Makan Bergizi Gratis Jadi Mesin Penggerak Ekonomi Mikro Indonesia

Makan Bergizi Gratis Jadi Mesin Penggerak Ekonomi Mikro Indonesia

Oleh : Anjas Tama

Program Makan Bergizi (MBG) yang diinisiasi oleh pemerintah tidak hanya menjadi solusi atas permasalahan gizi anak dan ketahanan pangan nasional, tetapi juga berpotensi besar menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi mikro di Indonesia. Dalam konteks pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, MBG mampu menjangkau dua dimensi penting sekaligus: peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguatan sektor ekonomi rakyat.

 

 

 

 

Melalui pengadaan bahan pangan lokal, pelibatan UMKM dalam rantai pasok, hingga penciptaan lapangan kerja di tingkat desa dan kelurahan, program ini membuka ruang yang luas bagi tumbuhnya aktivitas ekonomi mikro yang sebelumnya tersebar dan tidak terorganisasi dengan baik.

 

 

 

 

Keberhasilan MBG sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi mikro tidak terlepas dari pendekatan berbasis komunitas yang digunakan. Pemerintah tidak menjadikan program ini sebagai kebijakan satu arah dari atas ke bawah, melainkan melibatkan masyarakat secara langsung sebagai pelaksana dan penerima manfaat.

 

 

 

 

Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, mengatakan bahwa Program Makan Bergizi Gratis memiliki peran sebagai Creating Demand (New Emerging Market) sekaligus Offtaker terdepan untuk produk lokal yang dihasilkan di Indonesia. Ia juga optimis bahwa pelaksanaan MBG akan mendorong pertumbuhan ekonomi karena memunculkan lapangan pekerjaan yang besar, terbukanya peluang baru bagi usaha F&B, peningkatan potensi wirausaha yang baru serta peningkatan produktivitas wilayah dengan adanya pergerakan ekonomi yang baik.

 

 

 

 

Sebagai contoh, ibu-ibu PKK, pelaku UMKM kuliner, petani lokal, hingga koperasi desa diberdayakan untuk memasok dan mengelola distribusi makanan bergizi ke anak-anak sekolah, kelompok rentan, dan masyarakat kurang mampu. Model partisipatif ini bukan hanya memperluas cakupan distribusi bantuan makanan, tetapi juga menghidupkan kembali roda ekonomi di level akar rumput yang selama ini terabaikan oleh sistem distribusi pangan modern.

 

 

 

 

Dalam praktiknya, pengadaan bahan pangan untuk MBG memprioritaskan produk lokal, seperti sayur, buah, telur, ikan, dan sumber karbohidrat non-beras yang tersedia di lingkungan sekitar. Ini memberi ruang bagi petani, nelayan, peternak, dan pelaku agribisnis kecil untuk memasarkan hasil produksinya dengan harga yang lebih stabil dan tanpa rantai distribusi yang panjang.

 

 

 

 

MBG secara tidak langsung menciptakan pasar baru bagi produk lokal yang sebelumnya sulit bersaing dengan produk impor atau hasil industri besar. Ketika permintaan terhadap bahan pangan lokal meningkat secara konsisten, maka produksi pun terdorong untuk berkembang, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian dan peternakan skala kecil.

 

 

 

 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menyatakan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional hingga 0,86 persen, pihaknya juga menegaskan bahwa program MBG hanyalah salah satu dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi.

 

 

 

 

Dengan naiknya standar kualitas, maka daya saing produk UMKM di pasar terbuka juga ikut meningkat. Secara simultan, pelaku usaha mendapat pendampingan dari pemerintah daerah maupun institusi pendidikan agar mampu mempertahankan kualitas layanan, membukukan transaksi secara transparan, hingga mengakses permodalan dari lembaga keuangan mikro.

 

 

 

 

Tak hanya sektor produksi dan pengolahan, MBG juga menyentuh aspek distribusi dan logistik. Dalam rangka menjamin ketepatan sasaran dan waktu distribusi makanan bergizi, banyak daerah mengembangkan jejaring logistik berbasis komunitas yang dikelola oleh karang taruna, koperasi, atau usaha jasa pengantaran lokal. Aktivitas ini memunculkan peluang kerja baru, khususnya bagi pemuda desa dan masyarakat urban yang selama ini kesulitan mendapatkan pekerjaan tetap.

 

 

 

 

Selain itu, penggunaan platform digital untuk pendataan, pemesanan, dan pelaporan juga mendorong literasi digital di kalangan pelaku ekonomi mikro. Ini menjadi fondasi penting bagi digitalisasi UMKM di masa mendatang.

 

 

 

 

Efek domino dari MBG terhadap ekonomi mikro juga terlihat dalam peningkatan pendapatan rumah tangga dan penguatan daya beli lokal, dimana ketika masyarakat terlibat aktif dalam rantai pasok MBG. Di banyak daerah, uang yang berputar dari program MBG telah membantu menghidupkan kembali pasar tradisional yang sebelumnya lesu akibat pandemi dan krisis ekonomi global. Ini memperlihatkan bahwa investasi sosial melalui MBG sesungguhnya berdampak langsung terhadap ketahanan ekonomi lokal.

 

 

 

 

Tak kalah penting, MBG mendorong munculnya kolaborasi lintas sektor yang produktif. Pemerintah daerah, BUMDes, sektor swasta, LSM, dan dunia pendidikan mulai terlibat aktif dalam mendukung keberlangsungan program, baik melalui pembiayaan, pelatihan, hingga pengawasan mutu. Dengan ekosistem yang semakin terbangun, pelaku usaha kecil dan menengah tidak lagi berjalan sendiri, melainkan mendapat dukungan dari ekosistem yang saling terhubung dan saling menguatkan.

 

 

 

 

Melihat potensi besar yang ditawarkan, MBG perlu diposisikan bukan sekadar sebagai program bantuan sosial, melainkan sebagai instrumen kebijakan ekonomi yang strategis. Untuk itu, diperlukan penguatan regulasi, insentif fiskal bagi pelaku ekonomi mikro yang terlibat, serta sistem monitoring yang transparan dan adaptif.

 

 

 

 

Selain itu,penting untuk terus meningkatkan kapasitas pelaku usaha lokal agar tidak hanya menjadi pelaksana teknis, tetapi juga inovator dalam menyediakan makanan bergizi yang kreatif, terjangkau, dan sesuai dengan preferensi masyarakat setempat.

 

 

 

 

Ketika gizi anak-anak Indonesia terpenuhi dan ekonomi mikro tumbuh kuat secara bersamaan, maka bangsa ini sedang menyiapkan fondasi yang kokoh untuk menyongsong masa depan yang lebih mandiri, sehat, dan berdaya saing.

 

 

 

 

)* Pengamat Kebijakan Publik