kembali infrastruktur dan pemulihan ekonomi masyarakat. Pemerintah kini memilih bersikap antisipatif dengan memastikan ketersediaan dana sejak awal, sehingga pembangunan rumah warga, perbaikan jalan, jembatan, fasilitas pendidikan, dan layanan kesehatan dapat segera dilakukan tanpa harus menunggu proses anggaran tambahan yang berlarut-larut.
Di sisi penanganan jangka pendek, negara juga bergerak cepat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memperoleh tambahan anggaran Rp1,6 triliun pada tahun berjalan, di luar dana siap pakai yang masih tersedia. Langkah ini penting untuk menjamin keberlanjutan operasi kemanusiaan, distribusi logistik, serta pemulihan awal kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat terdampak. Pemerintah juga menerapkan relaksasi dana transfer ke daerah, memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk mengambil langkah cepat sesuai kebutuhan lapangan tanpa terbelenggu prosedur fiskal yang kaku.
Dukungan fiskal tersebut diperkuat dengan keputusan Presiden Prabowo Subianto menyalurkan bantuan langsung senilai Rp268 miliar kepada pemerintah daerah terdampak. Skema ini memastikan dana masuk langsung ke APBD provinsi serta kabupaten dan kota, sehingga dapat segera dimanfaatkan untuk kebutuhan mendesak. Pendekatan ini menunjukkan pemahaman bahwa pemulihan tidak hanya bergantung pada proyek besar nasional, tetapi juga pada kemampuan daerah merespons kebutuhan warganya secara cepat dan kontekstual.
Koordinasi lintas sektor juga menjadi kunci keberhasilan agenda pemulihan ini. Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya menegaskan bahwa penanganan bencana di Sumatera dilakukan dalam skala nasional, dengan pengerahan personel dan logistik dari berbagai wilayah. Sementara itu, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno menegaskan bahwa Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat ditetapkan sebagai prioritas nasional hingga proses pemulihan benar-benar tuntas. Penegasan ini penting untuk menjaga konsistensi kebijakan lintas kementerian dan lembaga agar tidak terjadi fragmentasi program di lapangan.
Pemerintah juga menunjukkan fleksibilitas kebijakan dengan membuka opsi restrukturisasi hingga penghapusan pinjaman daerah yang terdampak bencana. Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara menjelaskan pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional dapat disesuaikan melalui perpanjangan tenor atau pengurangan cicilan, bahkan dihapus apabila infrastruktur yang dibiayai mengalami kerusakan berat. Kebijakan ini mencerminkan keberpihakan negara kepada daerah, agar beban fiskal pascabencana tidak menghambat pemulihan layanan publik dan pembangunan jangka menengah.
Selain itu, percepatan klaim asuransi atas Barang Milik Negara yang terdampak bencana menjadi langkah strategis untuk mempercepat pembiayaan pembangunan kembali. Koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dilakukan agar dana asuransi dapat segera dicairkan dan digunakan secara efektif. Pada 2026, pemerintah juga menyiapkan penyaluran pooling fund bencana melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, memperkuat arsitektur pembiayaan risiko bencana yang lebih berkelanjutan.
Seluruh instrumen ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya mengandalkan satu sumber pendanaan, melainkan mengonsolidasikan berbagai skema pembiayaan secara terkoordinasi. Penyesuaian prioritas belanja APBN, pemanfaatan anggaran infrastruktur kementerian dan lembaga, hingga pelaksanaan Instruksi Presiden diarahkan untuk memastikan pemulihan Sumatera berjalan menyeluruh dan berkesinambungan.
Di tengah tantangan fiskal global dan kebutuhan pembangunan nasional yang besar, keberanian pemerintah menempatkan pemulihan Sumatera sebagai agenda prioritas patut diapresiasi. Kebijakan ini bukan semata soal angka triliunan rupiah, melainkan tentang kehadiran negara dalam memastikan masyarakat terdampak dapat bangkit, merasa dilindungi, dan kembali menatap masa depan dengan optimisme. Jika konsistensi kebijakan dan pengawasan pelaksanaan dapat dijaga, agenda pemulihan Sumatera berpotensi menjadi contoh kuat bagaimana negara bekerja efektif saat warganya menghadapi krisis.
Dengan memastikan kesinambungan pendanaan, koordinasi pusat–daerah, dan fleksibilitas kebijakan keuangan, pemerintah tidak hanya membangun kembali wilayah terdampak, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik bahwa negara hadir secara nyata dalam situasi krisis. Dalam jangka panjang, konsistensi kebijakan semacam ini akan menjadi fondasi penting bagi ketahanan sosial, ekonomi, dan infrastruktur nasional di tengah risiko bencana yang kian kompleks.
)* Anlis Kebijakan Publik

