KUHAP Baru Perkuat Peran Advokat dan Modernisasi Sistem Peradilan Pidana Nasional

KUHAP Baru Perkuat Peran Advokat dan Modernisasi Sistem Peradilan Pidana Nasional

Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi, Fachrizal Afandi, menilai hadirnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 2025 sebagai perubahan besar yang membawa peluang luas bagi penguatan sistem peradilan pidana sekaligus memberikan ruang peningkatan profesionalisme bagi advokat. Ia menegaskan bahwa berbagai pembaruan dalam regulasi tersebut menunjukkan arah positif pembenahan hukum acara pidana yang lebih modern dan responsif.

 

“Banyak fitur dalam KUHAP 2025 yang sangat baik dan layak diapresiasi karena mampu membawa sistem peradilan pidana kita selangkah lebih maju,” ujar Fachrizal.

 

Ia menambahkan bahwa regulasi baru ini menghadirkan standar prosedural yang lebih rinci dan sistematis sehingga dapat memperkuat perlindungan hukum bagi masyarakat dari tahap penyelidikan hingga proses persidangan.

 

Namun, di tengah banyaknya kemajuan tersebut, Fachrizal menekankan perlunya kehati-hatian, terutama pada pengaturan mengenai hak saksi, korban, tersangka, atau terdakwa dalam menentukan advokat.

 

“Hal-hal yang berkaitan dengan pilihan advokat harus dicermati secara serius agar tidak muncul interpretasi keliru yang dapat mengurangi independensi advokat dalam menjalankan tugas profesionalnya,” tuturnya.

 

Ia mengingatkan bahwa kejelasan teknis akan mencegah kemungkinan terjadinya penyempitan ruang gerak pendamping hukum sejak awal proses perkara.

 

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menjelaskan bahwa KUHAP baru justru memberikan ruang yang jauh lebih besar bagi advokat untuk berperan sejak tahap paling awal.

 

“Kalau sebelumnya advokat hanya bisa hadir setelah seseorang dinyatakan sebagai tersangka, sekarang advokat dapat mendampingi saksi, mendampingi korban, bahkan terlibat dalam memberikan masukan sejak proses awal pemeriksaan,” ujar Habiburokhman.

 

Ia menilai langkah tersebut sebagai bentuk penguatan posisi advokat dalam menjaga keseimbangan proses hukum.

 

Habiburokhman juga menyoroti peningkatan fitur keberatan yang wajib dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). “Keberatan advokat yang harus dituangkan secara resmi dalam BAP merupakan sebuah kemajuan besar karena memastikan suara advokat benar-benar terdengar dan terdokumentasi dalam setiap proses pemeriksaan,” tambahnya.

 

Menurutnya, kehadiran mekanisme ini memperkokoh due process of law serta mendorong praktik penegakan hukum yang lebih transparan.

 

Meski demikian, ia mengajak seluruh kalangan, baik akademisi maupun organisasi profesi, untuk membaca penguatan tersebut secara utuh dan konstruktif.

 

“Setiap terobosan tentu memerlukan penyesuaian teknis dan pengawasan bersama agar implementasinya berjalan tepat dan tidak menimbulkan tantangan baru bagi para advokat,” ujar Habiburokhman.

 

Dengan demikian, menurutnya, sinergi antara pemerintah, akademisi, advokat, dan masyarakat sipil menjadi kunci kelancaran implementasi KUHAP baru.

 

Perubahan KUHAP 2025 dengan demikian bukan hanya menjadi simbol reformasi hukum acara pidana, tetapi juga menjadi momentum penting bagi advokat untuk memperkokoh perannya dalam sistem yang semakin kompleks. Dengan penguatan fitur pendampingan hukum sejak tahap awal, pencatatan keberatan secara resmi, dan standar prosedural yang lebih jelas, profesi advokat mendapatkan landasan yang lebih kuat untuk memastikan prinsip keadilan berjalan secara utuh.