Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pengungsi pada Bencana Sumatera, Dilakukan Secara Terkoordinasi
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pengungsi pada Bencana Sumatera, Dilakukan Secara Terkoordinasi
Oleh: Syahrul Azzam Firdaus
Bencana banjir yang terjadi di wilayah Sumatera menjadi salah satu tantangan besar dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi. Ribuan hingga puluhan ribu warga terpaksa meninggalkan rumah mereka dan mencari tempat yang lebih aman. Pemenuhan semua kebutuhan ini memerlukan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang terintegrasi oleh lembaga pemerintah, organisasi kemanusiaan, komunitas lokal, dan sektor swasta. Koordinasi yang kuat menjadi kunci dalam memastikan bahwa bantuan yang diberikan tepat sasaran, efektif, dan efisien.
Koordinasi dalam pemenuhan kebutuhan dasar dimulai jauh sebelum bencana terjadi melalui perencanaan darurat yang melibatkan seluruh unsur masyarakat. Wilayah rawan banjir memerlukan rencana kontinjensi yang jelas, termasuk identifikasi titik-titik pengungsian yang aman, jalur evakuasi, serta inventarisasi sumber daya yang bisa dimobilisasi dengan cepat. Dengan demikian, saat banjir benar-benar melanda, respon dapat dilakukan dengan lebih cepat dan terstruktur.
Executive Vice President (EVP) Sekretaris Perusahaan Hutama Karya, Mardiansyah mengatakan keterbukaan akses menjadi kunci agar layanan sosial dan aktivitas ekonomi masyarakat dapat kembali berjalan secara bertahap. Terdapat dua aspek utama, yakni memastikan kebutuhan dasar warga terpenuhi serta mempercepat pemulihan jalur dan akses terdampak. Selain bantuan logistik, Hutama Karya juga mengerahkan dukungan alat berat guna membantu penanganan kondisi lapangan serta percepatan pemulihan akses.
Salah satu aspek penting dalam pemenuhan kebutuhan dasar adalah penyediaan tempat tinggal sementara yang layak. Area pengungsian seringkali dipadati oleh banyak keluarga yang kehilangan tempat tinggal. Ruang yang sempit dan fasilitas yang minim berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan sosial. Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya sinergi antara pemerintah daerah dan organisasi bantuan untuk menyiapkan tenda, matras, selimut, serta pembagian ruang yang memenuhi prinsip keamanan dan kenyamanan.
Selain tempat tinggal, kebutuhan akan makanan dan air bersih adalah hal yang tidak bisa ditawar. Saat banjir, sumber air bersih sering terkontaminasi oleh limpasan air yang membawa berbagai polutan. Hal ini meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air, sehingga penyediaan air bersih dengan kualitas yang aman menjadi prioritas utama. Distribusi makanan siap saji yang bergizi juga harus direncanakan secara sistematis agar setiap pengungsi mendapatkan cukup nutrisi.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari, Ph.D. menyatakan terus melakukan pendampingan teknis kepada BPBD Kabupaten Humbang Hasundutan, termasuk koordinasi bantuan logistik dan peralatan. Ke depan, percepatan pendataan pengungsi secara terpilah, penghitungan kerugian, serta pembukaan akses jalan menjadi fokus utama dalam mendukung transisi dari masa tanggap darurat menuju pemulihan.
Kesehatan pengungsi merupakan komponen penting lainnya yang harus diperhatikan secara serius. Banjir memperbesar peluang terjadinya wabah penyakit, baik yang disebabkan oleh air tercemar maupun karena kondisi lingkungan pengungsian yang kurang higienis. Upaya kesehatan harus mencakup layanan medis primer, imunisasi bila diperlukan, serta pengawasan terhadap potensi wabah penyakit. Tenaga kesehatan dari berbagai instansi dan relawan harus bekerja bersama dalam satu sistem yang terkoordinasi untuk menangani kebutuhan medis ini. Penyediaan obat-obatan dasar, pemeriksaan kesehatan berkala, serta edukasi kesehatan kepada pengungsi merupakan bagian dari upaya terpadu dalam menjaga kesehatan masyarakat di tengah krisis.
Koordinasi yang efektif dalam pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi tidak lepas dari pentingnya sistem informasi dan komunikasi yang kuat. Sistem ini berfungsi untuk mengumpulkan data real-time tentang jumlah pengungsi, kebutuhan yang mendesak, serta lokasi-lokasi yang paling membutuhkan bantuan. Dengan data yang akurat, para pengambil keputusan dapat merencanakan langkah respons yang lebih tepat dan menghindari pemborosan sumber daya. Teknologi seperti aplikasi manajemen bencana, peta daring, dan sistem laporan berbasis SMS/WA dapat dimanfaatkan untuk mempercepat penyebaran informasi antar pemangku kepentingan.
Pemerintah daerah memiliki peran sentral dalam memastikan bahwa koordinasi berjalan dengan baik. Kelembagaan seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan ujung tombak dalam pengorganisasian respon terhadap banjir. Dengan kewenangan dan akses terhadap sumber daya lokal, pemerintah daerah dapat memimpin koordinasi lintas sektor secara efektif. Sinergi antar instansi dan lembaga serta keterlibatan semua pihak dalam satu komando operasional membantu mengurangi kesalahan komunikasi dan mempercepat pelaksanaan tugas.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Pidie Jaya, Sulaiman mengatakan proses penyediaan Hunian Sementara (huntara) oleh pemerintah, masih berada pada tahap perencanaan dan persiapan awal. Ia menjelaskan, konsep huntara yang akan dibangun berbentuk barak memanjang dengan kamar-kamar yang tersusun sejajar. Bangunan tersebut direncanakan berdiri langsung di atas tanah, bukan rumah panggung.
Akhirnya, upaya pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi pada bencana banjir di Sumatera harus dilihat sebagai tanggung jawab bersama yang melibatkan seluruh elemen bangsa. Ketika koordinasi antar lembaga dan komunitas berjalan harmonis, dampak bencana dapat diredam, proses pemulihan dapat lebih cepat, dan kehidupan masyarakat dapat kembali normal dengan lebih baik. Kerja sama yang solid pada masa krisis ini menjadi fondasi penting dalam membangun kesiapsiagaan dan ketahanan bencana yang lebih kuat di masa yang akan datang.
*) Penulis adalah Content Writer di Galaswara Digital Bureau

