Pemerintah Optimistis Papua Mampu Perkuat Ketahanan dan Kemandirian Energi Nasional
Pemerintah Optimistis Papua Mampu Perkuat Ketahanan dan Kemandirian Energi Nasional
Jakarta- Pemerintah menyatakan optimistis Papua mampu memainkan peran strategis dalam memperkuat ketahanan sekaligus kemandirian energi nasional. Keyakinan tersebut sejalan dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan Papua sebagai salah satu episentrum pengembangan energi berbasis sumber daya terbarukan, khususnya bioenergi dari sektor pertanian dan perkebunan. Langkah ini dinilai menjadi bagian penting dari upaya besar pemerintah mengejar swasembada energi dan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak (BBM).
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Papua memiliki potensi sumber daya alam dan ketersediaan lahan yang sangat memadai untuk dikembangkan sebagai lumbung energi berbasis bahan bakar nabati. Dalam rapat percepatan pembangunan Papua bersama para kepala daerah se-Tanah Papua dan Komite Eksekutif Percepatan Otonomi Khusus Papua (KEPP-OKP) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/12/2025), Prabowo menyampaikan bahwa pengembangan kelapa sawit, singkong, dan tebu di Papua dapat menjadi solusi strategis dalam memenuhi kebutuhan energi nasional.
“Kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit,” ujar Prabowo.
Selain biodiesel berbasis sawit, Presiden juga mendorong pemanfaatan komoditas pertanian lain seperti singkong dan tebu untuk produksi bioetanol. Menurutnya, pengembangan energi terbarukan di Papua tidak hanya bertujuan menopang kebutuhan energi nasional, tetapi juga memastikan daerah penghasil mendapatkan manfaat ekonomi secara langsung. Prabowo juga menyoroti potensi energi baru dan terbarukan lainnya, seperti tenaga surya dan tenaga air, yang dinilai cocok dikembangkan di wilayah terpencil Papua.
“Teknologi tenaga surya sekarang sudah semakin murah, dan ini bisa untuk mencapai daerah-daerah yang terpencil, juga tenaga hidro,” katanya.
Optimisme pemerintah tersebut dilatarbelakangi oleh besarnya beban impor BBM yang masih harus ditanggung negara setiap tahun. Prabowo menyebut nilai impor BBM Indonesia saat ini berada di kisaran Rp500 hingga Rp520 triliun per tahun. Ia menilai, apabila ketergantungan tersebut dapat ditekan melalui penguatan produksi energi dalam negeri, maka penghematan anggaran negara akan sangat signifikan.
“Tiap tahun kita mengeluarkan ratusan triliun untuk impor BBM. Kalau kita bisa tanam kelapa sawit, tanam singkong, tanam tebu, pakai tenaga surya dan tenaga air, bayangkan berapa ratus triliun kita bisa hemat tiap tahun,” tuturnya.
Sejalan dengan arahan Presiden, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa Papua tengah dipetakan sebagai wilayah strategis dalam pengembangan bahan baku bioetanol nasional. Ia menjelaskan bahwa impor bensin Indonesia masih relatif tinggi sehingga diperlukan terobosan melalui kebijakan pencampuran etanol ke dalam bensin.
“Untuk bensin impor kita masih banyak, maka yang harus kita lakukan adalah membuat program mandatory E10, E20, atau E30,” kata Bahlil.
Menurut Bahlil, etanol dapat diproduksi dari berbagai komoditas pertanian seperti singkong, jagung, dan tebu yang potensinya cukup besar di Papua. Selain itu, pemerintah juga terus memperkuat kebijakan mandatory biodiesel melalui penerapan B40 dan persiapan menuju B50.
“Kalau kita bicara B40, B50 kan itu campuran dari FAME, itu CPO dengan metanol dicampur solar,” ujarnya.
Dengan meningkatnya bauran biodiesel, kebutuhan bahan baku sawit pun akan semakin besar, sehingga Papua dinilai berpeluang menjadi salah satu penopang utama ketahanan dan kemandirian energi nasional ke depan.

